Kali ini saya mau bicara soal politik. Gatal juga tangan saya
untuk menulis setelah menyaksikan “drama” antara KPK dengan partai PKS, ini
masih menyangkut tentang kasus suap impor daging sapi yang sekarang kasusnya
melebar semakin jauh.
****************
Disclaimer: Sebelumnya saya ingin menjelaskan dulu bahwa saya
bukan pendukung atau simpatisan PKS. Tulisan-tulisan saya beberapa waktu yang
lalu sering menyindir dan mengkritisi PKS maupun petingginya. Bahkan, dalam
PilGub Jabar yang lalu saya tidak memilih calon gubernur dari PKS. Kemungkinan
dalam Pemilu 2014 saya juga tidak akan memilih partai ini.
****************
Tangan saya gatal mau menulis karena mengamati
ada perbedaan perlakuan dari KPK terhadap partai-partai yang terlibat korupsi.
Mari kita lihat ke Partai Demokrat. Partai ini
sudah babak belur karena pembusukan dari dalam. Petinggi-petinggi partainya
banyak yang menjadi tersangka kasus korupsi Hambalang, antara lain Angelina
Sondakh, Nazaruddin, Andi Mallarangeng, dan Anas Urbaningrum. Sebagian
tersangka sudah mendapat vonis hukuman (Angelina dan Nazarudin), sedangkan
tersangka yang lain masih bebas berkeliaran.
Mari bandingkan dengan kasus yang menimpa PKS.
LHI, mantan Presiden partai itu, sudah ditangkap oleh KPK, sekarang mendekam di
Rutan Guntur. LHI menjadi tersangka karena diduga menerima suap dari Fathanah
terkait impor daging sapi, meskipun uang suapnya belum diterima. LHI langsung
ditangkap malam itu juga oleh KPK dan langsung dijebloskan ke Rutan Guntur.
Dalam perkembangannya, kasus suap itu diperlebar
oleh KPK menjadi kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Semua harta LHI
diperiksa, beberapa diantaranya disita. Berhubung LHI dulu adalah Presiden PKS,
maka partainya ikut terseret-seret, aset partai pun diobok-obok oleh KPK lalu disita.
Dengan dukungan media mainstream,
berita tentang TPPU dan penyitaan properti milik tersangka maupun partai
benar-benar membuat PKS menjadi semakin terpuruk di mata masyarakat. Citra
mereka semakin jatuh, apalagi kasus ini semakin seru karena ada bumbu tentang
perempuan yang terlibat di dalamnya. Saya menangkap kesan sepertinya “drama”
KPK dengan PKS ini baru akan berakhir setelah Pemilu 2014 (kayaknya lho), atau
meminjam istilah orang PKS “akan terus digoreng-goreng” berlama-lama.
Kembali lagi ke kasus yang melanda Partai
Demokrat. Anas dan Andi sudah ditetapkan menjadi tersangka. Keduanya diduga
menerima uang suap dalam kasus Hambalang. Kasus Hambalang nilai korupsinnya
jauh lebih besar daripada kasus suap impor daging sapi. Meski sudah dietapkan menjadi
tersangka, anehnya KPK tidak menahan keduanya. Baik Anas maupun Andi sampai
detik ini bebas berkeliaran dan berkegiatan ke mana saja kecuali pergi ke luar
negeri. Tentu KPK punya alasan tersendiri mengapa tidak menahan keduanya, suka
atau tidak suka yah kita percaya saja kepada KPK.
Sebagaimana LHI, Anas adalah mantan Ketua Umum
Partai Demokrat. Bedanya, KPK tidak (atau belum?) mengembangkan kasus suap Anas
maupun Andi menjadi TPPU. Aset properti milik mereka pun tidak disita, begitu
pula Partai Demokrat tidak disentuh sama sekali, misalnya saja properti milik
partai seperti mobil. Bahkan Nazarudin yang sudah dijatuhi hukuman penjara juga
tidak terkena TPPU, hartanya pun masih aman tidak disita (CMIIW).
Perbedaan perlakuan ini tentu membuat masyarakat
bertanya-tanya ada apa ini, mengapa KPK seolah-olah terkesan begitu keras
kepada orang dari suatu partai tetapi terlihat lembek pada orang dari partai
lainnya.
Kalau memang orang-orang itu diduga bersalah,
maka seharusnya perlakuannya tidak boleh berat sebelah. Wajar saja jika muncul
dugaan politisasi, konspirasi, merasa dizalimi, kriminalisasi, atau apapunlah
namanya.
Saya pikir pasti banyak orang yang merasakan hal
yang sama dengan saya, tetapi karakteristik masyarakat kita adalah massa yang
diam (silent majority),
maka mereka cukup menjadi pengamat yang menyaksikan babak demi babak drama KPK
dengan dua partai yang saya sebutkan di atas.
Least but not
least, hingga saat ini saya dan
sebagian besar masyarakat masih percaya pada kredibilitas dan integritas KPK.
Dukungan masyarakat kepada KPK masih sangat kuat, hal ini dapat dilihat dari
respon masyarakat di jagat maya yang sebagian besar mengapresiasi KPK sembari
mengecam pernyataan-pernyataan dan sikap perlawanan yang ditunjukkan oleh
petinggi, kader, dan simpatisan PKS. Saya menilai sikap perlawanan itu malah
kontraproduktif sebab makin menyudutkan mereka dan membuat antipati sebagian
masyarakat.
Siapapun yang bersalah harus dihukum. Kalau
nanti terbukti LHI, Anas, maupun Andi bersalah maka mereka pantas menerima
ganjaran yang setimpal baik di dunia maupun di akhirat. Masyarakat akan
menghukum partai yang terlibat korupsi pada Pemilu 2014 nanti. Sebaliknya,
kalau mereka tidak terbukti bersalah, maka tidak ada alasan untuk menahan
mereka. Adapun partai mereka yang tercemar itu adalah konsekuensi dari
pertarungan politik yang kotor.
Kepada KPK saya berpesan agar jangan tebang
pilih kasus. Masih banyak kasus-kasus besar lain yang perlu disidik dan
menuntut keberanian KPK karena melibatkan orang sangat penting di negeri ini.
Selain kasus Hambalang, ada kasus BLBI dan kasus Century yang nilainya
triliunan tetapi dibiarkan mengambang, ada juga misteri dibalik kasus Antasari.
Teruskan misi anda sebagai penegak keadilan dalam memberantas korupsi yang
sudah menjadi penyakit kronis di negeri ini. Sekali anda tidak netral dan
terkontaminasi kepentingan politik tertentu, maka hancurlah kredibilitas anda
dimata masyakarat.
Rinaldi Munir
Dosen ITB
posted by @Adimin