Powered by Blogger.
Humas PKS Ikuti Worshop Jurnalistik Pada Rapat Koordinasi
Humas PKS se-Sumatera Barat melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor) yang berlangsung pada tanggal 4 - 6 November 2022 di Padang, Senin (5/11) ...
Search This Blog
Latest Post
October 17, 2012
sumber : hidayatullah
posted by Adimin
Fanatik . . . . .???
Written By @Adimin on 17 October, 2012 | October 17, 2012
FANATIK! Sudah kenyang telinga kita mendengar kata itu. Itu bukan
lagi hal yang menggelitik. Tak sekedar kritik. Namun menjadi sidang penghakiman
sebuah 'kejahatan' bernama ghirah. Fanatik menjadi ketok vonis untuk menyudutkan
umat Islam. Nabi dihina, kita marah, dicap fanatik. Ada pemurtadan
ditengah saudara-saudara seiman, tak boleh kita bersuara. Bersuara berarti
fanatik. Malah kata Buya Hamka, ada yang berani berkata, “jangan disebut-sebut
juga hukum Islam itu disini, negeri ini bukan negeri Islam. Negeri ini negeri
Pancasila.” Kalau sebut-sebut hukum Islam, itu juga fanatik.
Semburan tuduhan fanatik itu bukan barang baru. Itu lagu usang yang diputar
berulang-ulang. Tuduhan fanatik, kata KH Wahid Hasyim dalam “Mengapa Saya
Memilih NU?” (1985),
“...timbulnya
perkataan ta’asshub (fanatisme) di dalam kalangan Islam ialah setelah orang
Barat,merasa tidak dapat menembus keteguhan pendirian umat Islam dengan cara
hujjah, lalu menuduh ummat Islam adalah fanatik. “
Buya Hamka
pun sejalan dengan beliau. Ia katakan, “Orang Barat menimbulkan kata fanatik,
karena setelah mereka menancapkan penjajahan di negeri-negeri Islam, orang
Islam itu melawan. Bergelimpangan bangkai mereka terhantar ditengah medan
pertempuran, namun mereka masih tetap melawan. Dan meskipun telah beratus-ratus
yang syahid , namun yang tinggal masih meneruskan perlawanan.”
Tuduhan
fanatik oleh Barat, yang dikenakan pada orang Islam itu, menurutnya hanyalah
akal-akalan, tipuan semata.
“Bukan mereka
sendirikah yang fanatik terhadap kebiasaan, kepercayaan, untuk mempertahankan
kepentingan-kepentingan mereka sungguh luar biasa sekali? Jadi tuduhan orang
Barat melemparkan kata-kata fanatik kepada umat Islam semata-mata seperti
siasat perang, mengadakan tembakan-tembakan pancingan, dan dengan demikian
dapat diketahui mana-mana yang lemah,” tukas KH Wahid Hasyim.
Sayang,
justru saat ini sebagian orang Islam suka memakan pancingan ini. Suka mewarisi
pusaka tuduhan bernama fanatik ini. Mereka orang-orang yang tak lain
menggadaikan imannya. Menukar akidahnya dengan gelar modern, progressif,
toleran, atau semacamnya. Menggeser kiblatnya pada Barat.
“…golongan
modern ini ma’mum pada orang-orang Barat. dengan pendirian yang teguh pula.
Sebenarnya mereka ini juga fanatik, akan tetapi tidak pada Islam, hanya kepada
orang-orang Barat. Akan tetapi mereka juga tidak suka dinamakan fanatik, dan
menamakan dirinya,’ modern’, ‘progressif.” Begitulah sindir KH Wahid
Hasyim.
Senada dengan
Wahid Hasyim, menurut Buya Hamka, orang-orang ini adalah, “…orang yang ghirah agamanya
sudah berkurang, yang tidak usah menyebut-nyebut lagi perbedaan halal dengan
haram; lalu dia sudah sanggup berdiam diri saja melihat yang munkar menurut
ajaran agamanya, dan dia pandai menyesuaiakan diri, barulah orang ini dapat
pujian karena pandai menyesuaikan diri.” (Buya Hamka, "Dari Hati ke
Hati", Pustaka Panjimas).
Padahal,
menurut KH Wahid Hasyim, orang yang memegang teguh pendirian dengan pengertian,
bukanlah ta’assub (fanatik). “Tetapi yang demikian itu adalah kesatriaan dan
memegang dengan perasaan tanggung jawab yang penuh. “
Lantas apakah
kita sekarang masih mau menjadi kerbau yang dicocok hidungnya karena takut
dituduh fanatik? Masih bangga menjadi pewaris pusaka penjajah dengan turut
melemparkan kata fanatik?
Masih gamang
terombang-ambing di lautan tuduhan fanatik?
“Bagaimana
sekarang, wahai mereka yang disudut jiwanya masih ada sisa rasa tanggung jawab
agama? Takutkah kalian dituduh fanatik? Kalau takut lebih baik berhenti jadi
orang Islam. Lalu terima saja segala yang ada dalam kenyataan, dan jangan mulut
mengatakan halal-haram,” tegas Buya Hamka.
Buya Hamka
bahkan menyitir perintah Allah kepada Nabi Muhammad, “Katakanlah : Jikalau kamu
memang mencintai Allah, hendaklah ikut aku,niscaya kamu akan dicintai Allah
pula.” Selama kita mengikuti jalan Allah, pasti kita akan bersimpangan dengan
mereka yang menentangnya. Mutlak akan bersinggungan dengan vonis fanatik.
“Sebab alat
penuduh yang bernama fanatik itu masih tinggal dinegeri ini, untuk mengemplang
kepala kita, (dengan) pusaka penjajah,” tukas Buya Hamka.
Buya Hamka
kemudian menegaskan, “Tuanku Imam Bonjol melawan Belanda adalah karena fanatik.
Tengku Cik Ditiro melawan Belanda adalah karena fanatik, Pangeran Diponegoro
melawan Belanda adalah karena fanatik. Semuanya adalah karena fanatik. Yang
habis mati bertimbun mayat, menegakkan kemerdekaan adalah orang-orang fanatik.
Kalau tak ada lagi orang-orang fanatik di negeri ini, maka segala sampah,
segala kurap akan masuk kemari, tidak dapat ditahan-tahan. Sayangnya
orang-orang yang mempertahankan yang munkar itulah sekarang yang dengan fanatik
menantang tiap orang yang ingin menegakkan kebenaran dan keadilan. “
Maka mari
kita amini doa beliau;
“Ya Allah!
Kalau lantaran karena cinta kepada-Mu dan Rasul-Mu, dan bercita-cita agar
hukum-Mu, jalan dalam dunia ini; Kalau lantaran berani menentang segala yang
bathil, kalau itu yang dikatakan fanatik, perdalamlah Ya Allah rasa fanatik itu
dalam jiwa kami. Dan matikanlah kami dalam membuktikan cinta kepada Engkau!”
sumber : hidayatullah
posted by Adimin
Label:
OASE