Powered by Blogger.
Humas PKS Ikuti Worshop Jurnalistik Pada Rapat Koordinasi
Humas PKS se-Sumatera Barat melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor) yang berlangsung pada tanggal 4 - 6 November 2022 di Padang, Senin (5/11) ...
Search This Blog
Latest Post
January 01, 2018
hidayatullah.com
posted by @Adimin
Kewajiban Ulama Menjelaskan Ilmu, Haram Menyembunyikannya
Written By NeO on 01 January, 2018 | January 01, 2018
SEBAGAIMANA diharamkan bagi seorang berbicara dalam
perkara agama yang ia tidak ketahui, maka seseorang juga diharamkan
untuk menyembunyikan perkara agama yang ia ketahui, seperti keterangan
dan petunjuk yang telah Allah jadikan bermanfaat bagi manusia.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya, orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah
Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk,
setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu
dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat
melaknati, kecuali mereka yang telah tobat dan mengadakan perbaikan dan
penerangan (kebenaran). Maka, terhadap mereka itu Aku menerima tobatnya
dan Akulah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” (Al-Baqarah: 159-160)
Kedua ayat di atas diturunkan berkenaan dengan Ahli Kitab dari para
pendeta Yahudi dan rahib Nasrani, yang menyembunyikan ciri-ciri Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam
dalam kitab-kitab suci mereka, melalui penghapusan, penyembunyian,
ataupun melalui penyelewengan mereka. Namun, lafal ini berarti umum, dan
mencakup setiap orang yang melakukan penyembunyian informasi agama
Allah yang harus disebarluaskan.
Seorang alim ulama tidak diperbolehkan dalam hal apa pun
menyembunyikan ilmu yang bermanfaat. Barangsiapa bertujuan seperti itu,
maka ia telah berbuat maksiat dan berdosa.
Jika ia tidak bertujuan untuk menyembunyikan ilmu, dan ketika itu
terdapat orang yang bertugas menyampaikan penerangan, penyampaian dan
dakwah, maka ia akan dimaafkan dosanya. Karena sesungguhnya penerangan
merupakan kewajiban fardhu kifayah. Jika kewajiban ini telah
dilaksanakan oleh sebagian orang, maka sebagian yang lainnya akan gugur
kewajiban. Kondisi ini ketika jumlah para mubaligh dan dai-dai
berkecukupan, dan mereka orang-orang yang beruntung, sebagaimana telah
Allah jelaskan dengan firman-Nya,
“Hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyuruh
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang
munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali-Imran: 104).
Hukum memberikan penerangan menjadi wajib atas seorang alim ulama
jika ia ditanya oleh seorang penanya yang meminta petunjuk dalam satu
perkara dari berbagai perkara agama yang mendesak, yaitu perkara yang
tidak dapat diundur-undur lagi. Dalam kondisi ini, seorang alim ulama
tidak diperbolehkan menyembunyikan ilmunya, dengan mengandalkan kepada
ulama yang lainnya. Hal itu supaya si penanya tidak bimbang antara
memilih yang ini atau yang itu, selama hal ini tidak di luar batas
kemampuannya.
Abu Hurairah meriwayatkan dari Nabi, beliau bersabda,
“Barangsiapa yang ditanya tentang ilmunya, lalu ia menyembunyikannya,
maka pada hari kiamat ia akan dikekang dengan kekangan api neraka.”
(HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi).
Hal itu karena yang menjadi hak bagi seorang penanya atas seorang
alim adalah agar si alim ulama menjawab pertanyaan dan mengajarinya,
selama si penanya tidak mencari-cari kesalahan dan memfasih-fasihkan
suaranya, yaitu mencari-cari hal-hal yang aneh dan
permasalahan-permasalahan yang diputarbalikkan. Umar r.a. pernah
menghukum seorang penanya yang melakukan hal seperti itu.
Seorang alim ulama diharamkan tutup mulut dari memberikan keterangan
ilmiah melalui lisan ataupun tulisan. Jika tutup mulutnya itu
berkonsekuensi pada kesamaran antara yang benar dan yang batil,
bercampur-aduknya yang halal dengan yang haram, dan bercampurnanya yang
makruf dengan yang munkar, maka ia harus memberikan keterangan untuk
menghilangkan kekeliruan dan memperjelas yang benar. Karena posisi
keterangan di sini, termasuk dalam persaksian (syahadah) yang haram
untuk disembunyikan.
Allah berfirman,
“Janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian.
Barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang
yang berdosa hatinya.” (QS. al-Baqarah: 283)
Al-Qur’an telah memberikan kepada kita contoh tentang ulama buruk
dari orang-orang Yahudi dan Nasrani, yang berani menyembunyikan apa yang
telah diwahyukan Allah, dengan tujuan untuk mencari kemuliaan dunia.
Lalu Allah melaknat mereka supaya menjadi pelajaran bagi kita.
Allah berfirman,
“Sesungguhnya, orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah
diturunkan Allah, yaitu Al-Kitab dan menjualnya dengan harga yang
sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke
dalam perutnya melainkan api. Allah tidak akan berbicara kepada mereka
pada hari kiamat, tidak akan mensucikan mereka, dan bagi mereka siksa
yang amat pedih. Mereka itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan
petunjuk dan siksa dengan ampunan. Maka, alangkah beraninya mereka
menentang api neraka.” (QS. Ali-Imran: 174-175).
Sesungguhnya, dalam ancaman yang keras ini terselip pesan bagi
orang-orang yang mengenakan jubah ulama yang senang berdekatan dengan
raja-raja yang fasik dan pemimpin-pemimpin yang zalim, dan mereka yang
menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahuinya. Mereka adalah
ulama yang menghalalkan bagi mereka (para raja dan pemimpin yang fasik)
sesuatu yang telah haram, menjauhkan dari tanggung jawab mereka dari
tuntutan kewajiban, dan mensuplai mereka dengan fatwa-fatwa yang telah
dipersiapkan bagi setiap bid’ah yang mereka ciptakan dan bagi setiap
kemungkaran yang mereka kerjakan
hidayatullah.com
posted by @Adimin
Label:
OASE,
SLIDER,
TOPIK PILIHAN