Powered by Blogger.
Humas PKS Ikuti Worshop Jurnalistik Pada Rapat Koordinasi
Humas PKS se-Sumatera Barat melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor) yang berlangsung pada tanggal 4 - 6 November 2022 di Padang, Senin (5/11) ...
Search This Blog
Latest Post
January 02, 2015
Konon dengan satu ayat itu, presiden Korea meminta kaligrafi serupa untuk ia gantung di kantornya, dan menjadi sumber inspirasi, dalam suatu riawayat dikatakan bahwa kekuatan satu ayat inilah yang dapat mengubah Korea Selatan menjadi negara adi daya teknologi dan telah meninggalkan Jepang satu generasi ke depan.
posted by @Adimin
Islam, Politik dan Annus Mirabilis
Written By Sjam Deddy on 02 January, 2015 | January 02, 2015
PAHAM sekularisme
mengajarkan bahwa agama harus disingkirkan dari ruang publik menjadi
urusan privasi. Konsekwensinya, agama tidak dapat bahkan tidak boleh
turut campur dalam mewarnai politik dan ekonomi yang merupakan hajat
hidup setiap insan.
Pada abad pertengahan, ketika Barat yang
diatur ketat oleh agama (Kristen) di bawah institusi gereja yang
berpedoman pada kitab Bible, para ilmuan selalu mengalami pertentangan
dengan pihak gereja.
Betapa tidak, teori-teori sains hampir
selalu mengalami benturan dengan pihak gereja yang begitu kejam
melakukan inkuisisi terhadap ilmuan yang berani melakukan publikasi
ilmiah berpedoman pada teori sains.
Praktik-praktik seperti eks-komunikasi,
kondemnasi, persekusi, immurasi, inkuisisi, hingga eksekusi terhadap
para saintis terus berlangsung. Begitu banyak saintis yang dikucilkan,
diburu, dikurung, diintrogasi, lalu dijatuhi hukuman mati.
Kasus Giordano Bruno, Galileo Galilei, dan
Baruch Spinoza adalah bagian dari lembaran hitam perseteruan pihak
rasionalitas saintis dengan otoritas gereja. Saat itu, Barat dikenal
dengan zaman kegelapan (dark age). Pada akhirnya, para ilmuan, dan
rakyat luas dengan dukungan kaisar melakukan perceraian dengan talak
tiga pada otoritas gereja. Agama dan politik pun terpisah, inilah awal
mula sejarah sekularisme.
Setelah bebas dari jerat gereja, ilmu
filsafat yang melahirkan sains terapan dan bermuara pada teknologi terus
melaju pesat. Pada abad ke-17 kita kenal sebagai era kebangkitan dan
zaman pencerahan (renaisans) sebagai antitesa dari zaman kegelapan.
Jika Barat, yang diwakili Eropa-Kristen
melaju pesat karena meninggalkan kitab sucinya (Bible) dalam urusan
politik, maka, di saat yang sama, Timur yang diwakili Islam dengan
peradaban dan ajarannya, perlahan namun pasti, melakukan hal serupa,
meninggalkan kitab suci Al-Qur’an dengan maksud agar ikut bersaing
meraih kemajuan. Namun, yang terjadi justru sebaliknya, umat Islam
ketika meninggalkan kitab dan agamanya, justru terperosok dalam lubang
dan lembah kenistaan tak berujung.
Inilah yang dikeluhkan oleh Syeikh
Muhammad Banyumi Imran, Imam kerajaan Sambas, Kalimantan, dengan menulis
surat suatu saat pada Al-Amir Syakib Arsalan pada 1349 H. Surat itu
disampaikan lewat pemimpin Majalah Al-Manar Mesir, Sayid Muhammad Rasyid
Ridha.
Jawaban dari Arsalan yang panjang lebar itu diberi kata pengantar dan dicetak menjadi sebuah buku sederhana dengan judul, “Limadza Ta’akhkharal Muslimun wa Limadza Taqaddama Ghairuhum” (Kenapa Umat Islam Mundur dan Umat Lain Lebih Maju?).
Antara lain penjelasan Arsalan adalah;
“Apakah Tuan pernah melihat suatu bangsa yang tidak pernah beramal atau
berjuang lalu mereka diberi pertolongan oleh Allah dan diberi karunia
kebajikan oleh-Nya, sebagaimana yang pernah diberikan kepada leluhur dan
nenek moyang mereka, padahal keadaan mereka hanya duduk termenung,
malas bekerja dan jauh dari kemauan untuk beramal? Jika ada peristiwa
yang sedemikian itu menyalahi akan peraturan dan sunnatullah, padahal
Allah Maha Tinggi serta Maha Bijaksana. Apa yang Anda akan katakan jika
seorang mendapatkan kemuliaan padahal ia tidak berhak? Dapatlah ia
mengambil buah dengan tidak menanam, memanem dengan tidak bertani!
Patutkah kemenangan dicapai tanpa perjuangan, memperoleh kekuatan tanpa
ada sebab?”
Al-Qur’an dan Sains
Suatu ketika, Presiden Korea Selatan
berkunjung ke Saudi Arabia, untuk bertemu sang raja sebagai pemimpin
tertinggi negara itu. Di sela-sela pertemuan, pemimpin Korsel tersebut
tertarik dengan lukisan kaligrafi yang tergantung di ruang pertemuan, ia
pun menanyakan kepada Raja Saudi, apa arti tulisan itu. Maka
diterangkannya, bahwa kaligrafi itu diambil dari kitab suci Al-Qur’an
(QS: Ar-Ra’d: 11), “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu
bangsa sebelum mereka mengubah nasib mereka sendiri.”
Konon dengan satu ayat itu, presiden Korea meminta kaligrafi serupa untuk ia gantung di kantornya, dan menjadi sumber inspirasi, dalam suatu riawayat dikatakan bahwa kekuatan satu ayat inilah yang dapat mengubah Korea Selatan menjadi negara adi daya teknologi dan telah meninggalkan Jepang satu generasi ke depan.
Boleh dikata, saat ini rasanya susah
menemukan rumah yang bebas dari produk Korsel atau China di tempat kita.
Sebut saja produk seperti otomotif, elektornik, hingga tekstil.
Kebanyakan dari dua Negara tersebut.
Islam sebagai agama paripurna, tidak
pernah memiliki trauma masa lalu yang menjadikan sains dan Al-Qur’an via
a vis, bahkan justru dalam kitab suci umat Islam itu terdapat banyak
keterangan ilmiah yang hingga saat ini belum tersibak.
Dr. Maurice Bucaille seorang dokter ahli
bedah Prancis terpaksa tunduk pada Al-Qur’an bahkan masuk Islam setelah
menemukan berbagai kebenaran ilmiah di dalamnya. Ia pun melahirkan karya
penting, “La Bible, le Coran et la Science” (1976) .
Karena itu, Al-Qur’an (agama) semestinya
tidak bisa dicampakkan dalam segenap kehidupan, termasuk dalam ranah
politik dan ekonomi.
Jika politik penuh dengan intrik dan
tipu-tipu, maka fungsi agama adalah mengarahkan pelaku tipu-tipu agar
sadar dan kembali ke jalan yang benar, agama mengajarkan bahwa hidup di
dunia ini berbatas, sementara akhirat tanpa batas, dan celakanya,
seluruh tipu-tipu yang pernah diperbuat di dunia akan mendapatkan
siksaan di akhirat kelak.
Agama menekankan kepada pemeluknya agar
selalu menjaga diri dari hal-hal yang berbau haram seperti menipu,
khianat, berbohong, hingga korupsi. Itulah yang dimaksud pada sila
pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa. Selalu melibatkan Tuhan
dalam seluruh tingkah laku, merasa selalu diawasi “muraqabah” baik
ketika melakukan urusan pribadi, terlebih lagi ketika mengerjakan urusan
negara bagi pejabat publik.
Manusia yang diberi kepercayaan untuk
mengurus hajat hidup orang banyak, seperti para pemimpin, adalah manusia
pilihan yang di tangan mereka negara ini diserahkan untuk diatur dan
dijaga.
Karena itu, kebijakan-kebijakan mereka
seharusnya harus pro rakyat dan berdimensi spritual, atau selalu selaras
dengan ketetapan Tuhan, bukan hanya sekadar memuaskan nafsu syahwat
pribadi, atau menyenangkan para orang-orang tertentu di lingkarannya.
Tahun 2014 adalah tahun yang diawali
dengan hiruk-pikuk politik lalu diakhiri dengan amarah rakyat karena
naiknya harga bahan bakar minyak disertai rontoknya rupiah.
Tidak hanya itu, bahan-bahan kebutuhan
pokok pun ikut melambung, di lain pihak, akses untuk mendapat kerjaan
yang laik bagi generasi sarjana masih saja sulit.
Dalam situasi hiruk-pikuk peralihan tahun,
Inonesia dikejutkan dengan longsor Banjarnegara yang menewas dan
meneggemkan lusinan manusia, meletusnya Gunung Gamalama Ternate, ditutup
dengan jatuhnyanya pesawat Air Asia QZ 8501 di Selat Karimata, rute
Surabaya-Singapura.
Annus Mirabilis
Dalam bahasa Latin ada istilah “Annus
Mirabilis” artinya, tahun yang luar biasa. Istilah ini merujuk pada
priode mana terdapat tahun yang dianggap punya pengaruh besar dalam
kehidupan manusia. Misalnya, tahun 1666 ketika Isaac Newton mengguncang
dunia dalam beberapa temuannya di bidang ilmu pengetahuan, juga pada
tahun 1905 ketika Albert Einstein muncul dengan teori relativitasnya.
Umat Islam, sebagai penghuni mayoritas
jagad Indonesia Raya harus optimis bahwa tahun 2015 ini dapat menjadi
tahun Annus Mirabilis yang melahirkan temuan-temuan baru dalam dunia
teknologi, kebijakan-kebijakan pro rakyat dalam dunia politik, dan
pintu-pintu rezeki dalam dunia ekonomi, serta sarjana-sarjana ikhlas
berjuang demi agama dan bangsa dalam dunia pendidikan.
Tahun baru kali ini terasa spesial sebab
bertepatan dengan Hari Maulid Nabi Besar Muhammad Shallalhu ‘alaihi
Wassallam. Satu pertanda bahwa bangsa ini akan besar dan berjaya jika
kebijakan pemerintah dan undang-undangnya turut melibatkan ajaran
Rasulullah.
Islam tidak pernah memisahkan diri dengam
politik, karena agama dan politik laksana dua sisi mata uang yang tak
dapat dipisahkan.
Wallahu A’lam
Hidayatullah
Label:
TOPIK PILIHAN