Powered by Blogger.
Humas PKS Ikuti Worshop Jurnalistik Pada Rapat Koordinasi
Humas PKS se-Sumatera Barat melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor) yang berlangsung pada tanggal 4 - 6 November 2022 di Padang, Senin (5/11) ...
Search This Blog
Latest Post
April 17, 2015
JAKARTA (17/4) - Kemunculan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tidak bisa dilepaskan dari situasi politik dalam negeri dan internasional yang berlangsung pada awal tahun 1980-an hingga akhir rezim Orde Baru tahun 1998. PKS lahir dan memberi warna baru bagi politik Islam di Indonesia.
posted by @Adimin
Dialog dgn Mahasiswa Malaysia, Anis Matta Bicara Sejarah PKS
Written By mediapkspadang on 17 April, 2015 | April 17, 2015
JAKARTA (17/4) - Kemunculan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tidak bisa dilepaskan dari situasi politik dalam negeri dan internasional yang berlangsung pada awal tahun 1980-an hingga akhir rezim Orde Baru tahun 1998. PKS lahir dan memberi warna baru bagi politik Islam di Indonesia.
Hal itu dikatakan Presiden Anis Matta dalam dialog dengan sekitar 40 mahasiswa dari University of Malaya, Malaysia, di bilangan Kuningan, Jakarta, Kamis (16/4/2015) malam.
Anis mengatakan sejarah pergerakan dan politik Indonesia terpolarisasi pada tiga aliran ideologi utama, yaitu Islam, Nasionalisme, dan Sosialisme. Dialog dan dialektika ketiga ideologi utama ini menimbulkan gejolak sosial dan dinamika politik yang selalu hangat sejak kemunculan Budi Utomo, Sarekat Islam, Sumpah Pemuda, hingga lahirnya Indonesia sebagai negara dan berkembang sampai saat ini.
Menurut Anis Matta, kelahiran PKS merupakan salah satu bagian dari dinamika pertarungan di antara ketiga ideologi utama ini.
"Kemudian tahun 1979 ada Revolusi Iran. Revolusi ini menjadi inspirasi bagi kami di sini. Setelah itu tahun 1980-an Tembok Berlin runtuh. Dan tahun 1990 Uni Sovyet juga runtuh. Situasi-situasi internasional ini berdampak pada politik dalam negeri, yang secara tidak langsung mendorong gerakan tarbiyah di kampus-kampus tahun 1980-an," kata Anis.
Anis juga menjelaskan salah satu problem utama gerakan dan partai politik Islam di berbagai negara adalah kesulitan dalam mengintegrasikan antara Islam sebagai ideologi dan nilai, dengan keinginan masyarakat atas kebutuhan hidup mereka.
"Saya kira ini juga yang berlaku di partai Islam di Malaysia. Keberhasilan partainya Erdogan di Turki, karena sudah berpengalaman naik-turun sejak tahun 1962, dan mereka tahu mengintegrasikan antara bagaimana memenuhi kebutuhan masyarakat dengan nilai-nilai Islam," ucapnya.
Salah seorang mahasiswa juga bertanya bagaimana penerimaan masyarakat Indonesia yang non-muslim terhadap PKS yang berbasis ideologi Islam.
"Di wilayah Indonesia Timur, ada pengurus PKS yang berasal dari kalangan Kristen. Ada pendeta yang menjadi pimpinan di PKS di Papua, karena 90 persen di sana Kristen," jawab Anis.
Dialog yang berlangsung selama dua jam tersebut ditutup dengan saling tukar cinderamata. Selain berkunjung ke PKS, para mahasiswa tersebut berencana melakukan kunjungan muhibah ke sejumlah kampus di Jakarta untuk berdialog tentang gerakan mahasiswa. [pks.id]
Label:
TOKOH,
TOPIK PILIHAN
April 17, 2015
JAKARTA (16/4) – Peringatan konferensi Asia Afrika di Bandung pada 24 April 2015 nanti menjadi momentum refleksi bagi seluruh Negara Asia Afrika bahwa semangat awal peristiwa bersejarah ini ialah keinginan memperjuangkan kemerdekaan dan menghilangkan segala bentuk penjajahan di atas muka bumi.
posted by @Adimin
Anis Matta : Solusi Damai di Palestina PR bagi Negara-Negara Asia Afrika
JAKARTA (16/4) – Peringatan konferensi Asia Afrika di Bandung pada 24 April 2015 nanti menjadi momentum refleksi bagi seluruh Negara Asia Afrika bahwa semangat awal peristiwa bersejarah ini ialah keinginan memperjuangkan kemerdekaan dan menghilangkan segala bentuk penjajahan di atas muka bumi.
Hal tersebut disampaikan Presiden PKS Anis Matta melalui akun twitter nya @anismatta, Kamis (14/6).
"Konferensi Asia Afrika bukan sekedar regionalisme karena jarak antar negara yang begitu jauh. Ini adalah kesadaran atas nasib yang sama dan solidaritas" tulisnya.
Lebih jauh Anis Matta menyampaikan bahwa sudah waktunya Konferensi Asia Afrika membangun kesadaran baru tentang solidaritas bagi negara-negara yang sedang memperjuangkan kemerdekaannya.
"Termasuk mencari solusi damai untuk Palestina, ini PR bagi Negara-Negara dikawasan Asia Afrika" pungkasnya sambil menegaskan bahwa perdamaian di Palestina akan menjadi sumber perdamaian dunia.
Seperti yang kita ketahui, Palestina sudah berada di bawah jajahan Israel sejak tahun 1948 dan hingga kini masih terus berjuang untuk memperoleh kemerdekaan. Sudah menjadi kewajiban bangsa-bangsa di Asia dan Afrika yang dulunya disatukan oleh semangat melawan penjajahan untuk mendukung segala upaya Negara Palestina dalam meraih kemerdekaannya.
Keterangan Foto:
Presiden PKS Anis Matta (kanan) dalam acara Nonton Bareng Film Guru Bangsa Tjokroaminoto Bersama Fraksi PKS DPR RI di Cinema XXI, Plaza Senayan Jakarta, Kamis (16/04/2015).
[pks.id]
posted by @Adimin
Label:
TOKOH,
TOPIK PILIHAN
April 17, 2015
posted by @Adimin
Inilah Tokoh-tokoh yang Berpeluang Jadi Ketua Syuro PKS
JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) telah menggelar Pemilu Raya (Pemira) untuk menentukan anggota majelis syuro. Ketua Lajnah Pemira PKS, Sumandjaja mengatakan sudah ada 66 nama anggota majelis syuro yang terpilih. Nama anggota syuro itu disaring dari sekitar 300-an nama yang masuk ke Lajnah Pemira PKS.
PKS belum dapat mengumumkan 66 nama hasil pemira yang digelar akhir Maret kemarin. Sebab hasil itu baru akan dilaporkan secara resmi awal Mei dalam sidang. Hal itu sekaligus dilakukan pelantikan pada 66 nama anggota syuro yang sudah masuk tersebut.
Setelah itu, baru anggota syuro akan menggelar sidang untuk menentukan ketua majelis syuro periode 2015-2020. Menurutnya untuk menjadi ketua syuro harus memenuhi syarat-syarat khusus yang sudah ditentukan.
Misalnya, minimal berumur 40 tahun, memiliki masa keanggotaan minimal 12 tahun sebagai kader ahli di PKS. Meskipun, ketua majelis syuro saat ini, Hilmi Aminuddin masih memiliki peluang memimpin majelis syuro, namun ada tokoh lain yang dapat menjadi pesaing Hilmi Aminuddin sebagai ketua majelis syuro.
"Ada tokoh lain yang peluangnya sama, seperti Hidayat Nur Wahid (HNW), Anis Matta, Tifatul Sembiring, maupun Surachman Hidayat," katanya Republika, Kamis (16/4).
Selain tokoh-tokoh itu, masih ada tokoh lain yang juga memiliki peluang yang sama. Untuk menjadi calon ketua majelis syuro, kata Sumandjaja, harus dicalonkan minimal satu anggota majelis syuro. Mereka yang sudah dicalonkan akan memaparkan visi misi serta kesediaannya dicalonkan.
"Kalau mereka menerima apa visi misinya, kalau menolak apa alasannya, kalau penolakan tidak diterima anggota majelis maka otomatis langsung menjadi calon ketua majelis syuro," jelasnya.
Setelah ada beberapa calon ketua majelis syuro, maka anggota majelis syuro akan musyawarah untuk memilih siapa yang akan menjadi ketua majelis syuro selanjutnya. [ROL]
posted by @Adimin
Label:
SEPUTAR PKS,
TOPIK PILIHAN
April 17, 2015
posted by @Adimin
Pelajaran Penting dari Cokroaminoto Menurut Anis Matta
JAKARTA (16/4) – Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anis Matta mengatakan, Haji Oemar Said (HOS) Cokroaminoto memiliki dua peran besar dalam sejarah Indonesia. Pertama, kata Anis yaitu sebagai guru bangsa.
"Beliaulah yang menyatukan antara ide nasionalisme dan keislaman. Bahkan sebelum Indonesia lahir sebagai sebuah bangsa, dan ide tentang kebangsaan digarap oleh beliau," kata Anis sesaat sebelum nonton bareng film Guru Bangsa Cokroaminoto, di Plaza Senayan, Jakarta (16/4).
Anis melanjutkan, Cokroaminoto menjadi guru bangsa karena di rumahnyalah lahir para pemimpin bangsa.
"Beliau sebagai guru bangsa karena semua pemimpin bangsa yang sesudahnya itu lahir dari rumah beliau," ujar Anis.
Kedua, lanjut Anis, peran terbesar Cokroaminoto adalah mengkonsolidasikan elit baru Indonesia.
"Seperti yang kita tahu sejarah di Indonesia, elit-elit baru Indonesia itu biasanya datang dari kaum terpelajar. Biasanya juga dibayang-bayangi oleh para pedagang pribumi. Nah elit-elit baru Indonesia yang muncul dari dunia pendidikan ini kemudian dikonsolidasi oleh Pak Cokroaminoto dalam satu ide tentang Indonesia, sebuah bangsa baru, sebuah negara baru," papar Anis.
Menurutnya, bahwa semua hal-hal besar yang dilakukan sebagai bangsa terjadi pada saat elit-elit Indonesia sedang terkonsolidasi dengan baik.
"Sewaktu elit terkonsolidasi dengan baik pada zaman Pak Cokroaminoto, lahirlah pemimpin-pemimpin baru yang kemudian membawa Indonesia merdeka. Sementara, waktu kaum elit terkonsolidasi pada era Soekarno, kita berhasil mempertahankan kemerdekaan kita. Sewaktu kaum elit terkonsolidasi pada zaman orde baru, lahir sebuah negara moderen yang kuat," tutur Anis.
Maka yang perlu dipelajari dari film Guru Bangsa Cokroaminoto, kata Anis, adalah 16 tahun berjalannya demokrasi justru elit-elit Indonesia terfragmentasi sangat luas.
"Para elit terpecah-pecah sangat luas. Karena itu, siapapun yang memimpin, menjadi tantangan pertamanya adalah menyatukan para elit-elit Indonesia, mengkonsolidasi para elit Indonesia, saya kira itu pelajaran yang sangat penting," pungkas Anis. [pks.id]
Label:
SEPUTAR PKS,
TOKOH,
TOPIK PILIHAN
April 17, 2015
Anis Matta Ajak Pengurus PKS Nonton Film 'Guru Bangsa Tjokroaminoto'
Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Anis Matta mengajak para pengurus partainya menyaksikan film 'Guru Bangsa Tjokroaminoto'.
Nonton bareng tersebut digelar di XXI Plaza Senayan, Jakarta, Kamis (16/4/2015).
Nonton bareng tersebut dimulai pada pukul 15.00 WIB di studio 5 XXI Plaza Senayan. Puluhan pengurus partai dan kader PKS memenuhi studio yang dijadwalkan memutar film 'Guru Bangsa Tjokroaminoto' tersebut.
Selama kurang lebih dua jam, Anis Matta beserta pengurus PKS menyaksikan film drama tersebut. Turut hadir pula dalam acara nonton bareng tersebut Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini.
Film terbaru berjudul 'Guru Bangsa Tjokroaminoto' (2015) ini dibintangi oleh aktor dan aktris papan atas seperti Reza Rahardian, Tanta Ginting, Putri Ayudya, Egi Fedly, Chelsea Islan, Maia Estianty (cucu kandung HOS Tjokroaminoto), Alex Komang, Ibnu Jamil, Deva Mahendra, Sujiwo Tejo, Christine Hakim. [tribunnews.com]
posted by @Adimin
Label:
SEPUTAR PKS,
TOKOH,
TOPIK PILIHAN
April 17, 2015
DR. Adian Husaini
posted by @Adimin
Pemblokiran Media Islam dan Jebakan Huntington [2]
DARI kasus doktrin ‘preemptive strike’
ini tampak bagaimana pola pikir ‘bahaya Islam’ atau ‘ancaman Islam’
yang dikembangkan ilmuwan seperti Huntington, berjalan cukup efektif.
Dengan doktrin itu, AS dapat melakukan berbagai serangan ke sasaran
langsung, meskipun tanpa melalui persetujuan PBB. Pola pikir Huntington,
bahwa ‘Islam’ lebih berbahaya dari ‘komunis’ juga tampak mewarnai
kebijakan politik dan militer AS tersebut.
Tentu saja, yang penting kemudian adalah
pendefinisian siapa yang dimaksud sebagai “musuh baru yang lebih bahaya
dari komunis?” Dalam Who Are We? Huntington menyebut, yang
disebut sebagai Islam militan bukan hanya Usama bin Ladin atau al-Qaida
group. Tetapi, banyak kelompok lain yang bersifat negatif terhadap AS.
Kata Huntington, sebagaimana dilakukan oleh Komunis Internasional dulu,
kelompok-kelompok Islam militan melakukan protes dan demonstrasi damai,
dan partai-partai Islam ikut bertanding dalam pemilihan umum. Mereka
juga melakukan kerja-kerja amal sosial.
Dengan definisi dan penggambaran seperti
itu, banyak kelompok Islam yang dimasukkan ke dalam kategori militan,
dan layak diserang secara dini. Tanpa menampilkan sebab-sebab dan fakta
yang komprehansif, misalnya, Huntington menulis, bahwa selama beberapa
dekade terakhir, kaum Muslim memerangi kaum Protestan, Katolik, Kristen
Ortodoks, Hindu, Yahudi, Budha atau Cina. (In recent decades, Muslims have fought Protestan, Catholic, and Orthodox Christians, Hindus, Jews, Buddhists, and Han Chinese). Ia
tidak menjelaskan, apakah dalam kasus-kasus itu kaum Muslim diperangi
dan dizalimi, atau Muslim yang memerangi. Dalam menyinggung kasus
Bosnia, misalnya, dia tidak memaparkan bagaimana kaum Muslim menjadi
korban kebiadaban yang tiada tara di Bosnia. Dan ketika itu, AS dan
sekutunya menjadi penonton yang baik atas pembasmian umat Muslim.
Samantha Power, dalam bukunya “A Problem from Hell: America and The Age of Genocide” (London:
Flamingo, 2003), membongkar habis-habisan sikap tidak peduli AS
terhadap praktik pembasmian umat manusia di berbagai tempat, termasuk di
Bosnia. Buku ini memenangkan hadiah Pulitzer tahun 2003.
Dalam kasus Bosnia, tulis Samantha, AS bukan hanya tidak berusaha
menghentikan pembasmian etnis Muslim, tetapi malah memberi jalan kepada
Serbia untuk melaksanakan kebiadaban mereka. (Along with its European allies, it maintained an arms embargo against the Bosnian Muslims from defending themselves). Untuk Bosnia, Samanta yang menjadi saksi berbagai kebiadaban Serbia di Bosnia, menulis judul “Bosnia: No More than Witnesses at a Funeral”.
Sebagaimana ilmuwan “neo-orientalis”
lainnya, seperti Bernard Lewis, Huntington juga tidak mau melakukan
kritik internal terhadap kebijakan AS yang imperialistik – sebagaimana
banyak dikritik oleh ilmuwan-ilmuwan seperti Noam Chomsky, Paul Findley,
dan Edward Said. Ia tidak mengakui bahwa kebijakan AS yang membabi buta
mendukung kekejaman dan penjajahan Israel adalah keliru dan menjadi
satu sebab penting tumbuhnya ketidakpuasan dan kemarahan kaum Muslim dan
umat manusia. Ia hanya mau menunjukkan bahwa Islam adalah potensi musuh
besar dan bahaya bagi Barat dan AS khususnya. Ia menampilkan polling-polling
di sejumlah negeri Islam yang menunjukkan, sebagian besar kaum Muslim
sangat tidak menyukai kebijakan AS. Misal, sebuah polling di sembilan
negara Islam, antara Desember 2001-Januari 2002, menampilkan realitas
opini di kalangan Muslim, bahwa AS adalah “kejam, agresif, sombong,
arogan, mudah terprovokasi dan bias dalam politik luar negerinya.”
Tetapi, Huntington tidak mau menampilkan
fakta bahwa kebencian masyarakat Barat (Eropa dan rakyat AS sendiri)
terhadap kebijakan-kebijakan politik AS juga sangat besar. Bahkan, jauh
lebih besar dari apa yang terjadi di kalangan Muslim. Di dunia Islam,
tidak ada demonstrasi besar-besaran diikuti ratusan ribu sampai jutaan
orang dalam menentang AS seperti yang terjadi di berbagai negara Eropa
dan di dalam AS sendiri. Banyak ilmuwan dan tokoh AS, seperti Prof.
Chomsky, William Blum, yang tanpa ragu-ragu memberi julukan AS sebagai ‘a leading terrorist state’, atau ‘a rogue state’.
Karena itu, sangatlah naif, bahwa ilmuwan seperti Huntington ini justru
mencoba menampilkan fakta yang tidak fair dan sengaja membingkai Islam
sebagai musuh baru AS. Bahkan ia menyatakan, “The rhetoric of
America’s ideological war with militant communism has been transferred
to its religious and cultural war with militant Islam.”
Huntington, Bernard Lewis, dan
kawan-kawannya terus berkampanye agar negara-negara Barat lain juga
mengikuti jejak AS dalam memperlakukan Islam sebagai alternatif musuh
utama Barat, setelah komunis. John Vinocur, dalam artikelnya berjudul “Trying to put Islam on Europe’s agenda”, (International Herald Tribune, 21 September 2004), mencatat, “But Huntington insists Europe’s situation vis-à-vis Islam is more acute.”
Skenario inilah yang dirancang kelompok “Neo-konservatif” di AS, yang
beranggotakan Yahudi-Zionis, Kristen fundamentalis, dan ilmuwan
konfrontasionis. (Lihat buku The High Priests of War “ (Washington DC: American Free Press, 2004), karya Michel Colin Piper).
Tanpa pendefinisian yang jelas terhadap
“Islam militan”, maka itu akan menyeret kaum Muslim lainnya. Itu,
misalnya, menimpa Thariq Ramadhan dan Yusuf Islam, yang dilarang
memasuki AS. Begitu juga ribuan warga Muslim yang menerima perlakuan
tidak manusiawi. Dalam sub-bab berjudul “The Search for an Enemy”,
Huntington mencatat, bahwa pasca Perang Dingin, AS memang melakukan
pencarian musuh baru, yang kemudian menemukan musuh baru bernama “Islam
militan”, setelah peristiwa WTC. Huntington menulis: “Some
Americans came to see Islamic fundamentalist groups, or more broadly
political Islam, as the enemy, epitomized in Iraq, Iran, Sudan, Libya,
Afghanistan under Taliban, and to lesser degree other Muslim states, as
well as in Islamic terrorist groups such as Hamas, Hezbollah, Islamic
Jihad, and the al-Qaeda network… The cultural gap between Islam and
America’s Christianity and Anglo-Protestanism reinforces Islam’s enemy
qualifications. And on September 11, 2001, Osama bin Laden ended
America’s search. The attacks on New York and Washington followed by the
wars with Afghanistan and Iraq and more diffuse “war on terrorism” make
militant Islam America’s first enemy of the twenty-first century.”
Di sini, tampak, bahwa sangatlah sulit
dunia Islam menerima standar AS dalam soal Islam militan. Dunia Islam,
misalnya, secara keseluruhan tetap menolak memasukkan Hamas di
Palestina, sebagai kelompok teroris, sebab mereka melakukan perjuangan
membebaskan negeri mereka dari penjajahan Israel. Buku Who Are We? memang masih merupakan kelanjutan garis berpikir Huntington dalam soal Islam dari buku The Clash of Civilizations. Sebagaimana
Lewis, Huntington sudah jauh-jauh hari mengingatkan Barat agar mereka
waspada terhadap perkembangan Islam. Sebab, Islam adalah satu-satunya
peradaban yang pernah menggoyahkan dan mengancam peradaban Barat. (Islam is the only civilization which has put the survival of the West in doubt, and it has done at least twice).
Karena itulah, Huntington memperingatkan,
pertumbuhan penduduk Muslim merupakan satu faktor destabilitas terhadap
masyarakat Muslim dan lingkungannya. Jumlah besar kaum muda Muslim
dengan pendidikan menengah akan terus memperkuat kebangkitan Islam dan
militansi Islam, militerisme, dan imigrasi. Hasilnya, pada awal-awal
abad ke-21, Barat akan menyaksikan kebangkitan kekuatan dan kebudayaan
non-Barat dan sekaligus benturan antar-masyarakat non-Barat atau dengan
Barat.
Sebagaimana buku The Clash of Civilizations, buku Who Are We? perlu
dicermati dalam konteks skenario politik global terhadap Islam, yang
sebenarnya merupakan satu upaya “viktimisasi Islam” untuk menutupi
berbagai kesalahan kebijakan AS dan sejumlah sekutunya.
Kini, silakan dicermati, mengapa situs-situs Islam itu diblokir? Allah Maha Tahu dan Allah tak pernah tidur
DR. Adian Husaini
posted by @Adimin
Label:
REFLEKSI,
TOPIK PILIHAN