Powered by Blogger.
Humas PKS Ikuti Worshop Jurnalistik Pada Rapat Koordinasi
Humas PKS se-Sumatera Barat melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor) yang berlangsung pada tanggal 4 - 6 November 2022 di Padang, Senin (5/11) ...
Search This Blog
Latest Post
November 23, 2013
posted by @Adimin
Mengapa Suami Cenderung Tidak Romantis di Mata Istri ?
Written By Sjam Deddy on 23 November, 2013 | November 23, 2013
Banyak istri mengeluhkan suami yang kehilangan romantisme. Dulu saat
masih masa pacaran, tampak sisi romantisme yang membuat mereka
berinteraksi secara intim dan mesra. Demikian pula saat pengantin baru,
sisi-sisi romantisme masih dirasakan. Namun seiring perjalanan waktu,
istri mulai mengeluhkan sikap suami yang cenderung pasif dan kehilangan
romantisme. Interaksi dan komunikasi setelah berumah tangga semakin lama
semakin mengalami penurunan baik kualitas maupun kuantitas.
“Mengapa engkau tidak pernah lagi memuji dan merayuku? Dulu engkau
bisa berlaku romantis, sekarang sudah tidak bisa lagi”, keluh Mia kepada
Bayu, suaminya.
“Kita sudah tambah tua, anak sudah besar, apa iya disuruh seperti
anak muda pacaran yang suka merayu…. Ingat Ma, kita sudah tidak muda
lagi…”, jawab Bayu.
“Apakah pasangan umur empat puluhan seperti kita sudah tidak layak
untuk romantis lagi Pa? Kita ini belum terlalu tua…” sergah Mia tidak
mau mengalah.
Apakah yang terjadi pada Bayu dan Mia? Sebenarnya ini bukan soal
“salah siapa”, namun hanya persoalan perbedaan khas antara dunia
laki-laki dan dunia perempuan. Mereka saling tidak memahami ada yang
berbeda di antara suami dan istri, sehingga menimbulkan suasana saling
heran bahkan saling menyalahkan satu dengan yang lain.
Apa yang Terjadi Pada Suami?
Secara umum, laki-laki cenderung memiliki “zona nyaman” dalam suatu
hubungan. Sebelum memiliki istri, ia berusaha mendapatkan istri yang
ideal menurut standar kelelakiannya, dan untuk itu ia rela melakukan
apapun demi mendapatkan calon pendamping hidupnya. Seorang lelaki
berusaha mengejar dan mendapatkan perempuan yang menarik dan membuatnya
tergila-gila, yang diharapkan menjadi istri. Ia melakukan berbagai usaha
agar bisa mendapatkan perempuan tersebut, walau kadang harus bersaing
dengan banyak lelaki lain.
Namun setelah memiliki istri, laki-laki mulai memasuki zona nyaman.
Ia merasa aman, tidak perlu mengejar atau melakukan usaha untuk
mendapatkan pendamping hidup, karena sudah ada di sampingnya. Ketika
sudah memasuki zona nyaman dalam hubungan, laki-laki merasa bisa fokus
pada hal lain dalam hidupnya tanpa harus memusingkan lagi urusan mencari
pendamping hidup. Ia bisa fokus pada karier, pekerjaan, organisasi,
hobi, dan lain sebagainya, dan yakin bahwa istri juga nyaman berada di
sampingnya.
Pada beberapa kalangan suami, ketika sedang berduaan dengan istri,
tidak masalah bila dia asyik membaca koran, menonton berita di TV atau
bekerja di laptop, dan istrinya pun asyik membaca buku atau memainkan
blackberry. Saling sibuk dan asyik mengerjakan urusan masing-masing,
adalah sebuah kedamaian dan kebahagiaan tersendiri bagi beberapa
kalangan laki-laki. Baginya, itu sudah lebih dari cukup. Maka laki-laki
terkesan berubah menjadi lebih cuek setelah menikah, padahal itu artinya
dia sudah merasa nyaman dan stabil dengan istrinya.
Sikap seperti inilah yang oleh kebanyakan istri disebut sebagai tidak
romantis dan tidak peduli. Di mata istri, suami kehilangan romantisme
setelah berumah tangga, apalagi ketika sudah menempuh masa yang panjang.
Padahal suami merasa tidak ada yang berubah dari dirinya. Bahkan dia
merasa sudah sedemikian nyaman hidup berumah tangga, dan heran mengapa
sang istri masih mencari-cari kekurangannya.
Apa yang Terjadi pada Istri?
Di sisi lain, perempuan memerlukan “perhatian yang konsisten” dalam
suatu hubungan. Istri ingin diperlakukan secara romantis, sedikit
dicemburui, dirayu, dipuji, butuh bermesraan, dan lain sebagainya.
Apalagi bila sebelum menikah dulu si laki-laki sudah tampak romantis,
maka perempuan memiliki ekspektasi yang tinggi bahwa suaminya akan
semakin romantis setelah menikah. Banyak perempuan menginginkan romance
dan drama dalam suatu hubungan, dia ingin melihat suaminya berusaha
membahagiakan dirinya. Bahkan cukup dengan melihat usahanya saja,
perempuan sudah merasa bahagia. Karena itu, ketika sedang berduaan,
wanita akan mengeluh bila suaminya asyik bekerja di laptop atau
memainkan blackberry tanpa mempedulikannya.
Ketika istri sedang berduaan dengan suami di rumah dan melihat suami
sibuk melakukan aktivitas di komputer atau handphone, istri akan
berpikir, “Mengapa aku dicuekin begini? Sudah dia super sibuk, jarang di
rumah, begitu di rumah malah asyik dengan aktivitasnya sendiri. Mungkin
dia sudah tidak sayang lagi padaku….” Padahal yang ada di dalam pikiran
suami adalah, “Ada kamu di sini saja, aku sudah senang. Sekarang aku
bisa beraktivitas dengan tenang….”
Istri berpikir, “Kenapa asyik dengan laptop atau handphone saat
berduaan dengan aku? Kamu kan bisa melakukan itu saat di kantor. Mengapa
engkau tidak peduli kepadaku?” Sementara suami berpikir, “Kenapa harus
nungguin aku yang lagi kerja di laptop? Kamu kan bisa mengerjakan hal
lain, nonton TV, baca koran atau baca buku atau apapunlah yang
menyenangkanmu…”
Apabila berulang kali mengalami kejadian seperti ini, istri akan
mulai mengeluh pada suami. Lama kelamaan keluhan ini berubah menjadi
tuntutan. Tanggapan suami biasanya tersinggung dan membela diri, karena
merasa tidak melakukan kesalahan apapun. Istri menuduh suami tidak peka,
tidak romantis dan tidak pengertian, sedangkan suami menuduh istri
banyak menuntut dan mencari-cari masalah. Akibatnya pertengkaran pun
terjadi dan saling menyalahkan satu sama lain. Hanya karena keduanya
tidak mengerti kebutuhan pasangannya, dan tidak tahu apa yang harus
dilakukan.
Saling Memahami, Saling Kompromi
Dalam kejadian seperti yang dialami oleh Mia dan Bayu di atas,
sebenarnya tidak ada yang perlu disalahkan. Keduanya hanya perlu dilatih
dan dibiasakan untuk saling mengerti, saling memahami dan saling
kompromi. Bila Mia dan Bayu sudah mengerti apa yang dibutuhkan
pasangannya, maka solusinya menjadi mudah mereka dapatkan. Yang
diperlukan adalah kesediaan suami dan istri untuk selalu berusaha
memahami pasangan, dan kemudian menentukan titik kompromi yang paling
mungkin atas perbedaan yang terjadi di antara mereka.
Para istri harus mengerti kecenderungan umum laki-laki dalam
mengapresiasi sebuah hubungan, demikian pula para suami harus mengerti
kecenderungan umum perempuan. Mereka berdua akan lebih mudah
menyesuaikan diri, karena mengerti mengapa perbedaan sudut pandang ini
bisa terjadi. Kompromi lebih mungkin dilakukan antara suami dengan
istri, apabila keduanya sudah saling memahami dengan baik keinginan
pasangannya.
Contoh kompromi itu adalah, suami dan istri menyediakan waktu-waktu
khusus untuk tidak boleh ada gangguan dalam hubungan. Misalnya hari
tertentu atau jam tertentu, suami dan istri tidak disibukkan oleh
pekerjaan dan aktivitas masing-masing. Bisa duduk, bercengkerama,
bercanda berdua dengan leluasa. Tanpa diganggu handphone, blackberry,
laptop, koran, majalah, TV dan lain sebagainya. Waktu-waktu yang
istimewa dan spesial, di mana mereka bisa leluasa mengobrol dan
memperbincangkan apa saja tanpa diganggu oleh kesibukan masing-masing.
Oleh : Cahyadi Takariawan
posted by @Adimin
Label:
Keluarga,
TOPIK PILIHAN