pic

Powered by Blogger.

Humas PKS Ikuti Worshop Jurnalistik Pada Rapat Koordinasi

Humas PKS se-Sumatera Barat melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor) yang berlangsung pada tanggal 4 - 6 November 2022 di Padang, Senin (5/11) ...

Search This Blog

Latest Post

Bersatu Menangkan Mahyeldi

Written By Unknown on 24 May, 2013 | May 24, 2013



Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kota Padang mulai memanaskan mesin politiknya guna memenangkan kader terbaiknya dalam pemilihan kepala daerah (Pilakada) Kota Padang 30 Oktober mendatang. Ini seiring dilakukanya konsolidasi Tim Pemenangan PILKADA di Aula Serbaguna Yayasan Ranah Minang, Minggu (19/05) lalu. Peserta konsolidasi melibatkan seluruh struktur DPC dan DPRa (kelurahan) PKS.

Ketua DPD PKS Padang, Muhidi menekankan kembali dihadapan pengurus, bahwa PKS Kota Padang insya Allah akan mengusung Mahyeldi menjadi Wako Padang periode lima tahun mendatang. Dia menyebutkan tiga hal penting yang menjadi kekuatan bersama untuk bisa memenangkan pertarungan dakwah ini. Pertama, pertolongan Allah SWT. Tanpa pertolongan Allah mustahil kemenangan dakwah ini akan tercapai, untuk itu beliau mengharapkan kepada seluruh struktur DPC dan DPRa yang hadir agar lebih meningkatkan ibadahnya kepada Allah SWT dan berdo’a agar perjuangan ini dimudahkan.

Kedua, kompak bekerja. Caranya adalah membangun dan meningkatkan komunikasi antar pengurus baik di tingkat DPC maupun DPRa agar tetap satu arah dalam menjalankan tugas-tugasnya. Ketiga adalah mendapat dukungan dari masyarakat. Kalau dukungan dari masyarakat sudah didapatkan insya Allah kemenangan dakwah di Kota Padang bisa terwujud. Untuk itu, mulai dari sekarang kader harus terjun langsung ke tengah masyarakat membangun komunikasi dan jangan malu-malu untuk bersosialisasi serta berkontribusi nyata. 

Konsolidasi ini juga dihadiri oleh Gubernur Sumbar; Irwan Prayitno, Ketua DPW PKS Sumbar; Trinda Farhan Satria, Hermanto (Anggota DPR RI FPKS), dan Mahyeldi Cawako yang diusung PKS. Trinda Farhan Satria dalam sambutannya juga menyampaikan bahwa PKS sudah mantap untuk mengusung H. Mahyeldi untuk menjadi Walikota Padang dan juga siap memenangkannya.

Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno berpesan “Kader diminta agar inklusif terhadap masyarakat. Sudah saatnya kita merubah cara pandang masyarakat yang mengatakan PKS itu eklusif. Tidak lagi secara individual tapi bersosial bersama masyarakat,” ujarnya.

Dalam acara ini juga di tampilkan Senam Mahyeldi Style yang merupakan salah satu icon untuk pemenangan Mahyeldi. Di akhir acara konsolidasi, seluruh peserta bertekad dan siap untuk memenangkan H. Mahyeldi menjadi Wali Kota Padang 2013-2019. Kesiapan dan kebulatan tekad ini ditandai degan penyerahan panji-panji kemengan yang diwakilkan masing-masing Ketua DPC. (*)

*Padang Ekspres, Rabu 22 Mei

posted by @A.history

Skenario Yang Tak Sempurna









Oleh: Hepi Andi Bastoni
 Penulis
"LHI dan Prahara PKS"



Skenario itu dibuat begini. Malam itu, Ahmad Fathonah (AF) dan Maharani (M) ketemu di hotel Le Meridien itu. AF sudah kontak LHI untuk datang ke hotel dan dia sudah siapkan 1 M.
Sang pembuat skenario sudah mengkondisikan media dan KPK untuk bersama menggrebek. LHI akan ketangkap basah: bersama wanita seksi dan bukti 1 M. Sempurna!

Skenario lanjutannya juga sudah disiapkan. Selain M, akan muncul juga Ayu Azhari (AA), Vitalia Sesha (VS), Kiki Amalia (KA) dan terakhir Darin Mumtazah (DM) serta mungkin wanita-wanita lain yang dipaksa keluar.

Tapi Sang Maha Pembuat Skenario berkehendak lain. LHI tidak datang ke hotel. Mestinya penggrebekan itu ditunda karena pemain utamanya tidak datang. Tapi kalau ditunda sampai kapan? Pilkada Jabar dan Sumut segera akan dimulai. Salah satu sasaran pembuat skenario adalah merusak citra LHI sehingga PKS tidak akan memenangkan pilkada di dua tempat itu.

Karena itu, penggrebekan tidak bisa ditunda. Harus malam itu juga. Penangkapan juga tidak bisa ditunda. Meski LHI tidak tertangkap tangan di hotel bersama AF dan M saat penggrebekan dan justru sedang memimpin rapat di DPP PKS, tetap harus dibekuk, malam itu juga.

Drama pun berjalan. Segala aset yang diduga ada hubungannya dengan LHI dan AF dipaksa sita meski awalnya tak sesuai prosedur, tidak membawa surat bukti sita. Satu demi satu saksi dipanggil walau tak ada hubungannya langsung dengan kasus. Jazuli Juwaini (JJ), misalnya, mengaku kepada wartawan saat dipanggil KPK, tak ditanya apa-apa. JJ hanya ditanya terkait dengan mekanisme hierarki struktur PKS. Tak ada hubungannya dengan kasus suap.

Tujuan pembuat skenario memang bukan untuk menjerat para saksi itu. Tapi untuk membuat deret panjang faktor yang membuat PKS tercoreng di mata publik. Kasus ini sengaja digoreng.

Mengenai usaha mencoreng nama PKS ini begitu transparan dilakukan sebagian media. Ingat kasus usaha penyitaan mobil-mobil di DPP PKS. Di media muncul kesan seolah sekuriti DPP PKS menghalangi usaha penyitaan. Tak disebutkan mengapa mereka menghalangi. Sehingga muncul kesan PKS tidak akomudatif terhadap KPK.

Kasus lainnya juga sama. Usai Hilmi Aminudin (HA) diperiksa KPK, berita serempak menyiarkan pengawal HA memukul para wartawan. Padahal yang terjadi sebaliknya.

Kasus terakhir, DM. Nah, ini lebih seru lagi karena melibatkan seorang wanita seksi siswi sebuah SMK. Di sebuah media lokal jaringan Jawa Pos (JP), dipampang besar-besar di head line-nya dengan judul ISTRI LUTHFI SISWI SMK. Langsung memvonis! Tak ada kalimat DIDUGA, DISEBUT-SEBUT dan kata sejenisnya. Tapi langsung pada opini. Bagaimana mungkin sebuah media yang merupakan jaringan JP bisa melakukan kebodohan seperti ini. Belum lagi di atas judul tersebut sengaja dipasang iklan calon Walikota dari PKS. Sengaja untuk memunculkan kesan: jangan pilih orang ini karena ada hubungan dengan LHI.

Kembali ke DM. Hari itu hampir semua media kompak memberitakan. Berdasarkan hasil wawancara satpam, sekretaris RT dan analisa Pustun-Timur Tengah-berdarah Arab, maka disimpulkan: DM istri nikah sirri LHI! Ditambah lagi kesaksian warga yang sering melihat LHI bolak-balik ke rumah kontrakan tersebut bahkan sampai menginap dan shalat Subuh. Tuduhan diperkuat lagi dengan adanya bukti transfer 10 juta dari LHI ke rekening DM. Sempurna! Sangkalan ibu DM dan bungkamnya LHI dikesampingkan.

Belakangan terbukti: LHI memang punya hubungan, bukan dengan DM tapi dengan ayahnya. Ada pun transfer dana seperti pengakuan DM kepada pihak sekolah, itu dana ayahnya yang numpang rekening DM. DM sempat bersumpah ia tidak pernah menikah dengan LHI.

Awal munculnya isu ini kalau ditelusuri begini. KPK mem-print catatan rekening tabungan LHI. Didapatkan dari sekian banyak transaksi, ada yang 10 juta ke wanita bernama DM. Sang pembuat isu langsung memainkan perannya. Memblow up berita seolah-olah LHI menikahi DM.

Tak ada yang mengaku sebagai perancang skenario drama ini, memang. Tapi targetnya jelas. Pertama, membenturkan PKS dan KPK yang selama ini sangat getol memerangi korupsi.  Jika tidak PKS, maka KPK yang dirusak citranya, atau dua-duanya.

Target kedua, merusak citra PKS khususnya jelang Pemilu 2014. Caranya: merontokkan citra tokoh-tokoh PKS melalui KPK. Mereka berharap publik tidak akan menaruh kepercayaan lagi kepada PKS. Paling tidak, publik akan menganggap PKS sama dengan partai lain. DR. Chaerul Huda (ahli pidana, staf ahli kapolri)  dalam acara di Jak Tv (23/5) menyatakan, "Kalo penegak hukum menghancurkan karakter tersangka, kasus hukumnya biasanya lemah (kasus TPPU LHI).”

Dari dua target itu, mana yang berhasil? Target pertama memang masih menunggu waktu. Tapi target kedua jelas gagalnya.

Fakta di lapangan justru sebaliknya. Gencarnya pemberitaan media, khususnya cetak dan elektronik, memang begitu memojokkan PKS. Tapi tampaknya, tidak terlalu berdampak besar terhadap PKS karena dua hal.

Pertama, para kader PKS khususnya sebagian besar kalangan terdidik. Mereka bisa memisahkan mana fakta dan mana bukan. Maraknya pemberitaan di  media cetak dan elektronik, justru bisa diimbangi dengan media internet: blog, FB, twitter, BBM dan lainnya.

Kedua, tidak seperti kebanyakan partai lainnya, PKS tidak dibesarkan karena tokoh. Justru sebaliknya, PKS yang membesarkan kadernya menjadi tokoh. Karena itu, ‘rusaknya’ citra salah satu atau beberapa tokoh PKS, tidak akan berpengaruh besar. Dengan demikian, prahara ini tidak akan berdampak banyak terhadap kehancuran PKS.

Bahkan sebaliknya, gencarnya pemberitaan di media menjadi promosi gratis tersendiri bagi PKS. Mereka tak perlu mengeluarkan dana besar untuk memperkenalkan PKS ke publik. Hampir setiap hari, masyarakat disuguhi berita tentang PKS.

Hal ini mengingatkan kita pada awal-awal dakwah Nabi saw. Ketika tak mampu lagi membendung dakwah Nabi saw, apa yang dilakukan Abu Jahal? Bersama tokoh Quraisy lainnya, ia menemui setiap pendatang dan menceritakan keburukan Muhammad saw. Akibatnya, nama Nabi saw makin terkenal, kian membuat orang penasaran. Ketika mereka kembali ke kampung-kampung, mereka membawa berita tentang Muhammad saw. Lambat laun kian banyak yang tertarik karena isu yang dihembuskan Abu Jahal tidak sesuai dengan fakta. Mereka pelan-pelan masuk Islam.

Hal yang sama terjadi juga usai robohnya gedung WTC di Amerika. Saat media Barat ramai-ramai mencaci maki kaum Muslimin, nama Islam makin sering disebut. Orang-orang penasaran. Mereka beramai-ramai mempelajarinya, tidak menemukan seperti tuduhan. Mereka masuk Islam. 

Selain itu, prahara PKS juga tampaknya tidak mengganggu kinerja para kadernya. Di berbagai daerah, mereka tetap mengisi majelis taklim, bakti sosial, mengisi ceramah untuk Peringatan Hari Besar Islam dan lainnya. Bukti nyata bahwa prahara ini tidak berpengaruh adalah: kemenangan PKS di Jabar dan Sumut serta beberapa wilayah lainnya.

Di sisi lain, kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi PKS. Mereka jadi lebih selektif memilih para calon anggota dewan ke depan. Mereka juga lebih hati-hati dalam bertindak. Ibadah-ibadah personal dan berjamaah, seperti mabit, puasa sunnah dan lainnya menjadi lebih giat. Kegiatan menuju TIGA BESAR yang mereka namakan dengan Liqa' Tansiqi Tarbawi 3 Besar (LT3 Besar) terus berlangsung pada setiap kecamatan. 

Dan, pukulan bandul prahara ini bisa jadi berbalik jika kelak terbukti jelang Pemilu 2014, LHI diputuskan TIDAK BERSALAH sebagai mana yang terjadi pada Misbachun, mantan anggota DPR RI PKS dan Achmad Ru’yat, walikota Bogor dan kawan-kawan yang divonis bebas!

posted by @Adimin

Boikot Pemimpin Dramaturgis


Mengapa judul ini saya tertarik untuk menulisnya? Tentu hal ini berangkat dari sebuah kegelisahan saya atas sebuah realitas kekinian yang terjadi ditengah-tengah kehidupan bermasyarakat kita dan ini sungguh memuakkan. Realitas kekinian apakah itu? Tentu dengan menjamurnya orang-orang yang mau memimpin atau sedang memimpin bangsa ini, akan tetapi tidak pandai memimpin karena memang tidak mempunyai kapabilitas untuk mempimpin, sehingga ini menjadi momok yang akan menghancurkan masa depan bangsa ini ke depan. Oleh karena itu, perlu persatuan dan kesatuan masyarakat untuk meng- hentikan fenomena ini.

Peran seorang pemimpin sangat penting didalam sebuah kehidupan bermasyarakat. Dalam semua lini kehidupan, baik dalam sistem bernegara, sebuah institusi perusahaan, sebuah organisasi, dan lain sebagainya, mengharuskan kehadiran seorang pemimpin. Apa jadinya jika tidak ada orang yang menjadi pemimpin, maka tentu akan terjadi kekacauan sistem dan tata aturan. Karena setiap orang akan seenaknya saja saling mengatur tanpa keteraturan. 

Oleh karena itu, setiap lembaga tersebut perlu melakukan proses pemilihan pemimpin. Dalam bidang pemerintahan, pemimpin di sini tidak dipahami hanya sebagai seorang pimpinan tertinggi dari sebuah lembaga, akan tetapi setiap orang yang punya peran penting untuk mengambil suatu keputusan bagi khalayak ramai. Di Indonesia, ada 3 lembaga yang sering kita sebut sebagai markasnya para pemimpin, yakni orang-orang yang ada di lembaga Eksekutif (mulai dari Presiden hingga pak kades), lembaga Legislatif (MPR, DPR, DPD) dan juga lembaga Yudikatif. Mereka semua pemimpin bagi masyarakat.

Setiap warga negara mempunyai hak untuk menduduki posisi tersebut, selagi syarat administratif dan ketentuan terpenuhi. Di sebuah negara demokrasi, syarat untuk menjadi pemimpin pada lembaga formal seperti diatas sangat dipersempit. Ia diatur sedemikian rupa dengan ukuran-ukuran yang telah baku. Misalnya, untuk menjadi Hakim, minimal dari segi pendidikan harus strata satu, dan sebagainya. Sehingga, jika seorang tidak memenuhi syarat administratif yang baku tersebut jangan harap untuk menduduki posisi tersebut, walaupun secara integritas dan kapabilitas ia sangat mumpuni.

Salah satu peluang di negara demokrasi adalah adanya kebebasan dalam berkompetisi. Setiap orang yang memenuhi syarat administratif untuk menduduki jabatan tertentu, maka ia sah-sah saja untuk mengajukan dirinya tanpa ada yang berhak melarang. Akan tetapi jika ditelusuri lebih jauh, sistem demokrasi juga menimbulkan permasalahan yang cukup pelik. Dengan adanya kebebasan tersebut, maka setiap orang berlomba-lomba mendaftarkan diri untuk menjadi pemimpin -tanpa sadar akan integritas dan kapabilitasnya- sehingga melahirkan pemimpin yang tidak dapat memimpin dengan baik. Bahkan cenderung menipu dan membodohi orang-orang yang dipimpinnya.

Ternyata tidak semua orang dapat menjadi pemimpin. Pemimpin yang dimaksud disini adalah pemimpin yang mahir memimpin. Karena banyak orang yang bisa kalau hanya menjadi “pemimpin”, akan tetapi sedikit sekali orang yang pandai dalam “memimpin”. Oleh karena itu perlu kepekaan dan kecermatan bagi pemilihnya.

Makna dari simbol pemimpin itu sebenarnya adalah mewakili orang-orang yang dipimpinnya dalam rangka mengelola sumber daya yang ada. Dengan ditunjuknya seseorang menjadi seorang pemimpin, maka pada dasarnya ia mendapatkan amanah/perintah dari orang-orang yang dipimpinnya untuk mengatur dan mengelola sumber daya yang dimiliki bersama, untuk digunakan secara bersama-sama agar tercapai tujuan bersama pula. Apa itu tujuan bersama? Tujuan bersama itu pastilah hal-hal yang positif. Karena di manapun kelompok masyarakat di dunia ini tentu menginginkan kehidupan yang berkeadilan, berkemakmuran dan berkesejahteraan.

Lalu apa itu pemimpin dramaturgis? Kenapa pula ia harus diboikot? Saya rasa moment untuk menyuarakan pendapat ini adalah saat yang tepat. Karena tahun ini adalah tahun politik, yang mana masing-masing orang/partai mulai menyiapkan diri untuk menghadapi pemilihan pemimpin bangsa ini 5 tahun kedepan secara besar-besaran pada tahun 2014 nanti. Saya berharap juga bahwa pemilu pada 2014 ini nanti adalah tahun perubahan untuk bangsa ini dengan cara memilih para pemimpin yang bersih, peduli, dan merakyat serta betul-betul mempunyai kapasitas dan integritas untuk memimpin bangsa ini.

Konsep dramaturgis ini merupakan konsep dalam sosiologi. Konsep ini diambil berhubung penulis juga merupakan warga dari disiplin sosiologi. Konsep dramaturgis ini diperkenalkan oleh seorang ahli sosiologi yang bernama Erfing Goffman yang lahir di Canada. Serang doctor lulusan Universitas Chicago. Beliau wafat pada tahun 1982 ketika sedang mengalami kejayaan sebagai tokoh sosiologi dan pernah menjadi professor dijurusan sosiologi Univ. Calivornia Barkeley.

Pernyataan paling terkenal Goffman tentang teori dramaturgis berupa buku Presentation of Self in Everyday Life, diterbitkan tahun 1959. Secara ringkas dramaturgis merupakan pandangan tentang kehidupan sosial sebagai serentetan pertunjukan drama dalam sebuah pentas. Istilah Dramaturgi kental dengan pengaruh drama atau teater atau pertunjukan fiksi diatas panggung dimana seorang aktor memainkan karakter manusia-manusia yang lain sehingga penonton dapat memperoleh gambaran kehidupan dari tokoh tersebut dan mampu mengikuti alur cerita dari drama yang disajikan.

Dalam mazhab di sosiologi, Goffman termasuk tokoh dari aliran paradigma definisi sosial. Paradigma ini menyatakan bahwa yang menjadi kajian sosiologi adalah individu, bukan masyarakat. Jadi teori dramaturgis sendiri menganalis tingkah individu dalam bertindak. Dalam teori dramaturgi-nya, Goffman menjelaskan bahwa kehidupan setiap manusia di dunia ini seperti pertunjukan sebuah drama. Setiap individu pasti mempunyai Front stage (panggung depan) dan Back Stage (panggung belakang). Pada front stage/ di depan publik, maka setiap orang pasti melakukan hal-hal yang menarik untuk dipuji, baik perkataannya maupun perbuatannya. Sedangkan pada back stage-nya, bisa jadi individu tersebut melakukan hal-hal yang bertolak belakang dengan apa yang dilakukannya di front stage.

Memang tidak semua asumsi teori dramaturgi Goffman penulis jelaskan secara rinci ditulisan ini. Penulis hanya mengambil intisarinya saja sesuai dengan pemahaman penulis terhadap asumsi teori itu. Lalu penulis pinjam istilah dramaturgis ini untuk mengelari para pemimpin yang penulis anggap mirip dengan apa yang dijelaskan dalam teori Goffman tersebut.

Pada level tertentu, penulis sepakat dengan apa yang disampaikan oleh Goffman. Akan tetapi tentu tidak semua apa yang dikatakan teori ini benar adanya. Salah satu contoh misalnya, seorang yang melakukan sholat berjama’ah dimasjid. Menurut teori ini, bahwa orang itu hanya ingin dipuji, dan sebenarya ia tidak seperti itu di kesehariannya. Atau sesorang bersedkah di depan umum. Pendek kata, menurut teori ini semua apa yang individu lakukan di front stage, pasti berbeda dengan back stagenya. Padahal tidak semua individu demikian, banyak juga orang-orang yang betul-betul jujur, konsisten dalam berbuat baik di front stage maupun back stage-nya.

Akan tetapi, jika melihat sistem kepemimpinan dalam pemerintahan bangsa kita saat ini, saya mengapresiasi atas sumbangan teori ini. Mengapa demikian? Karena saya melihat banyak pemimpin –walaupun banyak juga yang tidak- yang menjadi pemimpin dramaturgis saat ini, yang mana tidak sesuai apa yang ia katakan dan apa yang ia perbuat. Untuk mendukung argumen tersebut, maka penulis mengemukakan data yang diperoleh dari beberapa situs berikut ini :
  • Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat 24 kepala daerah terjerat kasus korupsi sepanjang 2012 (www.suaramerdeka.com, diakses pada 07/03/2013)
  • Selain kepala daerah, ICW juga mencatat ada 25 anggota DPR dan DPRD yang terjerat kasus korupsi 2012 (www.suaramerdeka.com, diakses pada 07/03/2013)
  • Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Djohermansyah Djohan mengungkapkan, sejak tahun 2004 sampai Februari 2013, sudah ada 291 kepala daerah, baik gubernur/bupati/walikota yang terjerat kasus korupsi. Rinciannya, kata Djohan, Gubernur 21 orang, Wakil Gubernur 7 Orang, Bupati 156 orang, Wakil Bupati 46 orang, Walikota 41 orang dan Wakil Wali-kota 20 orang. Jumlah itu mereka yakini akan membengkak hingga 300 akhir tahun ini (www.rakyatmerdeka.com, diakses pada 07/03/2013)
  • Selain dari lembaga eksekutif, dan legislatif, juga menyeret para Aparatur birokrasi yang terseret jumlahnya saat ini 1.221 orang. Yang telah berstatus tersangka 185 orang, terdakwa 112 orang dan terpidana 877 orang. Sedangkan yang masih saksi mencapai 46 orang,” (www.rakyatmerdeka.com, diakses pada 07/03/2013)
Dari segelintir data tersebut, dapat kita bayangkan betapa dramaturgisnya para pemimpin kita itu. Jika kita ikuti perkataan mereka pada saat kampanye dahulu (front stage), maka tidak ada satupun dari mereka yang terjerat ini yang menyatakan akan melakukan kejahatan. Semua yang mereka janjikan adalah mimpi-mimpi indah tentang kemajuan bangsa dan masyarakat. Akan tetapi, setelah mereka terpilih, tanpa sepengetahuan masyarakat (back stage) mereka mencuri dan merampas harta milik bersama. Dan naifnya, mereka lakukan itu berulang-ulang sebelum ketahuan oleh penegak hukum. Mereka inilah yang penulis sebut sebagai pemimpin dramaturgis, yakni mereka yang tidak konsisten antara perkataan dan perbuatan. Mereka bermain sandiwara di front stage dan back stage.

Untuk lebih jelasnya, penulis akan coba paparkan beberapa indikasi ataupun ciri yang dapat kita lihat dari seorang pemimpin dramaturgis. Pertama, pemimpin dramaturgis memiliki ciri yakni banyak bicara sedikit kerja. Dimanapun dan kapanpun, ia sedikit-sedikit bicara (bukan bicara sedikit-sedikit), sedikit-sedikit memerintah, sedikit-sedikit berceloteh (di televisi atau media cetak), sehingga waktunya banyak dihabiskan untuk bicara saja tanpa ada kerja yang nyata. Padahal pemimpin sejati itu tidak harus banyak bicara, akan tetapi lebih banyak meluangkan waktu untuk mendengar serta lebih banyak bekerja.

Kedua, pemimpin dramaturgis adalah pemimpin yang lebih berorientasi pada popularitas daripada integritas. Inginnya selalu dipuji dan dipuja oleh setiap orang, walaupun cara-cara yang ditempuh mengorbankan integritas. Kita bisa ambil contoh misalnya, seorang pemimpin yang hobi memberikan bantuan kemana-mana, agar terlihat dermawan, dan kadangkala tidak lupa menghubungi media agar ikut peliputan juga. Padahal dana-dana yang dipakai tidak jelas sumbernya, atau sebenarnya uang itu milik negara, akan tetapi sering diklaim sebagai dana pribadi. 

Ketiga, pemimpin dramaturgis biasanya lebih suka kampanye lewat foto daripada ketemu langsung dengan masyarakat. Beribu poster, famflet ataupun baliho ditebar dan dipasang ke setiap pelosok. Kadangkala banyak masyarakat bertanya, bagaimana wajah yang aslinya. Karena kalau melihat wajah yang ada digambar, luar biasa mulusnya (bahkan tanpa bintik hitam sedikitpun) dan begitu mempesona dengan atribut kopiah dan selendang sebagai lambang kesucian. Padahal belum tentu demikian kondisi aslinya. Secara tidak langsung, jika ini terjadi, merupakan sebuah penipuan juga namanya, yakni penipuan lewat gambar. Dari awal kampanye saja sudah kelihatan tidak jujurnya. Bagaimana kalau nantinya sudah terpilih?

Keempat, ciri berikutnya adalah kemunculannya tiba-tiba, layaknya sebagai “dewa penolong”. Biasanya ia mulai tampak ke publik hanya mendekati moment pilkada saja (jika kalah maka akan hilang lagi). Saat ini sangat banyak kita lihat bagaimana kemunculan orang-orang baru saat mendekati proses pilkada. Sering kita dibuat bingung tentang siapa mereka, darimana asal usul mereka, dan apa tujuan mereka. Memang tidak ada salahnya ketika mereka ingin ikut sebuah pesta demokrasi, toh mereka juga anak bangsa. Akan tetapi, yang menjadi permasalahan bagi kita adalah, kemana mereka selama ini? Apa yang telah mereka perbuat terhadap masyarakat? Kadang-kadang yang juga membingungkan kita adalah ketika mendekati moment pilkada, muncul wajah-wajah mereka diberbagai media, diikuti pula oleh berbagai cercaan mereka terhadap kelemahan dan kekurangan pemerintah yang berkuasa. Padahal selama ini mereka diam -entah bersemedi atau bersembunyi- tanpa ikut menawarkan solusi kepada pemerintah.

Penulis rasa cukup dengan beberapa indikator tersebut untuk meng- gambarkan pemimpin dramaturgis, karena penulis berkeyakinan kita semua telah tau ciri-ciri mereka sebenarnya. Ciri-ciri ini dibuat berdasarkan analisa penulis saja. Oleh karena itu bagi yang bersepakat alhamdulillah, kalaupun tidak maka silahkan saja.

Sebagai sesama anak bangsa, perbuatan mereka sungguh menyakitkan hati kita. Tentu kejadian ini jangan terulang kembali! Cukup sudah penderitaan rakyat. Kita harus jeli dalam menilai dan memilih pemimpin kita kedepan. Saat ini moment yang tepat bagi kita untuk melakukan perubahan. Boikot pemimpin dramaturgis!

Tahun 2014 tinggal hitungan bulan. Saat ini semua partai sibuk melakukan penyeleksian bagi orang-orang yang mau mencalonkan diri menjadi para pemimpin bangsa ini. Tidak hanya di DPR, juga disemua lembaga negara, semua orang ingin mencalonkan diri untuk menjadi pemimpin negeri ini. 

Terkhusus untuk kota padang, pesta rakyat lima tahunan akan segera tiba. Masing-masing kandidat mulai bermunculan bak jamur dimusim hujan. Genderang perang siap ditabuh. Rakyat mulai dijajahi dengan berbagai macam dagangan politik. Setiap pedagang melakukan berbagai macam trik dan ragam untuk mempengaruhi selera konsumen. 

Mari kita awasi orang-orang tersebut. Cermati track recordnya. Jangan sampai kita tertipu lagi. Pilihlah pemimpin yang yang benar-benar baik dan pandai dalam memimpin di antara mereka. Bagaimana mereka yang baik dan pandai tersebut? Mereka adalah bukan pemimpin dramaturgis. Masih banyak pemimpin sejati di negeri ini. Jangan pilih hanya karena saudara apalagi karena rupiah. Boikot pemimpin dramaturgis!. (*)

Sepri Yunarman 
Mahasiswa Pascasarjana Sosiologi Unand


posted by @Pengusaha Sukses Bengkulu

KPK Melempem Usut Kasus Century & Hambalang



Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melempem dalam menangani kasus korupsi yang diduga melibatkan penguasa. Kasus bailout Bank Century dan Hambalang membuat KPK tak berdaya.

Institusi pimpinan Abraham Samad itu kerap berdalih belum menemukan cukup bukti terkait dugaan keterlibatan mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono, dan mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam kasus Century.

Menurut anggota Timwas Century, Ahmad Yani, kasus bailout yang merugikan keuangan negara senilai Rp 6,7 triliun itu atas tanggung jawab Boediono. Semasa menjabat gubernur Bank Indonesia, wakil presiden itu sangat berperan penting dalam pengambil kebijakan di BI.

Yani meminta KPK segera menetapkan Boediono dan Sri Mulyani sebagai tersangka. Kasus Century bisa tuntas jika KPK sudah menyeret Boediono dan Sri Mulyani serta menyita aset antaboga.

"Tidak hanya Boediono dan Sri Mulyani, bagaimana juga harus menuntaskan aset antaboga," tegas Yani kepada INILAH.COM, di Jakarta, Jumat (24/5/2013).

Yani menjelaskan, fasilitas pinjaman jangka pendek (FPJP) sebagai bukti bahwa seluruh Dewan Gubernur BI saat ini terlibat termasuk Boediono dan Sri Mulyani selaku pemangku kebijakan tertinggi.

"Kita minta FPJP dulu deh, FPJP itu kan diambil dan diputuskan pejabat Dewan Gubernur Bank Indonesia," tegas politikus PPP tersebut. (yeh)

*inilah.com


posted by @A.history

PKS Kembalilah Ke Jalan Yang Benar



Belakangan kader-kader PKS disibukkan dengan berbagai berita miring di media. Dan yang paling heboh adalah ketika mantan Presiden Partai Mereka Luhtfi Hasan Ishaq (LHI) ditangkap oleh KPK.

Kasus ini terus bergulir setelah Presiden baru mereka Anis Matta mengeluarkan jargon Cinta, Kerja, Harmoni dengan harapan kader memfokuskan diri pada bagian-bagian cinta, kerja dan harmoni.Tapi dengan terus bergulirnya kasus LHI ini ternyata kader-kader PKS kehilangan keseimbangannya dalam mengolah media. Tak sedikit yang harus menghela nafas panjang, menahan cacian, seakan-akan terpaan badai terlalu sulit jika harus mereka hadang.

Kegalauan ditengah-tengah kader PKS ini berhasil dimanfaatkan berbagai lawan politik mereka, mulai dari tak fokusnya pada beberapa pilkada dan tak fokusnya pada kerja-kerja nyata ditengah masyarakat. 

Walaupun mungkin bekerja ditengah masyarakat tapi cyber army yang selalu didengungkan oleh PKS selama ini terlalu sibuk dengan kasus LHI dan tak fokus dengan amal nyata kader-kader PKS-nya.

Kegalauan kader PKS semakin menjadi ketika kasus LHI bergulir pada Darin Mumtazah (DM) yang membuat shock beberapa kader karena pendidikan islam dan moral menjadi acuan mereka dalam berpolitik. Padahal kenyataannya DM sendiri dan ibunya telah berkali-kali melakukan bantahan atas apa yang media beritakan.

Problema yang dihadapi kader PKS saat ini seharusnya tak perlu membuat mereka galau jika mereka memahami berbagai prinsip yang dipegang oleh media dan belajar dari kasus yang sudah-sudah.

Pertama, kader-kader PKS seharusnya memahami media memegang beberapa prinsip dalam menghadirkan ulasan dalam pemberitaannya, 2 hal yang harus cukup dipahami adalah prinsip kepentingan dan keuntungan.

Posisi PKS yang berbasis moral dengan slogan bersih, peduli dan profesional memiliki 2 peran ini secara strategis. Selain bermain pada kepentingan karena media-media Indonesia rata-rata dimiliki oleh pimpinan partai tertentu dan ketika kita berbicara keuntungan maka PKS adalah partai yang memiliki nilai jual sangat tinggi jika dibandingkan dengan partai-partai lainnya di Indonesia.

Jika kader PKS di Indonesia ini dikatakan ada sekitar 700ribuan maka jika ada berita PKS di televisi dan dianggap 60% kadernya menonton maka akan didapatkan angka 400ribuan kader PKS akan menonton tayangan tersebut di seluruh Indonesia. Ini bukan angka yang sedikit dan bisa dipastikan rating iklan akan naik pada jam-jam tayang ini.

Karena 2 peran strategis inilah kader-kader PKS menjadi komoditi yang sangat menghasilkan bagi media yang ada di Indonesia dalam pemberitaan. Tapi kemudian kader-kader PKS tak mencoba memahami hal ini dan justru terjebak pada permainan media untuk mendatangkan keuntungan dalam proses kepentingan. Dan justru anehnya kader PKS juga percaya pada berita salah satu media besar yang justru pernah menampilkan "markus" bayaran dalam pemberitaannya.

Kedua, mungkin kader-kader PKS telah mendengar beberapa berita terkait di tutupnya kasus oleh Polda Sumatera Terkait laporan mantan anggota DPRD Sumbar kepada Gubernur Sumatera Barat, Prof. DR. irwan Prayitno, SPi, MSc atas masuknya proposal Dana Safari Dakwah PKS kedalan APBD Sumatera Barat. 

Kasus ini ditutup karena tidak ditemukannya bukti setelah dilakukan pemeriksaan terhadap 17 orang saksi termasuk saksi ahli.

Diawal mencuatnya kasus ini cukup meresahkan kader-kader PKS, bahkan media sekaliber tempo angkat bicara dalam kasus ini walaupun pada akhirnya kasus ini hanyalah pepesan kosong belaka. 

Tapi ketika mencuatnya kasus ini kader-kader PKS berhasil dialihkan pada hal-hal yang terkait dengan Cinta, Kerja, dan Harmoni dimana justru mereka berhasil memenangkan pilkada Jawa Barat dan Sumatera Utara.

Poin kedua ini ada sebuah jawaban bahwa kegalauan-kegalauan akan berhasil dijalani jika dijawab dengan kerja-kerja nyata, bukan perenungan-perenungan.

Masyarakat Indonesia meyakini bahwa hanya kader-kader PKS yang mau berkontribusi nyata pada bangsa ini. Hanya kader-kader PKS yang mau bekerja, turun kelapangan, walaupun harus mendahulukan orang lain daripada keluarga mereka sendiri. Ini adalah hal yang harus memang diakui oleh masyarakat Indonesia.

Dengan adanya 2 hal ini maka saat ini PKS harus segera kembali pada jalan yang benar. Jalan yang telah digariskan oleh Presiden mereka yang baru Anis Matta yaitu CInta, Kerja dan Harmoni. Kader-kader harus segera menyadari bahwa masyarakat membutuhkan mereka. Hanya kader-kader PKS yang dapat berbuat ditengah-tengah masyarakat, tanpa bayaran dan tanpa balas jasa.

PKS, Kembalilah Kejalan Yang Benar

Wallahualam

Faguza Abdullah


*Islamedia

posted by @A.history

Gubernur Sumbar, Launching Kawasan Rumah Pangan Lestari


Percepatan penganekaragaman konsumsi pangan, merupakan suatu hal yang harus mendapat perhatian serius baik dari Pemerintah maupun oleh masyarakat, sebab dari perkembangan konsumsi penduduk Indonesia saat ini masih menunjukkan kecendrungan belum beragamnya jenis pangan dan keseimbangan gizi yang ditunjukan. Hal demikian disampaikan oleh Gubenur Sumatera Barat Irwan Prayitno, Kamis (23/05) sore, pada acara pencanangan Kawasan Rumah Pangan Lestari di daerah Payo, Kelurahan Tanah Garam, Kecamatan Lubuk Sikarah, Kota Solok.

Menurut Gubenur Sumatera Barat, sebagai bukti akan keseriusan pemerintah terhadap permasalahan ini, Pemerintah telah mengeluarkan sebuah keputusan tentang ketahan pangan dengan Keputusan Presiden No. 22 Tahun 2009, untuk itu kepada masyarakat diharapkan juga bisa menyambut dan menyikapinya dengan serius.

Harapan pada tahun 2012, kecendrungan belum beragamnya jenis pangan dan keseimbangan gizi yang ditunjukan dari skor pola pangan. Untuk Nasional baru mencapai 75,4 % sedangkan untuk sumatera barat anggka PPH masih berkisar 77,5 %,.

Untuk Kota Solok sendiri, Irwan Prayitno menambahkan, bahwa saat ini telah tumbuh sebanyak 15 kelompok dengan anggota masing-masing kelompok sebanyak 10 keluarga, dimana mereka telah melakukan berupa kegiatan, yakni Kawasan Rumah pangan Lestari dengan focus kegiatan yang dilaksanakan oleh para ibu-ibu melalui optimalisasi pemamfaatan perkarangan.

Hal itu merupakan solusi yang tepat untuk menuju kosumsi masyarakat yang beragam, bergizi, seimbang dan aman.

“Selaku Pemerintah serta atas nama masyarakat Sumatera Barat menucapkan terima kasih kepada Kementrian Pertanian melalui Badan Ketahanan Pangan atas diluncurkannya kegiatan Kawasan Rumah Pangan Lestari untuk tahun ini di Propinsi Sumatera Barat “, jelasnya.

Sementara itu Walikota Solok, Irzal Ilyas mengucapkan terima kasih atas telah dialokasikannya dana bantuan social untuk KRPL di Kota Solok. Dengan adanya bantuan sebanyak 15 kelompok wanita di daerah tersebut, maka mereka dapat memamfaatkan dalam berbagai hal untuk menujang program ketahan pangan dengan sasaran optimalisasi pemamfaatan perkaranga.

“kalau program ini berjalan dengan baik tentunya akan bisa menumbuh kembangakan ekonomi masyarakat, dimana setelah mereka konsumsi sendiri tentunya nanti juga bisa mereka pasarkan dengan baik “, jelas Wako Solok.

Sementara itu dipilihnya daerah Payo sebagai tempat dilaksanakannya launcing KRPL ini, lantaran daerah tersebut merupakan kawasan sentra produksi dan kawasan usaha tani terpadu yang berorientasi bisnis, selain itu daerah ini memiliki potensi yang sangat besar dalam pengelolaan Tanaman, Perkebunan dan bahkan Peternakan sendiri. (*)

*padang-today.com

posted by @A.history

Indonesia Bersih



Oleh Irwan Prayitno

Gubernur Sumbar

Sebelum tahun 1970, kondisi Singapura tak jauh berbeda dengan keadaan Indonesia saat ini. Sampah bertebaran di mana-mana, sungai-su­ngai kotor, bau karena dicemari beraneka jenis sampah. Keruwetan ter­lihat jelas di kota pulau be­kas jajahan Inggris yang didiami penduduk beragam etnis tersebut.
Jepang dulu juga de­mikian. Sungai-sungai, pantai dan pelabuhan ter­li­hat jorok dan bau, penuh sampah. Bahkan berbagai limbah industri, termasuk bahan buangan berbahaya (B3) seenaknya digelontorkan ke perairan umum menambah parah pencemaran lingkungan.
Suasana tak nyaman tentu saja jelas terasa. Tak hanya itu, pencemaran lingkungan ternyata juga berdampak terhadap kesehatan manusia. Akibat pencemaran, di Jepang muncul penyakit aneh yang dinamakan itai-itai. Penyakit ini menyebabkan kelumpuhan sistem syaraf manusia yang menyebabkan ia merasa sakit sepanjang hari. Karena itu penderita sepanjang hari mengeluh “itai… itai…” (bahasa Jepang = sakit). Lalu penyakit itu dinamakan itai-itai.
Selanjutnya diketahui bahwa penyakit itai-itai disebabkan oleh pencemaran logam mercuri pada air dan lingkungan. Logam ini masuk melalui air dan makanan ke dalam tubuh manusia, lalu menumpuk (terdeposit) dalam jaringan syaraf manusia. Kejadian inilah yang menyebabkan munculnya penyakit itai-itai yang menimbulkan gangguan sistem syaraf, kelumpuhan, cacat pada bayi, bahkan kematian.
Terpicu oleh kejadian tersebut, pemerintah dan masyarakat Jepang melakukan perubahan. Pemerintah mengeluarkan peraturan ketat untuk mencegah pencemaran lingkungan. Sanksi tegas diberikan bagi pelaku pencemar lingkungan. Perusahaan-perusahaan dan industri harus membuat instalasi pengolahan limbah, agar air buangannya tidak mencemari lingkungan. Sedangkan masyarakat sebagai individu menegakkan disiplin agar tidak menjadi kontributor pencemar lingkungan.
Singapura juga melakukan hal serupa, sejumlah program dibuat untuk menanggulangi pencemaran lingkungan, termasuk sampah-sampah yang bertebaran yang merusak pemandangan dan mencemari lingkungan. Aturan dan sanksi diperketat, disiplin ditegakkan secara tegas, masyarakat mematuhinya dan ikut berkontribusi sebagai penjaga kebersihan, bukan lagi sebagai pencemar.
Hasilnya sekarang bisa kita lihat. Singapura menjelma menjadi negara kecil maju, bersih, tertib dan nyaman. Siapa pun ingin berkunjung, berwisata atau melakukan investasi di Singapura. Jepang apalagi, meski terkenal sebagai negara industri, namun kota-kota di Jepang selalu bersih, rapi dan nyaman. Kualitas kesehatan masyarakat menjadi tinggi tinggi. Karena sehat, rata-rata penduduknya berumur panjang.
Dari contoh dan pengalaman di atas bisa kita simpulkan bahwa kota semrawut, kotor dan kacau balau, bisa diubah menjadi kota yang indah, nyaman dan sehat. Kuncinya adalah tekad dan kemauan serius masyarakatnya untuk berubah dan memperbaikinya menjadi baik. Aturan dan sanksi lalu dibuat pemerintah sebagai kontrol. Namun lebih penting tentu saja kemauan masyarakatnya untuk berubah.
Di Padang yang jumlah penduduknya lebih dari 600 ribu jiwa, bagaimana mungkin masalah sampah dan kebersihan bisa diselesaikan hanya oleh sekitar 50 orang petugas kebersihan? Tentu saja justru peran serta masyarakat sangat dibutuhkan dan lebih dominan.
Menjaga kebersihan dan menciptakan lingkungan nyaman bisa dimulai dari hal-hal kecil. Setiap keluarga menjaga kebersihan dan kenyamanan lingkungan di rumah masing-masing. Sekolah-sekolah juga menciptakan kenyamanan dan kebersihan di lingkungannya masing-masing. Sedangkan setiap kantor juga menjaga kebersihan, menciptakan kenyamanan dan keindahan di lingkungan masing-masing. Mushala dan masjid bersama jamaahnya juga menjaga kebersihan dan kenyamanan di lingkungan masing-masing.
Insya Allah jika hal itu dilakukan, tanpa terasa kita telah memperbaiki kualitas lingkungan kita serta kulitas hidup kita. Jika hal itu dilakukan di semua kota di Indonesia dan seluruh Indonesia, kita yakin negara yang kita yang indah ini menjadi negara yang bersih dan nyaman. Kesejahteraan akan datang menyusul. (*)
Padang Ekspres 24 Mei 2013
posted by @A.history

Pesan

More on this category »

Popular Post

 
Support : Creating Web | PKS Padang | Mas Temp
Copyright © 2011. PKS KOTA PADANG - All Rights Reserved
Template Created by PKS Padang Published by Mas Temp
Proudly powered by Blogger