pic

Powered by Blogger.

Humas PKS Ikuti Worshop Jurnalistik Pada Rapat Koordinasi

Humas PKS se-Sumatera Barat melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor) yang berlangsung pada tanggal 4 - 6 November 2022 di Padang, Senin (5/11) ...

Search This Blog

Latest Post

Lima Langkah Memperkuat Ikatan Ukhuwah Islamiyah

Written By NeoBee on 13 October, 2018 | October 13, 2018



Siapa melapangkan kesulitan saudaranya di dunia ini, Allah akan melapangkan pula orang itu dari malapetaka hari kiamat


Rasulullah pernah membuat gambaran indah tentang persaudaraan antar pemeluk agama Islam. Beliau melukiskan bahwa persaudaraan dalam ikatan keislaman itu seperti satu tubuh. Beliau bersabda:

مثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وتَرَاحُمِهِمْ وتَعاطُفِهِمْ، مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَداعَى لهُ سائِرُ الْجسدِ بالسهَرِ والْحُمَّى
“Perumpamaan orang-orang yang beriman, dalam saling mencintai, saling menyantuni sesama mereka, adalah laksana kesatuan tubuh. Apabila satu bagian dari tubuh itu menderita sakit, maka seluruh badan turut merasakannya.” (HR. Muslim)

Sungguh indah apa yang disampaikan oleh Nabi. Betapa erat, dekat, dan akrab hubungan sesama muslim. Meski pun ada perbedaan: perbedaan mazhab, politik, warna kulit, suku dan bangsa, namun kita tetap satu tubuh, kita tetap harus saling bersaudara dalam ikatan keislaman. Inilah yang disebut ukhuwah islamiyah.

Ukhuwah Islamiyah mudah diucapkan, tapi yang sulit adalah praktik dan aplikasinya dalam berbagai situasi serta kondisi kehidupan sehari-hari. Namun, perlu disadari bahwa mewujudkan persaudaraan Islam dalam arti yang sebenarnya merupakan kewajiban setiap Muslim.

Meski tak ada pakta perjanjian tertulis, namun umat Islam karena ikatan keislamannya haruslah memandang sesama Muslim sebagai saudaranya atas dasar kesamaan pandangan hidup. Segala yang merusak ukhuwah Islamiyah harus dijauhi.

Setidaknya ada lima hal yang harus kita lakukan untuk membentengi persatuan kita sesama umat Islam. Kelima hal ini termasuk dalam hak dan kewajiban ukhuwah yang ditetapkan dalam Islam.

Pertama, menutup aib saudara seiman. Rasa-rasanya tidak ada manusia yang terbebas dan bersih dari aib, cacat dan kekurangan diri. Setiap orang pasti punya kelemahan. Karenanya, tidak selayaknya kita menjadi bak bunyi pepatah, “Gajah di pelupuk mata tak tampak, namun kuman di seberang lautan tampak.”

Kita harus mampu menahan diri untuk tidak membuka aib saudara kita. Kita jaga kehormatan mereka. Kita tutupi kekurangan dengan saling melengkapi dan menyempurnakan. Tidak dengan mengumbar aib mereka yang dapat menimbulkan ketersinggungan hingga berujung pada permusuhan.

Rasulullah bersabda,
مَنْ رد عن عرض أخيه كان له حجابا من النار
“Barangsiapa membela kehormatan saudaranya (sesama Muslim), maka hal itu menjadi penghalang untuknya dari api neraka.” (HR Tirmidzi). Sabda Nabi  berikutnya: “Adalah kejahatan bagi seorang Muslim mempermalukan saudara Muslim lainnya.” (HR Muslim).

Kedua, memaafkan saudara seiman. Langkah kedua ini diperlukan dalam hubungan kita sebagai makhluk sosial. Di sela interaksi sosial yang kita lakukan mungkin ada friksi dan hal-hal lain yang mengakibatkan kesalah-pahaman.

Tak ada gading yang tak retak. Tak ada manusia yang lepas dari kesalahan. Karena pada dasarnya manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Namun, sebaik-baik manusia yang berbuat salah adalah yang segera menyadari, meminta maaf, menerima maaf, dan bertaubat.

Rasulullah bersabda,
تُفْتَحُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْإِثْنَيْنِ، وَيَوْمَ الْخَمِيسِ، فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لَا يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا، إِلَّا رَجُلًا كَانَتْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ، فَيُقَالُ: أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا، أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا، أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا
“Pintu-pintu Surga dibuka pada hari Senin dan Kamis. Ampunan Ilahi dilimpahkan kepada setiap hamba yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu, kecuali yang menyimpan dendam kepada saudaranya. Tentang mereka dikatakan: Tunggu, tunggu, tunggu, sampai mereka berbaikan.” (HR Muslim)

Ketiga, melepaskan kesulitan sesama Muslim. Jika kita diminta untuk memilih antara kemudahan dan kesulitan, nyaris setiap kita lebih suka kemudahan dan tidak menginginkan kesulita. Namun, hidup tidak selalu berjalan mulus. Ada rintangan dan hambatan yang membuat perjalanan hidup tidak seperti yang diharapkan.

Kesulitan yang timbul terkadang membuat sebagian orang kehilangan orang-orang yang disayangi. Musibah gempa bumi dan tsunami di Palu serta Donggala adalah potret buram tentang betapa kesulitan itu dalam sekejap menghilangkan apa yang dimiliki. Rumah, kendaraan, keluarga, bisa lenyap dalam hitungan detik. Hanya dalam sekejap semua luluh lantak. Semuanya lenyap digoncang gempa bumi, lenyap oleh hantaman tsunami. Innaa lillaah wa innaa ilaihi rooji’uun ..

Kewajiban kita sebagai sesama muslim yang saling bersaudara, adalah membantu mereka. Kita sisingkan lengan. Kita kenyangkan perut mereka yang lapar. Kita obati yang sakit. Kita kasihi mereka yang berduka. Kita hapus air mata kesedihan mereka. Kita bahagiakan dengan apa yang mampu kita berikan.
Duka mereka adalah duka kita. Kebahagiaan mereka juga kebahagiaan kita. Rasa sakit yang tengah mereka rasakan juga rasa sakit bagi kita. Kita seharusnya tidak merasa nyaman dengan apa yang menimpa dan menindih mereka. Oleh karena itu, Rasulullah bersabda:

مَنْ فَرَّجَ عَنْ أَخِيهِ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الْآخِرَةِ، وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيه، وَمَنْ سَتَرَ عَلَى أَخِيهِ الْمُسْلِمِ سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَة
“Siapa yang melapangkan kesulitan saudaranya dari kesulitan hidup di dunia ini, Allah akan melapangkan pula orang itu dari malapetaka hari kiamat. Allah tetap akan menolong seorang hamba, selama hamba itu sudi menolong saudaranya. Siapa yang menutup aib (malu) orang Islam, Allah akan menutupi aib orang itu di dunia dan akhirat.” (HR Muslim, Abu Daud, Turmidzi).

Keempat, berbaik sangka kepada sesama Muslim. Sikap baik sangka tidak berarti kita kehilangan kewaspadaan terhadap potensi kejahatan seseorang. Baik sangka adalah akhlak yang diajarkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala kepada para hamba-Nya. Kita dianjurkan untuk berbaik sangka kepada saudara kita. Tidak mudah terjebak dalam buruk sangka yang bisa mengakibatkan gangguan dalam hubungan antara sesama kita.

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain.” (Al-Hujurat: 12).

Kelima, berdoa untuk sesama Muslim, baik semasa hidupnya maupun setelah wafat. Doa yang baik akan kembali kepada kita yang mendoakannya. Demikian pula sebaliknya. Kita doakan saudara-saudara kita yang dekat atau jauh. Kita kirimkan doa terbaik kita untuk seluruh umat Islam khususnya mereka yang sakit, terkena musibah, tertimpa kesulitan, maka kita pun akan mendapatkan kebaikan dan pahala dari doa kita sendiri.

Salah satu contoh doa yang diabadikan oleh Allah Subhanahu Wata’ala adalah:
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْأِيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَحِيم
“Tuhan! Beri ampun kepada kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami; janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Tuhan! Engkau Maha Penyantun lagi Maha Pengasih.” (Al-Hasyr: 10).

Inilah lima langkah untuk membentengi dan memperkuat tali persaudaraan sesama pemeluk Islam. Persatuan tidak sebatas teori di atas kertas yang disampaikan dalam bentuk ceramah dan tulisan. Persatuan itu harus kita hadirkan dan kita wujudkan dalam bentuk membela serta kehormatan saudara-saudara kita. Kita realisasikan dengan saling memaafkan, saling tolong menolong, berbaik sangka, dan saling mendoakan. Wallaahu a’lam bis shawaab.*/Ali Akbar bin Muhammad bin Aqil
 

posted by @Adimin

Memberantas Hoax Dimulai dari Elit Politik

Para elit politik dan tokoh bangsa negeri ini bersama-sama bersinergi untuk memberantas hoax dengan memberi keteladanan



AKHIR zaman ditandai oleh menyebarnya banyak kebohongan, kedustaan atau hoax. Sabda nabi:

يَكُونُ فِي آخِرِ الزَّمَانِ دَجَّالُونَ كَذَّابُونَ، يَأْتُونَكُمْ مِنَ الْأَحَادِيثِ بِمَا لَمْ تَسْمَعُوا أَنْتُمْ، وَلَا آبَاؤُكُمْ، فَإِيَّاكُمْ وَإِيَّاهُمْ، لَا يُضِلُّونَكُمْ، وَلَا يَفْتِنُونَكُمْ
“Akan muncul di akhir zaman para Dajjal, Pembohong yang mendatangkan kepada kalian hadis-hadis yang kalian sendiri tidak pernah mendengarnya, demikian pula bapak-bapak kalian. Jauhkanlah diri kalian dari mereka dan upayakan agar mereka menjauhi kalian. Jangan sampai mereka menyesatkan kalian dan menggelincirkan kalian ke dalam fitnah.” (HR. Muslim)

Dalam hadits tersebut, disebut kata “dajjāl” dan “kadzdzāb”, yang berarti banyak berdusta, Ini menunjukkan betapa kebohongan sudah begitu massif. Sebelum dajjal asli datang, memang terdapat tanda-tanda jelas yang mengiringinya: banyak tipuan, orang jujur didustakan, pembohong dibenarkan, orang amanah dianggap khianat dan yang khianat dianggap amanah. (HR. Ahmad)

Dalam kondisi yang penuh hoax dan ketidakjelasan tersebut, muncullah orang yang disebut “Ruwaibidhah” yaitu orang yang pandir serta tidak memiliki kualifikasi keahlian tapi berbicara banyak hal yang tak dikuasinya. Akibatnya, banyak sekali orang yang disesatkan akibat ulahnya.

Di era digital seperti saat ini, khususnya dalam negeri, terlebih sejak kran kebebasan reformasi terbuka lebar, hoax laksana air bah yang menghantam jagat media. Perbedaan haluan politik atau apapun bisa melahirkan hoaxhoax yang destruktif.

Bayangkan! Misalnya, adanya bencana –seperti di Lombok dan Palu– bukan malah dijadikan evaluasi bersama untuk berbenah dan membantu saudara, malah ada yang memanfaatkannya untuk keuntungan pribadi dengan menyebar berita hoax yang meresahkan masyarakat.

Persoalan ini mengimbas hampir pada segenap lapisan masyarakat. Dalam ranah sosial terjadi krisis tabayyun. Budaya asal share yang fasilitasnya tersedia di berbadai aplikasi media sosial menyeruak begitu saja tanpa ada klarifikasi. Yang penting diri, kelompok atau dukungannya senang, maka masa bodoh dengan tabayyun.

Terlebih, dalam dunia perpolitikan nasional, khususnya menjelang Pilpres, masing-masing dari kubu –bisa saja—terutama pendukung fanatic, mempro duksi hoax demi kepentingan pihak yang didukung. Ini bukan berarti semua politisi itu suka menyebar hoax, namun lebih kepada fakta di lapangan yang menunjukkan seringkali perbedaan pendapat atau pandangan dijustifikasi dengan hoax.

Kasus baru-baru ini yang mengguncang media terkait hoax aktivis bernisial RS, adalah bukti bahwa hoax begitu subur, terutama bila menyangkut masalah politik. Dari sini, penulis berpikir bahwa jika mau memberantas hoax, maka –disamping peran aktivitas individu– harus dimulaik dari para elit atau tokoh-tokoh politik. Jika mereka berada di garda depan dalam memberi keteladanan untuk tidak menyebar hoax dengan menyiapkan berbagai sarana dan prasarananya, maka masyarakat bisa meneladaninya.

Persoalan hoax ini sejatinya harus ditangani dan ditangkal secara bersama-sama. Menarik sekali apa yang ditulis oleh Lukman Hakiem dalam buku “Merawat Indonesia: Belajar dari Tokoh Peristiwa” (2017: 101, 102) Dulu, di tahun 1955, pimpinan PKI dan Masyumi bersama-sama menanggulangi berita bohong (hoax) yang berujung bentrok fisik.

Alkisah, pada tahun itu (1955) di Jawa Barat, ada orang Masyumi yang meninggal dalam keadaan yang mencurigakan. Kabar burung, desas-desus di masyarakat dengan cepat menyebar luas bahwa kematian orang Masyumi itu dikaitkan dengan oknum PKI. Ironisnya, berita yang belum tentu benar itu diekspos sedemikian oleh media yang membuat suasana semakin panas.

Menanggapi tuduhan itu, PKI langsung mengirim utusan kepada Pimpinan Masyumi Jawa Barat dan Bandung (Rusjad Nurdin dan Suriatmadja). Kemudian kedua partai ini melakukan penyelidikan bersama-sama. Ternyata, menurut petunjuk pemeriksaan awal, korban meninggal itu bukan akibat pembunuhan tapi mati normal.

Setelah diadakan tabayyun dan klarifikasi secara baik oleh para pemimpin parta politik, masalah desas-desus yang dipropagandakan media itu akhirnya bisa teratasi. Dan konflik antara pengikut keduanya pun bisa dihindarkan dengan baik.

Dari contoh sejarah itu, penulis membayangkan, jika para elit politik dan tokoh bangsa negeri ini bersama-sama bersinergi untuk memberantas hoax dengan memberi keteladanan yang baik berawal dari diri mereka sendiri, kemudian tak turut menyebarkan berita hoax demi keuntungan pribadi, lalu disediakan sarana dan prasarana anti hoax yang disosialisasikan kepada masyarakat secara berkesinambungan, niscaya hoax tak menggurita di negeri ini. Minimal, masing-masing masyarakat punya kesadaran dan filter terhadap merebaknya berita-berita hoax (bohong).

Ada pribahasa menarik terkait kebohongan yang diangkat oleh Ahmad Mahmud Faraj dalam “Belajar Bersahabat: Petunjuk Nabi Agar Menjadi Pribadi Menarik dan Menyenangkan” (2013:139) yang bisa direnungkan, “Orang yang senang menyusu pada kebohongan, dia akan sulit menyapih dirinya.”*/Mahmud Budi Setiawan



 

posted by @Adimin

Pesan

More on this category »

Popular Post

 
Support : Creating Web | PKS Padang | Mas Temp
Copyright © 2011. PKS KOTA PADANG - All Rights Reserved
Template Created by PKS Padang Published by Mas Temp
Proudly powered by Blogger