Powered by Blogger.
Humas PKS Ikuti Worshop Jurnalistik Pada Rapat Koordinasi
Humas PKS se-Sumatera Barat melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor) yang berlangsung pada tanggal 4 - 6 November 2022 di Padang, Senin (5/11) ...
Search This Blog
Latest Post
June 03, 2013
Sikap oposan terhadap Soekarno memuncak, ketika Soekarno dengan tanpa alasan yang jelas membubarkan Partai Islam terbesar itu. Lewat Keputusan Presiden RI No. 200/1960 tertanggal 17 Agustus 1960 (dan merujuk Penetapan Presiden No.7/1959) Soekarno embubarkan Masyumi.
Alasannya, menurut Soekarno, "Partai melakukan pemberontakan, karena pemimpin-pemimpinnya turut serta dalam pemberontakan apa yang disebut dengan "Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia" atau "Republik Persatuan Indonesia" atau telah jelas memberikan bantuan terhadap pemberontakan, sedang partai itu tidak resmi menyalahkan perbuatan anggota-anggota pimpinan tersebut."
Memo itu selanjutnya meminta kepada tokoh-tokoh Masyumi untuk tetap memperjuangkan hukum Islam dan menyindir kekuasaan Soekarno yang cenderung diktator. "Orang-orang yang benar-benar memperjuangkan Islam, tidak bisa lain dari bertujuan supaya hukum Islam berlaku dan terutama untuk si pejuang sendiri, hukum Islam dengan segala batas dan larangan-larangannya, yang tidak boleh dilanggar oleh si Muslim yang kebetulan berkuasa." Sebelum Masyumi dinyatakan bubar, Prawoto sebenarnya telah memberikan kuasa hukum kepada Mohammad Roem, Mr. Madoeretno Haaznam dan Mr. Djamaluddin Dt. Singo Mangkuto untuk menggugat Soekarno lewat Pengadilan Negeri Istimewa, Jakarta. Gugatan itu kemudian disampaikan oleh Mohammad Roem 9 September. Roem menulis bahwa Penpres No. 7/1959 itu, tidak mempunyai kekuatan hukum dan merupakan penyimpangan UUD 45.
Karena itu, Kepres 13/60 juga batal demi hukum. Pembubaran Masyumi, menurut Roem, menutup pintu bagi berjuta-juta warga negara untuk beramal dan karena itu menimbulkan kerugian yang tak terhingga.Tapi usaha rehabilitasi Masyumi gagal, karena Pengadilan Negeri Istimewa Jakarta lewat Ketua Pengadilannya M Rochjani Soeoed, menyatakan Pengadilan itu tidak berwenang memeriksa perkara gugatan yang disampaikan Masyumi.Tidak mengenal letih, Prawoto dan kawan-kawan terus mengusahakan rehabilitasi Masyumi pada masa awal Soeharto berkuasa. Tapi, sayangnya Soeharto seperti juga Soekarno menolaknya, meski Orde sudah berganti. Bukan hanya Masyumi yang gigih untuk memperjuangkan kembali eksistensinya, PSI (Partai Sosialis Indonesia) yang juga dibredel Soekarno juga aktif melakukan usaha rehabilitasi. Di masa Soeharto, dalam Musyawarah Nasional III Persahi (Perhimpunan Sarjana Hukum Indonesia) dikeluarkan tuntutan agar partai-partai yang dibubarkan Soekarno (Masyumi, PSI,KAMI dan Murba) direhabilitasi kembali (3 Desember 1966). Tapi usaha itu lagi-lagi gagal. Dalam pidato-pidato usai pembubaran Masyumi, Prawoto sering menguraikan secara menarik isu-isu Masyumi waktu Soekarno berkuasa.
Perjuangan Islam
Salah satu diantaranya uraiannya mengapa Masyumi menolak tegas gagasan Presiden agar kabinet disangga empat kaki, yaitu Masyumi, NU, PNI dan PKI. "Kita tidak bisa berkompromi dengan kaum komunis sehingga sampai-sampai kita dinyanyikan berkepala batu," urainya pada reuni Keluarga Besar Bulan Bintang di Jakarta, pada 24 Oktober 1966. Prawoto dalam kesempatan itu juga menyebut adanya phobi kepada Masyumi. Ia menyebut ada mitos yang diciptakan (Soekarno dan pengikutnya) bahwa Masyumi anti Pancasila dan Masyumi akan membawa revolusi ke kanan. Ia mengakui bahwa Masyumi memang berjuang menegakkan hukum Islam. Lain dengan beberapa "partai Islam" sekarang yang ragu-ragu memperjuangkan hukum Islam, dalam Anggaran Dasarnya, Masyumi secara eksplisit mencantumkan terlaksananya hukum Islam sebagai tujuan. Masyumi juga menegaskan bahwa anggota partai adalah mereka yang beragama Islam. Perjuangan Masyumi untuk mendukung Piagam Jakarta, tidaklah setengah-setengah. Tokoh-tokoh Masyumi saat itu, rajin melobi partai-partai lain sehingga dukungan untuk Piagam Jakarta sampai meraih 43% suara dalam pemungutan suara di Konstituante. Tapi, perlu dicatat, menurut Prawoto, yang menolak Piagam Jakarta ada penyokong palsu. Yaitu PKI, yang saat itu setuju digunakan sila Ketuhanan Yang Maha Esa saja.
Sebenarnya cukup aneh bila ada partai yang mengaku partai Islam, tapi Agak enggan dalam memperjuangkan terlaksananya Islam dalam masyarakat dan negara. Padahal Soekarno sendiri yang mazhab ideologinya "gado-gado" pernah menyatakan silakan masing-masing golongan memperjuangkan ideologinya. "Kalau fihak Islam menghendaki suatu Undang-undang Dasar yang sesuai dengan cita-citanya, berjuanglah sekeras-kerasnya di dalam permusyawaratan perwakilan itu. Jika golongan Kristen, ingin supaya cita-citanya termasuk Undang-undang Dasar, berjuanglah sekeras-kerasnya juga," kata Soekarno.
Karena itu, Hamka sebagaimana juga Prawoto tidak mengenal lelah untuk perjuangan tegaknya Islam itu. Hamka, ulama dan tokoh Masyumi lainnya sering mengingatkan, "Selama kita hidup, selama iman masih mengalir di seluruh pipa darah kita, tidaklah sekali-kali boleh kita melepaskan cita-cita agar hukum Allah tegak di alam ini, walaupun di negeri mana kita tinggal. Dan jika kita yang berjuang menegakkan cita Islam ditanya orang, 'Adakah kamu, hai umat Islam bercita-cita, berideologi, jika kamu memegang kekuasaan, akan menjalankan hukum Syariat Islam dalam negara yang kamu kuasai itu?' Janganlah berbohong dan mengolok-olok jawaban. Katakan terus terang, bahwa cita-cita kami memang itu. Apa artinya iman kita kalau cita-cita yang telah digariskan Tuhan dalam al Qur'an kita pungkiri?" (Hamka, Tafsir Al Azhar Juz 6). Partai Islam mestinya kukuh dalam memegang prinsip-prinsip Islam dan sepatutnya mengambil keteladanan politisi-politisi Muslim pendahulu di negeri ini.
Nuim Hidayat
posted by @Adimin
Serial Muhasabah Politik (2)
Written By Sjam Deddy on 03 June, 2013 | June 03, 2013
Masyumi
memang mempunyai pendirian yang tegas. Ketika Soekarno membentuk
Kabinet Gotong Royong, merangkul PKI dan menyebarkan ide-ide komunis,
Natsir, Prawoto, HM Rasyidi dll. menyatakan sikapnya untuk menjadi
oposan Presiden Soekarno. Akibatnya, hampir semua tokoh Masyumi
mengalami beratnya perjuangan dengan "gemblengan" di rumah-rumah tahanan
negara.
Sikap oposan terhadap Soekarno memuncak, ketika Soekarno dengan tanpa alasan yang jelas membubarkan Partai Islam terbesar itu. Lewat Keputusan Presiden RI No. 200/1960 tertanggal 17 Agustus 1960 (dan merujuk Penetapan Presiden No.7/1959) Soekarno embubarkan Masyumi.
Alasannya, menurut Soekarno, "Partai melakukan pemberontakan, karena pemimpin-pemimpinnya turut serta dalam pemberontakan apa yang disebut dengan "Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia" atau "Republik Persatuan Indonesia" atau telah jelas memberikan bantuan terhadap pemberontakan, sedang partai itu tidak resmi menyalahkan perbuatan anggota-anggota pimpinan tersebut."
Menanggapi keputusan Presiden
yang semena-mena dan mendadak itu, Prawoto Mangkusasmito (Ketua Umum)
dan HM Yunan Nasution (Sekretaris) menyampaikan surat pembubaran Masyumi
dan sekaligus menyampaikan "memorandum keras" kepada ayahnya Megawati
itu. Dalam pengantar memo itu, Prawoto mengungkapkan bahwa Masyumi sejak
didirikan selalu berpegang teguh pada hukum dan kesepakatan bersama
dalam bernegara.
"Umat Islam dibesarkan untuk memegang janji itu,
tidak terkecuali janji yang diberikan kepada golongan lain, sampai pula
janji yang diberikan kepada golongan yang menurut faham Islam dinamakan
golongan kafir," tulis Prawoto, tertanggal 13 September 1960.
Memo itu selanjutnya meminta kepada tokoh-tokoh Masyumi untuk tetap memperjuangkan hukum Islam dan menyindir kekuasaan Soekarno yang cenderung diktator. "Orang-orang yang benar-benar memperjuangkan Islam, tidak bisa lain dari bertujuan supaya hukum Islam berlaku dan terutama untuk si pejuang sendiri, hukum Islam dengan segala batas dan larangan-larangannya, yang tidak boleh dilanggar oleh si Muslim yang kebetulan berkuasa." Sebelum Masyumi dinyatakan bubar, Prawoto sebenarnya telah memberikan kuasa hukum kepada Mohammad Roem, Mr. Madoeretno Haaznam dan Mr. Djamaluddin Dt. Singo Mangkuto untuk menggugat Soekarno lewat Pengadilan Negeri Istimewa, Jakarta. Gugatan itu kemudian disampaikan oleh Mohammad Roem 9 September. Roem menulis bahwa Penpres No. 7/1959 itu, tidak mempunyai kekuatan hukum dan merupakan penyimpangan UUD 45.
Karena itu, Kepres 13/60 juga batal demi hukum. Pembubaran Masyumi, menurut Roem, menutup pintu bagi berjuta-juta warga negara untuk beramal dan karena itu menimbulkan kerugian yang tak terhingga.Tapi usaha rehabilitasi Masyumi gagal, karena Pengadilan Negeri Istimewa Jakarta lewat Ketua Pengadilannya M Rochjani Soeoed, menyatakan Pengadilan itu tidak berwenang memeriksa perkara gugatan yang disampaikan Masyumi.Tidak mengenal letih, Prawoto dan kawan-kawan terus mengusahakan rehabilitasi Masyumi pada masa awal Soeharto berkuasa. Tapi, sayangnya Soeharto seperti juga Soekarno menolaknya, meski Orde sudah berganti. Bukan hanya Masyumi yang gigih untuk memperjuangkan kembali eksistensinya, PSI (Partai Sosialis Indonesia) yang juga dibredel Soekarno juga aktif melakukan usaha rehabilitasi. Di masa Soeharto, dalam Musyawarah Nasional III Persahi (Perhimpunan Sarjana Hukum Indonesia) dikeluarkan tuntutan agar partai-partai yang dibubarkan Soekarno (Masyumi, PSI,KAMI dan Murba) direhabilitasi kembali (3 Desember 1966). Tapi usaha itu lagi-lagi gagal. Dalam pidato-pidato usai pembubaran Masyumi, Prawoto sering menguraikan secara menarik isu-isu Masyumi waktu Soekarno berkuasa.
Perjuangan Islam
Salah satu diantaranya uraiannya mengapa Masyumi menolak tegas gagasan Presiden agar kabinet disangga empat kaki, yaitu Masyumi, NU, PNI dan PKI. "Kita tidak bisa berkompromi dengan kaum komunis sehingga sampai-sampai kita dinyanyikan berkepala batu," urainya pada reuni Keluarga Besar Bulan Bintang di Jakarta, pada 24 Oktober 1966. Prawoto dalam kesempatan itu juga menyebut adanya phobi kepada Masyumi. Ia menyebut ada mitos yang diciptakan (Soekarno dan pengikutnya) bahwa Masyumi anti Pancasila dan Masyumi akan membawa revolusi ke kanan. Ia mengakui bahwa Masyumi memang berjuang menegakkan hukum Islam. Lain dengan beberapa "partai Islam" sekarang yang ragu-ragu memperjuangkan hukum Islam, dalam Anggaran Dasarnya, Masyumi secara eksplisit mencantumkan terlaksananya hukum Islam sebagai tujuan. Masyumi juga menegaskan bahwa anggota partai adalah mereka yang beragama Islam. Perjuangan Masyumi untuk mendukung Piagam Jakarta, tidaklah setengah-setengah. Tokoh-tokoh Masyumi saat itu, rajin melobi partai-partai lain sehingga dukungan untuk Piagam Jakarta sampai meraih 43% suara dalam pemungutan suara di Konstituante. Tapi, perlu dicatat, menurut Prawoto, yang menolak Piagam Jakarta ada penyokong palsu. Yaitu PKI, yang saat itu setuju digunakan sila Ketuhanan Yang Maha Esa saja.
Sebenarnya cukup aneh bila ada partai yang mengaku partai Islam, tapi Agak enggan dalam memperjuangkan terlaksananya Islam dalam masyarakat dan negara. Padahal Soekarno sendiri yang mazhab ideologinya "gado-gado" pernah menyatakan silakan masing-masing golongan memperjuangkan ideologinya. "Kalau fihak Islam menghendaki suatu Undang-undang Dasar yang sesuai dengan cita-citanya, berjuanglah sekeras-kerasnya di dalam permusyawaratan perwakilan itu. Jika golongan Kristen, ingin supaya cita-citanya termasuk Undang-undang Dasar, berjuanglah sekeras-kerasnya juga," kata Soekarno.
Karena itu, Hamka sebagaimana juga Prawoto tidak mengenal lelah untuk perjuangan tegaknya Islam itu. Hamka, ulama dan tokoh Masyumi lainnya sering mengingatkan, "Selama kita hidup, selama iman masih mengalir di seluruh pipa darah kita, tidaklah sekali-kali boleh kita melepaskan cita-cita agar hukum Allah tegak di alam ini, walaupun di negeri mana kita tinggal. Dan jika kita yang berjuang menegakkan cita Islam ditanya orang, 'Adakah kamu, hai umat Islam bercita-cita, berideologi, jika kamu memegang kekuasaan, akan menjalankan hukum Syariat Islam dalam negara yang kamu kuasai itu?' Janganlah berbohong dan mengolok-olok jawaban. Katakan terus terang, bahwa cita-cita kami memang itu. Apa artinya iman kita kalau cita-cita yang telah digariskan Tuhan dalam al Qur'an kita pungkiri?" (Hamka, Tafsir Al Azhar Juz 6). Partai Islam mestinya kukuh dalam memegang prinsip-prinsip Islam dan sepatutnya mengambil keteladanan politisi-politisi Muslim pendahulu di negeri ini.
Pertama, dalam berpolitik, ia dikenal pembela Islam, dan
berani dalam menegakkan amar makruf nahi munkar dengan jalan
konstitusional.
Kedua, hidup dan berperilaku sederhana. Bukan untuk
sekedar menumpuk kekayaaan atau bergaya-gaya telah memegang kekuasaan.
Bila demikian tujuannya, apa beda dengan politisi sekuler?
Nah, bila politisi Muslim, khususnya mereka yang tergabung dalam
Partai Islam, berperilaku sama dengan partai lain, khusunya tidak
menjaga diri dengan hal-hal yang bertentangan dengan syariat Islam, maka
bisa dipastikan masyarakat akan meninggalkannya. Nanti, yang tersisa
adalah kader-kader yang kurang bermutu, yang tidak menjadi kebanggan
umat
Nuim Hidayat
posted by @Adimin
Label:
OASE,
SLIDER,
TOPIK PILIHAN
June 03, 2013
Banyaknya degradasi identitas dalam partai berbasis Islam dinilai karena ketidakseriuasan memperjuangkan nilai ideologinya sendiri. Menurutnya, kebanyakan kasus negatif yang menimpa pada partai - partai Islam pasti terkait pada kebutuhan logistik mereka menjelang kampanye.
Lebih dalam ia mengkaji banyak partai Islam terjebak, lalu larut untuk memenuhi kebutuhan logistiknya akhirnya kehilangan identitas moralnya. Pernyataan Yudi diakui politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Zulkieflimansyah. Menurut Zulkifli, partai berhaluan ideologi agama pada era kini memang begitu lemah dalam menghadapi godaan uang. Musibah yang bisa dijadikan contoh dalam hal ini adalah kasus Ahmad Fathanah.
Memang tak mudah hidup sederhana, di era sistem politik hedonis saat ini. Tapi sebagai partai Islam, mestinya hal-hal yang prinsip bertentangan dengan syariat Islam mesti dijaga.
Korupsi, hidup dalam kemewahan mestinya dihindari. Ketika seseorang mengikrarkan dirinya sebagai politisi Muslim (apalagi dari Partai Islam), saat itu masyarakat akan jeli melihatnya. Sebagaimana perkataan Sayidina Ali ra : “Sebagaimana kamu dahulu mengawasi dengan tajam pemimpinmu dahulu, kamu juga akan diawasi dengan tajam.”
Prawoto Mangkusasmito
Keteguhan pada perjuangan, menjadikan dirinya "iri" (cemburu) melihat kawan-kawannya sudah merasakan penjara, sedang dirinya belum. Tapi cemburunya itu, akhirnya terobati setelah dia juga ditangkap rezim Soekarno dan dipenjara di Rumah Tahanan Militer di Madiun bersama Mohammad Roem, Isa Anshori, Yunan Nasution dan tokoh-tokoh Masyumi lainnya.
Adalah Prawoto. Laki-laki berperawakan kurus itu memang telah banyak memberi teladan pada para pemimpin. Bekas Ketua Umum Masyumi (1959-1960) ini, hidupnya sederhana dan tidak bergelimang duit. Bahkan untuk mencukupi kebutuhan rumahtangga, istrinya juga membantu mencari nafkah.
Prawoto lahir di desa Tirto, Grabag Magelang 4 Januri 1910. Sejarah hidupnya, menggambarkan seorang pejuang politik (Islam) yang konsisten terhadap agama. Dalam soal prinsip agama, mantan guru sekolah Mauhammadiyah ini mengingatkan;
Tokoh Masyumi Mohammad Natsir, juga kagum terhadap pribadi Prawoto. Menyambut meninggalnya Prawoto (24 Juli 1970), Natsir membuat tulisan berjudul "Seorang mujahid pergi dan tidak kembali." Dalam sambutan mengantar jenazah Prawoto, Natsir menyatakan bahwa kelebihan Prawoto di antaranya adalah pergaulannya yang luas dan mau langsung terjun berdakwah dan berdiskusi di tengah-tengah ummat. Prawoto biasa mengunjungi petani atau rakyat-rakyat kecil di desa, untuk berdiskusi masalah agama, politik dan kehidupan sehari-hari mereka.
Nuim Hidayat
posted by @Adimin
Serial Muhasabah politik (1)
BEDA ucapan
dengan perbuatan, demikian istilah yang tepat untuk para politisi.
Kalimat ini mengingatkan kita semua yang sebentar lagi musim kampanye
tiba.
Pada Pemilu 2009, banyak kita temukan calon presiden berkampanye dan berteriak-teriak tentang perlunya hidup sederhana. Sementara dirinya justru hidup dalam kemewahan.
Selain urusan tidak sinkron antara ucapan dan perbuatan, urusan lebih menghawatirkan adalah urusan uang. Ada gejala pergeseran tujuan hadirnya partai poltik, di mana partai politik saat ini menjadikan uang (logistik) menjadi tujuan utama. Kegelisahan ini pernah diungkap Chairman Aktual Network Dr Yudi Latif.
“Saat ini demokrasi ditopang kekuatan logistik. Parahnya partai Islam ikut tarian. Harusnya kan bersekutu agar politik tidak dikuasi oleh uang," ujar, Yudi Latief dalam diskusi Aktual Forum bertajuk "Quo Vadis Parpol Islam dalam Arus Demokrasi Liberal" di Dapur Selera, Jakarta, Ahad (10/2).
Pada Pemilu 2009, banyak kita temukan calon presiden berkampanye dan berteriak-teriak tentang perlunya hidup sederhana. Sementara dirinya justru hidup dalam kemewahan.
Selain urusan tidak sinkron antara ucapan dan perbuatan, urusan lebih menghawatirkan adalah urusan uang. Ada gejala pergeseran tujuan hadirnya partai poltik, di mana partai politik saat ini menjadikan uang (logistik) menjadi tujuan utama. Kegelisahan ini pernah diungkap Chairman Aktual Network Dr Yudi Latif.
“Saat ini demokrasi ditopang kekuatan logistik. Parahnya partai Islam ikut tarian. Harusnya kan bersekutu agar politik tidak dikuasi oleh uang," ujar, Yudi Latief dalam diskusi Aktual Forum bertajuk "Quo Vadis Parpol Islam dalam Arus Demokrasi Liberal" di Dapur Selera, Jakarta, Ahad (10/2).
Banyaknya degradasi identitas dalam partai berbasis Islam dinilai karena ketidakseriuasan memperjuangkan nilai ideologinya sendiri. Menurutnya, kebanyakan kasus negatif yang menimpa pada partai - partai Islam pasti terkait pada kebutuhan logistik mereka menjelang kampanye.
Lebih dalam ia mengkaji banyak partai Islam terjebak, lalu larut untuk memenuhi kebutuhan logistiknya akhirnya kehilangan identitas moralnya. Pernyataan Yudi diakui politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Zulkieflimansyah. Menurut Zulkifli, partai berhaluan ideologi agama pada era kini memang begitu lemah dalam menghadapi godaan uang. Musibah yang bisa dijadikan contoh dalam hal ini adalah kasus Ahmad Fathanah.
Memang tak mudah hidup sederhana, di era sistem politik hedonis saat ini. Tapi sebagai partai Islam, mestinya hal-hal yang prinsip bertentangan dengan syariat Islam mesti dijaga.
Korupsi, hidup dalam kemewahan mestinya dihindari. Ketika seseorang mengikrarkan dirinya sebagai politisi Muslim (apalagi dari Partai Islam), saat itu masyarakat akan jeli melihatnya. Sebagaimana perkataan Sayidina Ali ra : “Sebagaimana kamu dahulu mengawasi dengan tajam pemimpinmu dahulu, kamu juga akan diawasi dengan tajam.”
Prawoto Mangkusasmito
Keteguhan pada perjuangan, menjadikan dirinya "iri" (cemburu) melihat kawan-kawannya sudah merasakan penjara, sedang dirinya belum. Tapi cemburunya itu, akhirnya terobati setelah dia juga ditangkap rezim Soekarno dan dipenjara di Rumah Tahanan Militer di Madiun bersama Mohammad Roem, Isa Anshori, Yunan Nasution dan tokoh-tokoh Masyumi lainnya.
Adalah Prawoto. Laki-laki berperawakan kurus itu memang telah banyak memberi teladan pada para pemimpin. Bekas Ketua Umum Masyumi (1959-1960) ini, hidupnya sederhana dan tidak bergelimang duit. Bahkan untuk mencukupi kebutuhan rumahtangga, istrinya juga membantu mencari nafkah.
"Ia bukan seorang politikus yang
menggunakan politik untuk mencari duit. Ia berjuang untuk negara dan
rakyat Indonesia dan ini kelihatan sekali dari penghidupannya," tulis
Tan Eng Kie di Pos Indonesia, Agustus 1970.
"Ia seorang pejuang ideologis yang teguh,
yang mempunyai kepribadian khas. Ia tidak akan membiarkan begitu saja,
kalau aqidahnya disinggung orang. Sebagai seorang pemikir politik, ia
sangat teliti dan cermat. Dia merupakan contoh pejuang yang konsekuen,
satunya kata dengan perbuatan," tulis AR Baswedan.
Prawoto lahir di desa Tirto, Grabag Magelang 4 Januri 1910. Sejarah hidupnya, menggambarkan seorang pejuang politik (Islam) yang konsisten terhadap agama. Dalam soal prinsip agama, mantan guru sekolah Mauhammadiyah ini mengingatkan;
"Jangan tinggalkan tuntunan agama.
Dipandang daripada sudut partai politik yang mendasarkan perjuangannya
atas kaidah-kaidah agama, perlu kita renungkan kembali, apakah benar di
dalam mengejar kemenangan-kemenangan yang bersifat sementara itu, dapat
dipertanggungjawabkan jika ditinggalkan ketentuan-ketentuan yang terang
nashnya dalam agama? Saya yakin tidak. Jika demikian, maka kerusakanlah
yang akan menjadi bagian kita dan tidak ada guna, malah menyesatkan
perkataan agama yang kita tempelkan pada papan nama kita." (Prawoto
Mangkusasmito:1972).
Tokoh Masyumi Mohammad Natsir, juga kagum terhadap pribadi Prawoto. Menyambut meninggalnya Prawoto (24 Juli 1970), Natsir membuat tulisan berjudul "Seorang mujahid pergi dan tidak kembali." Dalam sambutan mengantar jenazah Prawoto, Natsir menyatakan bahwa kelebihan Prawoto di antaranya adalah pergaulannya yang luas dan mau langsung terjun berdakwah dan berdiskusi di tengah-tengah ummat. Prawoto biasa mengunjungi petani atau rakyat-rakyat kecil di desa, untuk berdiskusi masalah agama, politik dan kehidupan sehari-hari mereka.
"Sebagai seorang pemimpin ummat, yang ingin hidup di tengah-tengah
umatnya, beliau rupanya sudah ditaqdirkan meninggal di tengah-tengah
ummat yang menjadi keluarga besar yang beliau cintai," kata Natsir. Ya,
Prawoto pergi ke akherat ketika berada di tengah-tengah kaum dhuafa di
Banyuwangi.
Komitmennya pada Islam, selain
dipraktekkan dalam kehidupannya, juga ditunjukkannya dalam pidato atau
ceramah-ceramahnya. Saat Halal Bihalal Masyumi se Jakarta, Prawoto
mengharapkan agar menilai sebuah perjuangan dengan ukuran Islam, tidak
dengan ukuran lainnya.
"Rugi untungnya perjuangan, kita nilai dengan rugi untungnya Islam," kata Prawoto, seperti dikutip Harian Abadi, 2 April 1960. Dalam kesempatan itu ia juga menjelaskan kenapa Masyumi keluar dari DPR Gotong Royong, bentukan Presiden Soekarno bersama PKI. "Masyumi tidak ada di dalamnya, sebab yang duduk di situ adalah orang-orang yang disebut "revolusioner" saja. Tetapi sampai di mana ada jaminan bahwa DPR Gotong Royong itu tidak akan direcool lagi?" sindir Prawoto
"Rugi untungnya perjuangan, kita nilai dengan rugi untungnya Islam," kata Prawoto, seperti dikutip Harian Abadi, 2 April 1960. Dalam kesempatan itu ia juga menjelaskan kenapa Masyumi keluar dari DPR Gotong Royong, bentukan Presiden Soekarno bersama PKI. "Masyumi tidak ada di dalamnya, sebab yang duduk di situ adalah orang-orang yang disebut "revolusioner" saja. Tetapi sampai di mana ada jaminan bahwa DPR Gotong Royong itu tidak akan direcool lagi?" sindir Prawoto
Nuim Hidayat
posted by @Adimin
Label:
OASE,
SLIDER,
TOPIK PILIHAN
June 03, 2013
Hal tersebut menunjukkan bahwa, kekuatan cinta bukan terletak pada fisik atau atribut keduniawian. Kekuatan cinta itu hanya ada di dalam hati, lebih-lebih yang dilandasi iman dan ketakwaan. Itulah yang dimiliki Rasulullah dan Khadijah. Jauh sebelum menjadi Nabi, keluarga bahagia ini sudah memiliki tradisi saling percaya, saling menghormati, dan saling menjaga.
Saling memahami, juga menjadi kunci kesuksesan keluarga bahagia ini. Kita bisa saksikan betapa Khadijah tidak pernah keberatan melihat suaminya bolak-balik antara rumah dan Gua Hira. Malah Khadijah mendukung sepenuh hati, melayani kebutuhan suami bahkan tak pernah terlambat memberikan bekal sebelum meninggalkan rumah.
Tidak berhenti di situ. Tatkala datang keraguan pada diri Rasulullah, Khadijah bersegera memotivasi suaminya dengan ungkapan yang indah, mesra, dan penuh ketulusan, hingga mampu membangkitkan semangat Rasulullah untuk terus yakin dengan usahanya untuk menemukan solusi bagi kehidupan umat manusia.
Kesetiaan dan pelayanan yang begitu istimewa itu, menjadikan Rasulullah tak enggan untuk bersikap seperti anak manja di hadapan istrinya. Pernah suatu kali Rasulullah pulang dengan perasaan bingung dan takut, begitu sampai di rumah dengan tubuh bergetar beliau langsung berkata, “Wahai istriku, selimutilah aku, selimutilah aku”. Wah, betapa indahnya keluarga ini.
Dengan penuh kelembutan, Sayyidah Khadijah pun menyelimuti suaminya seraya membisikkan kata-kata indah yang meneguhkan hatinya. “Wahai suamiku, engkau adalah orang yang lurus, engkau orang yang suka menyambung tali persaudaraan, tidak mungkin engkau didatangi setan. Saya yakin, engkau pasti seorang Nabi, utusan Allah untuk umat akhir zaman.
Berbahagialah wahai suamiku, aku akan selalu di sampingmu, menemanimu mengarungi perjuangan ini”.
Tulus Mencintai dan Saling Memotivasi
Tulus mencintai dan saling memotivasi ini sangat penting bagi sebuah rumah tangga. Tanpa itu, kekuatan iman akan terganggu dan ketajaman visi akan tumpul. Setidaknya hal itulah yang dapat kita saksikan pada kisah rumah tangga Nabi Ibrahim Alayhissalam dengan Sayyidah Hajar.
Nabi Ibrahim benar-benar melihat Hajar sebagai media yang dapat meningkatkan iman dan takwanya kepada Allah. Untuk itu, Nabi Ibrahim senantiasa mendidik istrinya itu untuk iman dan takwa kepada Allah. Karena hanya dengan cara seperti itu, anak-anak yang lahir nanti akan mengikuti spirit dari sang ibu.
Sayyidah Hajar pun demikian. Ia menerima setulus hati apa yang disampaikan sang suami. Mengikuti segala perintah dan larangannya, termasuk mematuhi segala hal yang memberatkan hati. Tapi karena iman telah dominan, Hajar tetap tegar meski harus menghadapi tantangan kehidupan yang sangat menantang dan menggetarkan hati.
Hasilnya jelas. Kekuatan cinta dan motivasi antara keduanya, menjadikan Ismail, putra semata wayangnya tumbuh menjadi anak yang sholeh, sabar dan membahagiakan. Jadi, kunci kebahagiaan rumah tangga, ada pada kekuatan hati yang selalu tulus mencintai dan ikhlas memotivasi.
Cerdas Bergaul dengan Pasangan
Kemesraan, mungkin juga romantisme adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Maka dari itu Islam juga mengatur masalah ini, tentu dengan bahasa yang perlu dimaknai sesuai dengan frekuensi cinta sepasang suami istri sendiri, yang sangat menentukan kualitas interaksi atau pergaulan dalam keluarga.
Menurut Imam Ghazali dalam kitab monumentalnya Ihya Ulumuddin disebutkan bahwa seorang suami harus memperlakukan istrinya dengan baik (penuh kelembutan, kemesraan, kecintaan dan ketulusan kasih sayang) dan bijaksana. Selain itu, seorang suami juga harus memiliki strategi yang baik dalam mengatur, mengajar, membagi dan membimbing istri yang mungkin masih perlu pembinaan lebih.
Sementara itu, seorang istri wajib taat (siap melayani suami seikhlas hati dengan rasa penuh antusiasme dalam segala kondisi) kepada suaminya. Mengasihi suami dengan penuh kasih sayang, memelihara hartanya, dan bersikap ramah terhadap kerabat suaminya.
Artinya, semua ini adalah bukti betapa Islam sangat memperhatikan aspek dasar manusia yang sangat berkebutuhan terhadap kemesraan dengan pasangan. Istri wajib taat kepada suami, dan suami wajib memperlakukan istrinya bak ratu dunia yang tiada duanya.
Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam dari satu bejana bersama istri-istrinya.Rasulullah juga mengajarkan kita untuk memperlakukan istri dengan istimewa. Hal itu ditunjukan ketika Nabi ketika beliau tidak sungkan mandi dari sisa air istrinya.
Dari Ibnu Abbas, “Bahwa Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah mandi dari air sisa Maimunah." (HR Muslim).
Nabi juga dikenal memanjakan wanita (istri-istrinya). Dari Anas, dia berkata: “Kemudian kami pergi menuju Madinah (dari Khaibar). Aku lihat Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menyediakan tempat duduk yang empuk dari kain di belakang beliau untuk Shafiyyah. Kemudian beliau duduk di samping untanya sambil menegakkan lutut beliau dan Shafiyyah meletakkan kakinya di atas lutut beliau sehingga dia bisa menaiki unta tersebut.” (HR Bukhari)
Sepiring berdua, gurauan dan ciuman Rasulullah membiasakan mencium istri ketika hendak bepergian atau baru pulang.
Dari ‘Aisyah radhiallahu anhu, "bahwa Nabi SAW biasa mencium istrinya setelah wudhu’, kemudian beliau shalat dan tidak mengulangi wudhu’nya.” (HR ‘Abdurrazaq)
Dari Imam Al-Bukhari meriwayatkan: ُﻞِﺴَﺘْﻏَﺃ ُﺖْﻨُﻛ ْﺖَﻟﺎَﻗ َﺔَﺸِﺋﺎَﻋ ْﻦَﻋ ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﻪَّﻠﻟﺍ ﻰَّﻠَﺻ ُّﻲِﺒَّﻨﻟﺍَﻭ ﺎَﻧَﺃ ُﻒِﻠَﺘْﺨَﺗ ٍﺪِﺣﺍَﻭ ٍﺀﺎَﻧِﺇ ْﻦِﻣ َﻢَّﻠَﺳَﻭ ِﻪﻴِﻓ ﺎَﻨﻳِﺪْﻳَﺃ Artinya: Daripada Aisyah Ra berkata; “Aku sentiasa mandi bersama dengan Nabi daripada satu bekas. tangan kami sama-sama berselisih (ketika menggunakan air dalam bekas itu).” (Sahih Al-Bukhari : hadis no : 253).
Tidak saja dianjurkan mandi bersama, tetapi selalu bersama-sama membaca al-Qur’an, tahajjud bersama, puasa bersama, buka dan sahur bersama dan sebagainya. Tidakkah kita sangat mendambakan hal ini?
Sekiranya hal ini dipahami dengan baik, tentu tak satu pun orang mau berpacaran, karena kemesraan tanpa pernikahan hakikatnya hanyalah kepalsuan.
*/Imam Nawawi
posted by @Adimin
Mesra dengan Pasangan: Ya Mandi Bersama, Ya Ibadah Bersama!
TIDAK BANYAK yang
mengupas atau setidaknya mengingatkan kita, mengapa pernikahan
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dengan Sayyidah Khadijah
Radhiyallahu Anha bertahan lama, mesra, penuh kenangan dan kebahagiaan.
Bahkan, karena begitu indahnya pernikahan tersebut, Rasulullah tak
sanggup melupakan kenangannya bersama Khadijah meski telah didampingi
Aisyah yang cantik jelita.
Hal tersebut menunjukkan bahwa, kekuatan cinta bukan terletak pada fisik atau atribut keduniawian. Kekuatan cinta itu hanya ada di dalam hati, lebih-lebih yang dilandasi iman dan ketakwaan. Itulah yang dimiliki Rasulullah dan Khadijah. Jauh sebelum menjadi Nabi, keluarga bahagia ini sudah memiliki tradisi saling percaya, saling menghormati, dan saling menjaga.
Saling memahami, juga menjadi kunci kesuksesan keluarga bahagia ini. Kita bisa saksikan betapa Khadijah tidak pernah keberatan melihat suaminya bolak-balik antara rumah dan Gua Hira. Malah Khadijah mendukung sepenuh hati, melayani kebutuhan suami bahkan tak pernah terlambat memberikan bekal sebelum meninggalkan rumah.
Tidak berhenti di situ. Tatkala datang keraguan pada diri Rasulullah, Khadijah bersegera memotivasi suaminya dengan ungkapan yang indah, mesra, dan penuh ketulusan, hingga mampu membangkitkan semangat Rasulullah untuk terus yakin dengan usahanya untuk menemukan solusi bagi kehidupan umat manusia.
Kesetiaan dan pelayanan yang begitu istimewa itu, menjadikan Rasulullah tak enggan untuk bersikap seperti anak manja di hadapan istrinya. Pernah suatu kali Rasulullah pulang dengan perasaan bingung dan takut, begitu sampai di rumah dengan tubuh bergetar beliau langsung berkata, “Wahai istriku, selimutilah aku, selimutilah aku”. Wah, betapa indahnya keluarga ini.
Dengan penuh kelembutan, Sayyidah Khadijah pun menyelimuti suaminya seraya membisikkan kata-kata indah yang meneguhkan hatinya. “Wahai suamiku, engkau adalah orang yang lurus, engkau orang yang suka menyambung tali persaudaraan, tidak mungkin engkau didatangi setan. Saya yakin, engkau pasti seorang Nabi, utusan Allah untuk umat akhir zaman.
Berbahagialah wahai suamiku, aku akan selalu di sampingmu, menemanimu mengarungi perjuangan ini”.
Tulus Mencintai dan Saling Memotivasi
Tulus mencintai dan saling memotivasi ini sangat penting bagi sebuah rumah tangga. Tanpa itu, kekuatan iman akan terganggu dan ketajaman visi akan tumpul. Setidaknya hal itulah yang dapat kita saksikan pada kisah rumah tangga Nabi Ibrahim Alayhissalam dengan Sayyidah Hajar.
Nabi Ibrahim benar-benar melihat Hajar sebagai media yang dapat meningkatkan iman dan takwanya kepada Allah. Untuk itu, Nabi Ibrahim senantiasa mendidik istrinya itu untuk iman dan takwa kepada Allah. Karena hanya dengan cara seperti itu, anak-anak yang lahir nanti akan mengikuti spirit dari sang ibu.
Sayyidah Hajar pun demikian. Ia menerima setulus hati apa yang disampaikan sang suami. Mengikuti segala perintah dan larangannya, termasuk mematuhi segala hal yang memberatkan hati. Tapi karena iman telah dominan, Hajar tetap tegar meski harus menghadapi tantangan kehidupan yang sangat menantang dan menggetarkan hati.
Hasilnya jelas. Kekuatan cinta dan motivasi antara keduanya, menjadikan Ismail, putra semata wayangnya tumbuh menjadi anak yang sholeh, sabar dan membahagiakan. Jadi, kunci kebahagiaan rumah tangga, ada pada kekuatan hati yang selalu tulus mencintai dan ikhlas memotivasi.
Cerdas Bergaul dengan Pasangan
Kemesraan, mungkin juga romantisme adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Maka dari itu Islam juga mengatur masalah ini, tentu dengan bahasa yang perlu dimaknai sesuai dengan frekuensi cinta sepasang suami istri sendiri, yang sangat menentukan kualitas interaksi atau pergaulan dalam keluarga.
Menurut Imam Ghazali dalam kitab monumentalnya Ihya Ulumuddin disebutkan bahwa seorang suami harus memperlakukan istrinya dengan baik (penuh kelembutan, kemesraan, kecintaan dan ketulusan kasih sayang) dan bijaksana. Selain itu, seorang suami juga harus memiliki strategi yang baik dalam mengatur, mengajar, membagi dan membimbing istri yang mungkin masih perlu pembinaan lebih.
Sementara itu, seorang istri wajib taat (siap melayani suami seikhlas hati dengan rasa penuh antusiasme dalam segala kondisi) kepada suaminya. Mengasihi suami dengan penuh kasih sayang, memelihara hartanya, dan bersikap ramah terhadap kerabat suaminya.
Artinya, semua ini adalah bukti betapa Islam sangat memperhatikan aspek dasar manusia yang sangat berkebutuhan terhadap kemesraan dengan pasangan. Istri wajib taat kepada suami, dan suami wajib memperlakukan istrinya bak ratu dunia yang tiada duanya.
Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam dari satu bejana bersama istri-istrinya.Rasulullah juga mengajarkan kita untuk memperlakukan istri dengan istimewa. Hal itu ditunjukan ketika Nabi ketika beliau tidak sungkan mandi dari sisa air istrinya.
Dari Ibnu Abbas, “Bahwa Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah mandi dari air sisa Maimunah." (HR Muslim).
Nabi juga dikenal memanjakan wanita (istri-istrinya). Dari Anas, dia berkata: “Kemudian kami pergi menuju Madinah (dari Khaibar). Aku lihat Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menyediakan tempat duduk yang empuk dari kain di belakang beliau untuk Shafiyyah. Kemudian beliau duduk di samping untanya sambil menegakkan lutut beliau dan Shafiyyah meletakkan kakinya di atas lutut beliau sehingga dia bisa menaiki unta tersebut.” (HR Bukhari)
Sepiring berdua, gurauan dan ciuman Rasulullah membiasakan mencium istri ketika hendak bepergian atau baru pulang.
Dari ‘Aisyah radhiallahu anhu, "bahwa Nabi SAW biasa mencium istrinya setelah wudhu’, kemudian beliau shalat dan tidak mengulangi wudhu’nya.” (HR ‘Abdurrazaq)
Dari Imam Al-Bukhari meriwayatkan: ُﻞِﺴَﺘْﻏَﺃ ُﺖْﻨُﻛ ْﺖَﻟﺎَﻗ َﺔَﺸِﺋﺎَﻋ ْﻦَﻋ ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﻪَّﻠﻟﺍ ﻰَّﻠَﺻ ُّﻲِﺒَّﻨﻟﺍَﻭ ﺎَﻧَﺃ ُﻒِﻠَﺘْﺨَﺗ ٍﺪِﺣﺍَﻭ ٍﺀﺎَﻧِﺇ ْﻦِﻣ َﻢَّﻠَﺳَﻭ ِﻪﻴِﻓ ﺎَﻨﻳِﺪْﻳَﺃ Artinya: Daripada Aisyah Ra berkata; “Aku sentiasa mandi bersama dengan Nabi daripada satu bekas. tangan kami sama-sama berselisih (ketika menggunakan air dalam bekas itu).” (Sahih Al-Bukhari : hadis no : 253).
Tidak saja dianjurkan mandi bersama, tetapi selalu bersama-sama membaca al-Qur’an, tahajjud bersama, puasa bersama, buka dan sahur bersama dan sebagainya. Tidakkah kita sangat mendambakan hal ini?
Sekiranya hal ini dipahami dengan baik, tentu tak satu pun orang mau berpacaran, karena kemesraan tanpa pernikahan hakikatnya hanyalah kepalsuan.
*/Imam Nawawi
posted by @Adimin
Label:
HIKMAH,
INSPIRASI,
TOPIK PILIHAN
June 03, 2013
Abdillah Syafei
posted by @Adimin
Orang Baik Itu Istimewa . . . .!!!
Kenapa sih harus kita yang mengalah? Kenapa sih harus kita yang
bersabar? Kenapa sih kok harus kita yang bermanis muka kepada orang
lain? Kenapa sih harus kita yang lebih giat bekerja sementara orang lain
bermalas-malasan? Kenapa sih kok harus kita yang harus selalu berbuat
baik, berbuat baik, dan berbuat baik lagi?
Ya, memang kita yang harus mengalah, bersabar, bermanis muka, giat bekerja dan berbuat aneka kebaikan. Karena kita ingin menjadi orang baik yang sebenar-benarnya dan sebaik-baiknya. Karena kita tak ingin hanya baik di angan-angan saja, tapi baik dalam kenyataannya baik dihadapan manusia maupun di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Maka orang yang baik ya harus beramal (berbuat) baik. Kalau beramal buruk berarti jadilah kita orang yang buruk atau jahat. Tentu kita inginnya jadi orang baik dan tak kepingin jadi orang jahat (Na'udzubillahi min dzalik).
Seorang sahabat bertanya, "Ya Rasulullah, yang bagaimanakah orang yang baik itu?" Nabi Saw menjawab, "Yang panjang usianya dan baik amal perbuatannya." Dia bertanya lagi, "Dan yang bagaimana orang yang paling buruk (jahat)?" Nabi Saw menjawab, "Adalah orang yang panjang usianya dan jelek amal perbuatannya." (HR. Ath-Thabrani dan Abu Na'im)
Saudaraku, kebaikan memang butuh perjuangan serta sering bertentangan dengan hawa nafsu dan keinginan kita. Berbuat baik memang harus mengalahkan sifat ananiyyah (ego) kita. Karena perbuatan baik itu juga balasannya sangat baik dan besar di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Meski demikian Allah tidak pernah memaksa kita kok untuk jadi orang baik. Bahkan soal keimanan sekalipun Allah memberi kebebasan buat kita memilih. Yang mau kafir-kafir lah! Yang mau beriman berimanlah dengan sebenar-benarnya. Yang mau jadi penjahat jadilah penjahat dan tunggulah pembalasan (azab) Nya. Dan yang ingin berbuat ikhsan (baik) berbuat ikhsan lah dengan jaminan bahwa perbuatan itu akan membuat kita meraih bahagia yang sejati lagi abadi.
Menjadi orang baik di mata Allah memang tidak mudah, kita harus mulai dengan mengokohkan keimanan, mengendalikan hawa nafsu dan meneguhkan tekad untuk istiqomah di dalamnya.
Meneguhkan keimanan agar kita tak pernah ragu bahwa apa yang kita lakukan akan membawa keuntungan besar yang tidak ada taranya dibanding kesusahan kita dalam melaksanakannya. Maka dengan keimanan inilah kita akan dapat mengendalikan hawa nafsu dan sekaligus bisa kuat untuk istiqomah di atas kebaikan tersebut.
Allah tidak menerima iman tanpa amal perbuatan dan tidak pula menerima amal perbuatan tanpa iman. (HR. Ath-Thabrani)
Janganlah kamu menjadi orang yang "ikut-ikutan" dengan mengatakan "Kalau orang lain berbuat kebaikan, kami pun akan berbuat baik dan kalau mereka berbuat zalim kami pun akan berbuat zalim". Tetapi teguhkanlah dirimu dengan berprinsip, "Kalau orang lain berbuat kebaikan kami berbuat kebaikan pula dan kalau orang lain berbuat kejahatan kami tidak akan melakukannya". (HR. Tirmidzi)
Saudaraku tak akan sama emas dengan tembaga, jelas beda antara padi dengan ilalang. Meskiun kadang di mata manusia yang 'rabun' terlihat sama, namun sejatinya tetap tak akan luput dari pandangan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Bahkan kala kita merahasiakan kebaikan yang kita lakukan, kita akan mendapat nilai lebih di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Tidak ada yang rugi dari perbuatan baik meski diketahui maupun tidak oleh manusia lain.
Seorang sahabat berkata kepada Rasulullah, "Ya Rasulullah, seseorang melakukan amal (kebaikan) dengan dirahasiakan dan bila diketahui orang dia juga menyukainya (merasa senang)." Rasulullah Saw berkata, "Baginya dua pahala yaitu pahala dirahasiakannya dan pahala terang-terangan." (HR. Tirmidzi)
Jadi, jangan lelah berbuat baik meski tidak ada orang yang melihat dan memujinya. Jangan lemah semangat meski kebaikan kita tak diakui bahkan mungkin dikhianati oleh manusia. Kita berbuat baik adalah karena kita ingin menjadi manusia istimewa di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Kita berbuat baik bukan untuk dipuji dan disanjung, tapi untuk meraih ridho dan rahmat-Nya. Agar Dia ridho dengan hidup dan mati kita, sehingga eridhoan itu mendatangkan rahmat yang termat sangat kita butuhkan untuk masuk dalam surga-Nya Allah Ta'ala. Adakah yang lebih penting dari keridho'an-Nya?
Sang teladan agung kita, Muhammad Shalallahu 'alaihi wa salam bersabda: Seorang masuk surga bukan karena amalnya tetapi karena rahmat Allah Ta'ala. Karena itu bertindaklah yang lurus (baik dan benar). (HR. Muslim)
Saudaraku, Orang Baik Itu Istimewa..
Ya, memang kita yang harus mengalah, bersabar, bermanis muka, giat bekerja dan berbuat aneka kebaikan. Karena kita ingin menjadi orang baik yang sebenar-benarnya dan sebaik-baiknya. Karena kita tak ingin hanya baik di angan-angan saja, tapi baik dalam kenyataannya baik dihadapan manusia maupun di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Maka orang yang baik ya harus beramal (berbuat) baik. Kalau beramal buruk berarti jadilah kita orang yang buruk atau jahat. Tentu kita inginnya jadi orang baik dan tak kepingin jadi orang jahat (Na'udzubillahi min dzalik).
Seorang sahabat bertanya, "Ya Rasulullah, yang bagaimanakah orang yang baik itu?" Nabi Saw menjawab, "Yang panjang usianya dan baik amal perbuatannya." Dia bertanya lagi, "Dan yang bagaimana orang yang paling buruk (jahat)?" Nabi Saw menjawab, "Adalah orang yang panjang usianya dan jelek amal perbuatannya." (HR. Ath-Thabrani dan Abu Na'im)
Saudaraku, kebaikan memang butuh perjuangan serta sering bertentangan dengan hawa nafsu dan keinginan kita. Berbuat baik memang harus mengalahkan sifat ananiyyah (ego) kita. Karena perbuatan baik itu juga balasannya sangat baik dan besar di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Meski demikian Allah tidak pernah memaksa kita kok untuk jadi orang baik. Bahkan soal keimanan sekalipun Allah memberi kebebasan buat kita memilih. Yang mau kafir-kafir lah! Yang mau beriman berimanlah dengan sebenar-benarnya. Yang mau jadi penjahat jadilah penjahat dan tunggulah pembalasan (azab) Nya. Dan yang ingin berbuat ikhsan (baik) berbuat ikhsan lah dengan jaminan bahwa perbuatan itu akan membuat kita meraih bahagia yang sejati lagi abadi.
Menjadi orang baik di mata Allah memang tidak mudah, kita harus mulai dengan mengokohkan keimanan, mengendalikan hawa nafsu dan meneguhkan tekad untuk istiqomah di dalamnya.
Meneguhkan keimanan agar kita tak pernah ragu bahwa apa yang kita lakukan akan membawa keuntungan besar yang tidak ada taranya dibanding kesusahan kita dalam melaksanakannya. Maka dengan keimanan inilah kita akan dapat mengendalikan hawa nafsu dan sekaligus bisa kuat untuk istiqomah di atas kebaikan tersebut.
Allah tidak menerima iman tanpa amal perbuatan dan tidak pula menerima amal perbuatan tanpa iman. (HR. Ath-Thabrani)
Janganlah kamu menjadi orang yang "ikut-ikutan" dengan mengatakan "Kalau orang lain berbuat kebaikan, kami pun akan berbuat baik dan kalau mereka berbuat zalim kami pun akan berbuat zalim". Tetapi teguhkanlah dirimu dengan berprinsip, "Kalau orang lain berbuat kebaikan kami berbuat kebaikan pula dan kalau orang lain berbuat kejahatan kami tidak akan melakukannya". (HR. Tirmidzi)
Saudaraku tak akan sama emas dengan tembaga, jelas beda antara padi dengan ilalang. Meskiun kadang di mata manusia yang 'rabun' terlihat sama, namun sejatinya tetap tak akan luput dari pandangan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Bahkan kala kita merahasiakan kebaikan yang kita lakukan, kita akan mendapat nilai lebih di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Tidak ada yang rugi dari perbuatan baik meski diketahui maupun tidak oleh manusia lain.
Seorang sahabat berkata kepada Rasulullah, "Ya Rasulullah, seseorang melakukan amal (kebaikan) dengan dirahasiakan dan bila diketahui orang dia juga menyukainya (merasa senang)." Rasulullah Saw berkata, "Baginya dua pahala yaitu pahala dirahasiakannya dan pahala terang-terangan." (HR. Tirmidzi)
Jadi, jangan lelah berbuat baik meski tidak ada orang yang melihat dan memujinya. Jangan lemah semangat meski kebaikan kita tak diakui bahkan mungkin dikhianati oleh manusia. Kita berbuat baik adalah karena kita ingin menjadi manusia istimewa di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Kita berbuat baik bukan untuk dipuji dan disanjung, tapi untuk meraih ridho dan rahmat-Nya. Agar Dia ridho dengan hidup dan mati kita, sehingga eridhoan itu mendatangkan rahmat yang termat sangat kita butuhkan untuk masuk dalam surga-Nya Allah Ta'ala. Adakah yang lebih penting dari keridho'an-Nya?
Sang teladan agung kita, Muhammad Shalallahu 'alaihi wa salam bersabda: Seorang masuk surga bukan karena amalnya tetapi karena rahmat Allah Ta'ala. Karena itu bertindaklah yang lurus (baik dan benar). (HR. Muslim)
Saudaraku, Orang Baik Itu Istimewa..
Abdillah Syafei
posted by @Adimin
Label:
OASE,
TOPIK PILIHAN
June 03, 2013
*http://chirpstory.com/li/83311
posted by @Adimin
Terkuaknya Operasi Sunyi Penyelamatan Nazarudin oleh KPK
Penyelamatan nazarudin dari begitu banyak kasusnya mulai
terkuak permainan ini sdh lama tercium dgn mangkraknya penyelidikan pada 36 kasus tipikor lainnya
Instrumen terbaru KPK utk membebaskan NAZARUDIN dan
korporasinya yaitu SPLIT perkara kasus NZ LAIN ke instansi lain(kejaksaan/mabes
polri)
Disaat dikasus2 lain KPK begitu ngotot menanganinya.. tapi
di kasus NAZAR justru sebaliknya! padahal harusnya KPK justru konsentrasi
disitu
Karena apa? terkait penyidikan lebih jauh TPPU nazar yg luar
biasa besarnya itu ini aneh tdk akan masuk dalam akal pikiran siapapun
Hal ini tdk terasa aneh jika kpk memang ingin merelokasi
TPPU nazarudin hanya di beberapa kasus saja dan menyelamatkan di kasus2
lainnya!
CONTOH TERBARU PENYELAMATAN NAZARUDIN DAN KAWAN2 DARI KASUS
YG SENGAJA TIDAK DIHEBOHKAN PADA MASYARAKAT (TIDAK DIPOPULERKAN)
Yakni kasus dugaan TPK pengadaan proyek pengadaan simulator
pesawat latih di Curug.yang telah dialihkan ke Kejaksaan. Pada kenyataannya faktor kesulitan membongkat kasus ini
kecil/mudah sekali,..krn Modus operandinya sama (dgn kasus nazar yg lain)
Beli bendera PT lain, penggiringan dg cara suap, manipulasi
tender yang dilakukan Nazar dan keluarganya
Anehnya karyawan yg namanya dipakai utk
"menyamarkan" NAZAR sbg pemilik dan aktor, akan menjadi calon TSK.
(selamatkan nazarudin)
Bagaimana bisa karyawan yg hanya menjalankan perintah jadi
calon TSK.. ?, sedangkan Justru BOS2 MRK (OTAK KASUS INI) YG NAMANYA ADA
DALAM KESAKSIAN DAN ALIRAN DANA KASUS INI terselamatkan ... dan malahan jadi caleg PR RI nomor urut 1 ? (siapa ia kakak
dan adik nazarudin)
Sungguh pemberantasan korupsi telah menjadi panggung. Mencari
nama, mencari nafkah. Keadilan tak dijamah sedikitpun oleh sang perekayasa..
Ini EUPHORIA, yakinlah cepat atau lambat, akan meruntuhkan
kepercayaan banyak orang.
*http://chirpstory.com/li/83311
posted by @Adimin
Label:
TOPIK PILIHAN