Powered by Blogger.
Humas PKS Ikuti Worshop Jurnalistik Pada Rapat Koordinasi
Humas PKS se-Sumatera Barat melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor) yang berlangsung pada tanggal 4 - 6 November 2022 di Padang, Senin (5/11) ...
Search This Blog
Latest Post
July 12, 2015
Oleh: Ahmad Kholili Hasib
posted by @Adimin
Islamisasi Pemikiran di Bulan Ramadhan
Written By Sjam Deddy on 12 July, 2015 | July 12, 2015
Bulan suci Ramadlan merupakan momentum tepat untuk membersihkan
virus-virus pemikiran. Termasuk virus liberal dan pluralism agama
SALAH satu produk dari
sekularisasi pemikiran adalah pemisahan antara ilmu dan agama. Ilmu
pengetahuan tidak dikaitkan dengan agama. Agama tidak mendapatkan tempat
dalam proses pengetahuan. Akibatnya adalah, agama tidak menjadi
parameter untuk mengukur benar dan salahnya suatu pengetahuan. Inilah
salah satu wujud liberalisasi pemikiran.
Liberalisasi pemikiran dan agama cenderung
menggiring kepada penistaan dan desakralisasi agama. Sebab,
sekularisasi membenci ajaran agama. Seseorang yang membenci agama
hatinya terkotori oleh hawa nafsu dan jauh dari Allah. Bentuk-bentuk
penghujatan itu bervariasi, mulai menghujat al-Qur’an hingga melegalkan
perkawinan sejenis. Jika diamati, penistaan-penistaan terhadap ajaran
Islam lebih terkesan emosional, mengumbar nafsu kebencian daripada kesan
akademik dan intelek.
Banyak di antara hujatan aktivis liberal
yang telah terekam media. Ada yang pernah mengatakan bahwa al-Qur’an
telah mengalami copy-editing yang dilakukan sahabat. Wujud al-Qur’an
bukan murni kalamullah. Seorang aktivis menulis bahwa Islam adalah
ajaran oplosan, campuran berbagai ajaran agama-agama. Ada cendekiawan
muda yang menista keagungan Allah sambil mengatakan “Memuja matahari itu
jauh lebih penting dari memuja selainnya. Dia selalu memberi kita pagi
yang indah ini”.
Jadi, Liberalisasi dan sekularisasi
sesungguhnya tidak menididik intelektual kaum Muslim, tapi membuka kran
pemikiran yang tidak bermoral. Problemnya kembali kepada hati dan
pikiran yang tidak bersih dari konsep-konsep pemikiran asing. Karena
mereka berdiri menentang hukum Allah. Kadangkala umat Islam tidak
tersadar mendukung kampanye sekularisasi. Oleh sebab itu, hati dan
pemikiran yang sekular harus diobati dengan membersihkan dari hawa
nafsu, untuk lebih dekat kepada Allah.
Bulan suci Ramadlan merupakan momentum
tepat untuk membersihkan virus-virus pemikiran. Ramadlan merupakan
‘madrasah’ untuk membersihkan hati manusia dan membakar (ramadl) kotoran
dosa dan nafsu. Ia juga disebut bulan ilmu. Di bulan suci ini Allah
subhanahu wa ta’ala untuk pertama kali menyeru manusia untuk membaca
(iqra’) melalui ayat pertama yang diturunkan kepada Nabi
Muhammadshalallahu ‘alaihi wa sallam. Pembersihan hati diproses melalui
aktifitas keilmuan.
Bulan ini layaknya madrasah yang
dipersiapkan untuk mencetak individu-individu beradab (insan adabi).
Suasana bulan suci dengan semarah ibadah dan mengaji sangat mendukung
untuk melakukan proses islamisasi pemikiran. Masyarakat muslim biasanya
lebih taat ibadah pada bulan ini. Kemaksiatan juga relatif berkurang.
Oleh karena itu, aktifitas ini melibatkan pemikiran sekaligus hati.
Karena dalam Islam, ilmu harus dikaitkan dengan iman. Proses pembersihan
ini dapat disebut ‘Islamisasi’. Islamisasi adalah pembebasan jiwa dan
pikiran manusia dari unsur kebudayaan dan ajaran yang berlawanan dengan
Islam.
Jiwa yang Islami menurut Syed Naquib
al-Attas adalah jiwa yang akal dan bahasanya tidak terkungkung oleh
mitos, animisme dan budaya sekularisme. Setelah dilakukan pembersihan
terhadap unsur asing itu, maka jiwa dan pikiran dimasuki unsur-unsur
Islam. Mengembalikan hati untuk kembali beriman, membersihkan pemikiran
untuk patuh kepada syariat Allah. Di bulan Ramadlan, umat Islam dilatih
melawan hafwa nafsu. Terutama nafsu yang menentang hukum Allah.
Islamisasi pemikiran berarti memperbaiki
iman. Ilmu yang dimiliki seorang Muslim harus berdimensi iman. Mindset
pemikiran harus ditimbang dengan keyakinan asas dalam Islam, seperti
faham tentang Allah, konsep manusia, konsep hidup, konsep jiwa dan
faham-faham kunci lainnya. Karena berdimensi iman, maka epistemologi
Islam selalu bertaut dengan teologi secara dinamis.
Problem-problem pemikiran seperti maraknya
ideologi pluralisme, feminisme, relativisme, sekularisme, dan lain-lain
merupakan problem keyakinan. Keyakinan dan hati yang rusak tidak mampu
mengontrol pemikiran dan prilakuknya untuk menentang hukum Allah.
Oleh sebab itu, tazkiyatun nafs (pembersihan jiwa) dapat disebut juga proses tazkiyatu al-fikr (pembersihan
pemikiran) sekaligus pembersihan iman. Dengan demikian, langkah
mengislamkan pemikiran yang pertama-tama perlu dilakukan adalah dengan
mengikuti petunjuk riyadlah al-nafs (melatih jiwa melawan hawa nafsu) seperti yang dijelaskan oleh imam al-Ghazali dalam kita Ihya’ Ulumuddin.
Keyakinan-keyakinan materialistik dalam hati harus dibersihkan. Sebab,
hati dan pikiran itu mengontrol dan membentuk perilaku. Beradab atau
bi-adabnya perilaku dipengaruhi oleh bersih dan kotornya jiwa.
Jadi, Ramadlan adalah ‘madrasah’ untuk
mengislamkan jiwa dan pikiran. Jiwa dan pikiran yang Islami, yaitu yang
bersih, selalu patuh dan tunduk kepada syariat Allah, beradab, bermoral
dan terbebas dari kekuasaan nafsu untuk membenci agama. Jiwa dan
pikiran yang patuh kepada-Nya terisi nilai-nilai suci, tiada nilai lain
kecuali nilai Islam dan kebenaran.
Ramadhan sengaja menjadi tempat untuk
mencetak jiwa-jiwa Islami, bukan jiwa yang sekular. Perbanyaklah ibadah,
sering-seringlah mengikuti kajian ilmu. Sekali-kali jangan beri
kesempatan nafsu untuk menguasai jiwa selama bulan puasa. Jika seusai
Ramadlan jiwa kita tetap sekular, maka kita gagal beribadah puasa
Ramadlan. Maka, siapkanlah diri sejak sekarang
Oleh: Ahmad Kholili Hasib
posted by @Adimin
Label:
HIKMAH,
TOPIK PILIHAN