Powered by Blogger.
Humas PKS Ikuti Worshop Jurnalistik Pada Rapat Koordinasi
Humas PKS se-Sumatera Barat melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor) yang berlangsung pada tanggal 4 - 6 November 2022 di Padang, Senin (5/11) ...
Search This Blog
Latest Post
August 07, 2017
posted by @Adimin
PKS: Tolak Perppu Ormas karena Tak Sesuai Pancasila dan UUD 1945
Written By NeO on 07 August, 2017 | August 07, 2017
“Fitnah politisi NasDem
(Viktor) di NTT, tapi malah didukung oleh kawan-kawannya di Nasdem tersebut,
terbukti lagi bahwa Perppu itu memang pasal karet yang represif," kata
Hidayat Nur Wahid.
Sejak
awal, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengkritik Perppu Ormas karena banyaknya
pasal karet dalam Perppu itu yang dapat menghadirkan tindakan-tindakan yang
bertentangan dengan prinsip HAM dan hukum.
Jelas
Wakil Ketua Majelis Syura PKS Hidayat Nur Wahid (HNW). Korban pasal karet
Perppu Ormas ini pun sudah banyak kata dia.
Seperti
gerakan Pramuka yang pencairan dananya ditunda oleh Kemenpora karena Ketua
Kwarnasnya dituduh terkait Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), atau orang yang demo
Perppu Ormas dituding kroni HTI.
Hal
itu ia sampaikan menyikapi tuduhan provokatif kader Partai NasDem, Viktor
Bungtilu Laiskodat, di Kupang, NTT, awal Agustus lalu. Viktor menuduh PKS dan
sejumlah partai lain menolak Perppu Ormas karena mendukung kelompok ekstremisme
dan “negara khilafah”.
“Fitnah politisi NasDem
(Viktor) di NTT, tapi malah didukung oleh kawan-kawannya di Nasdem tersebut,
terbukti lagi bahwa Perppu itu memang pasal karet yang represif, karena
mengasumsikan bahwa menolak Perppu berarti anti Pancasila dan NKRI dan jadi
kroni HTI,” ujar HNW
Padahal, jelas HNW, PKS
menolak Perppu Ormas justru karena tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
Dan karena Perppu itu membahayakan NKRI.
Selain
oleh PKS, tambahnya, Perppu Ormas juga ditolak oleh lembaga dan LSM peduli hukum
dan HAM yang tak mendukung HT, seperti; LBH se-Indonesia, Komnas HAM, KontraS,
PSHK, dan pusat-pusat kajian hukum di kampus-kampus, serta yang lain-lain.
“Sekalipun
kami berbeda dengan HTI yang tolak demokrasi dan lain-lain. Kami justru
pergunakan demokrasi sebagai wasilah sarana perjuangkan maslahat umat, dan
jauhkan mereka dari madharrat
termasuk madharrat
Perppu pasal karet yang potensial disalahgunakan untuk kembalikan rezim yang
dzalim dan otoriter,” jelas Wakil Ketua MPR RI ini.
posted by @Adimin
Label:
SLIDER,
TOPIK PILIHAN
August 07, 2017
Masalah Bangsa: Masalah tentang Manusia
Oleh: Arif Munandar Riswanto
posted by @Adimin
Segala kerusakan politik, ekonomi, dan sosial merupakan cermin dan ranting dari akar masalah yang besar, yaitu manusia
SAAT ini, bangsa ini sedang menghadapi
masalah-masalah besar. Penegakan hukum yang tidak adil, kesenjangan
kehidupan kaya-miskin, penistaan agama, money politics, kezaliman
penguasa, korupsi, dan lain sebagainya adalah sedikit contoh dari banyak
fenomena bahwa bangsa ini memang sedang dilanda masalah-masalah besar.
Masalah-masalah besar tersebut akhirnya menyebabkan kegaduhan yang
besar serta menghabiskan energi dan ongkos yang tidak sedikit.
Sehari-hari bangsa ini pun disuguhi oleh kegaduhan yang seolah-olah
tiada henti.
Apalagi di zaman perkembangan arus informasi yang seperti tanpa
batas. Setiap orang bisa menulis, memberikan opini, menyebarkan berita,
membentuk image, dan membuat kepalsuan dengan bebas. Sebuah fenomena
yang akan merusak dan meruntuhkan otoritas.
Mungkin banyak di antara kita yang bertanya: apa akar penyebab dari
masalah-masalah besar tersebut? Apakah ia disebabkan oleh iklim
kehidupan politik yang tidak kondusif, kesenjangan ekonomi, atau
nilai-nilai Pancasila dan Kebhinekaan yang tidak diamalkan dengan
baik?Banyak orang yang berpendapat bahwa akar masalah dari bangsa ini
adalah politik. Artinya, jika kehidupan politik sudah baik, maka bangsa
ini akan menjadi baik. Jika masalah asasinya adalah politik, maka
solusinya pun adalah politik.Pun begitu dengan orang-orang yang
berpandangan bahwa akar masalahnya adalah ekonomi, sosial, atau
nilai-nilai Pancasila dan Kebhinekaan yang tidak diamalkan dengan baik
oleh masyarakat.
Jika kita renungkan lebih dalam, pada hakikatnya, akar masalah besar
bangsa ini adalah manusia.Masalah bangsa ini adalah masalah tentang
manusia. Masalah-masalah politik, ekonomi, sosial dan lain-lain hanyalah
ranting yang mudah dilihat oleh semua orang dari pohon besar yang
bermuara pada akar yang sama, yaitu manusia.
Masalah-masalah tersebut adalah cermin dari fenomena manusia
Indonesia.Hal ini berarti juga, jika akar dari masalah-masalah besar
bangsa ini tidak diperbaiki, masalah-masalah tersebut akan terus-menerus
terulang. Mungkin bentuk dari masalah tersebut bisa berbeda dari satu
generasi ke generasi lain, tapi hakikatnya selalu sama. Dengan kata
lain, jika manusia-manusia Indonesia tidak dididik untuk menjadi manusia
yang baik (al-insān al-ṣāliḥ), bisa dipastikan
pemimpin-pemimpin zalim, para penista agama, dan koruptor-koruptor baru
akan terus-menerus lahir dari satu generasi ke generasi lain.Siapa yang
menyangka bahwa pergantian politik dari Orde Baru ke Reformasi justru
tidak bisa membuat kehidupan bangsa menjadi lebih baik. Ia menunjukkan
bahwa pemimpin yang baru tidak dijamin bisa menjadi lebih baik dari
pemimpin sebelumnya.
Padahal, dalam iklim demokrasi seperti zaman sekarang, untuk
mengganti seorang pemimpin saja pasti memerlukan ongkos yang sungguh
sangat besar. Karena pemimpin baru ternyata tidak lebih baik dari
pemimpin sebelumnya, lagu-lagu indah tentang pembangunan, perubahan, dan
kebebasan ketika Orde Baru diturunkan mulai terasa seperti fatamorgana
di tengah sahara. Akhirnya banyak individu yang ingin kembali ke zaman
Orde Baru.
Hakikat Manusia
Di dalam Islam, hakikat tentang manusia (yang meliputi ajaran-ajaran
tentang siapa dirinya, tujuan hidup di dunia, akhlak, dan kebahagiaan)
termasuk ke dalam salah satu ajaran asasi agama.Bahkan,al-Attas
memasukkan hakikat manusia ke dalam salah satu unsur penting
metafisikaIslam, yang dalam banyak hal berkaitan sangat erat dengan
psikologi jiwa manusia (Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysics of Islam
[Kuala Lumpur: ISTAC, 2001], 143-176).Al-Attas adalah salah seorang
ilmuwan Muslim besar yang memberikan perhatian besar terhadap manusia.
Dalam tradisi Islam,para ilmuwan yang memiliki perhatian besar
terhadap hakikat manusia adalah ilmuwan-ilmuwan yang memiliki
pandangan-pandangan besar dalam metafisika Islam (Filsafat, Kalam, dan
Tasawuf).
Manusia diciptakan oleh Allah memiliki dua karakteristik: jiwa dan
tubuh. Yang pertama merujuk kepada hakikat sebenar manusia ketika dia
mengatakan “aku”dimana jiwa, kemuliaan, akhlak, dan kebahagiaan hakiki
berasal, sedangkan yang kedua merujuk kepada potensi hewani. Para ulama
menyebut hakikat jiwa pertama dengan jiwa rasional (al-nafs al-nāṭiqah) sedangkan yang kedua disebut jiwa hewani (al-nafs al-ḥayawāniyyah).Ini yang kemudian disebut oleh para ulama bahwa manusia adalah ḥayawān al-nāṭiq.Jiwa
rasional adalah jiwa yang membedakan manusia dengan makhluk-makhluk
lainnya dimana kemuliaan, akhlak mulia, dan kebahagiaan berasal,
sedangkan jiwa hewani adalah jiwa yang betul-betul identik dengan hewan.
Karena memiliki sifat hewani, jiwa hewani harus diatur oleh jiwa
rasional dengan baik. Menurut Fakhr al-Dīn al-Rāzī, jiwa hewani yang
harus diwaspadai oleh manusia wujud dalam tiga kekuatan: nafsu syahwat,
nafsu amarah, dan nafsu kekayaan atau kekuasaan (Fakhr al-Dīn al-Rāzī, Mafātīḥ al-Ghayb, 32 vols. [Beirut, Dār al-Fikr, 1981]: 1: 258).
Agar berhasil dalam hidup, manusia harus mengatur kedua hakikat jiwa
tersebut dengan baik. Jiwa rasional harus senantiasa ada di atas dan
mengatur jiwa hewani. Namun sebaliknya, jika jiwa hewani justru yang
lebih dominan untuk kemudian menjadi raja dalam kerajaan manusia,
manusia akan berubah menjadi seperti hewan, bahkan bisa lebih buruk
daripada hewan (QS al-Aʿrāf [7]: 179). Dalam kondisi seperti itu, maka
akan lahir kesengsaraan (al-shaqāwah) dan akhlak yang hina dari manusia.
Karena memiliki kedua potensi jiwa tersebut, manusia layaknya seperti kerajaan, yaitu kerajaan kecil (microcosmos).
Fakhr al-Dīn al-Rāzī misalnya menyebut bahwa manusia pada
hakikatnyaseperti kerajaan; jiwa rasional seperti seorang raja; indera
eksternal dan internal seperti tentara; anggota-anggota badan seperti
warga negara; syahwat dan amarah seperti musuh yang selalu berusaha
untuk menghancurkan kerajaan dan membunuh warga negara.
Jika raja mampu mengendalikan musuh, negara akan stabil dan jauh dari konflik (Fakhr al-Dīn al-Rāzī, Kitāb an-Nafs wa ar-Rūḥ wa Syarḥ Quwāhumā, ed. Muḥammad Ṣaghīr Ḥasan al-Maʿṣūmī [Islamabad, Islamic Research Institute: t.t.], 79-84).
Kedua hakikat jiwa yang ada di dalam diri manusia senantiasa tarik
ulur dan berperang seumur hidup. Yang satu sering berusaha untuk
mengalahkan yang lain.
Di sini kita bisa melihat bahwa pada hakikatnya seluruh manusia aktif
dalam “politik”, yaitu politik untuk mengatur kerajaan diri sendiriyang
berlaku seumur hidup dan disamakan dengan jihad paling besar (al-jihād al-akbar).
Namun, karena semua orang memahami politik hanya sebatas hubungan
manusia dengan negara, manusia banyak yang tidak menyadari dan gagal
melaksanakan tugas-tugas politik untuk mengatur kerajaan diri sendiri.
Ini yang kemudian menyebabkan kerusakan besar dimana-mana, termasuk
bangsa Indonesia
posted by @Adimin
Label:
SLIDER,
TOPIK PILIHAN