Powered by Blogger.
Humas PKS Ikuti Worshop Jurnalistik Pada Rapat Koordinasi
Humas PKS se-Sumatera Barat melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor) yang berlangsung pada tanggal 4 - 6 November 2022 di Padang, Senin (5/11) ...
Search This Blog
Latest Post
May 20, 2017
Oleh: Umma Muhammad
posted by @Adimin
Jejak Intelektual Muslim dan Ulama Membangun Indonesia [1]
Written By NeoBee on 20 May, 2017 | May 20, 2017
Para pendakwah Islam sengaja memilih bahasa Melayu untuk diislamkan. Banyak
sekali istilah-istilah bahasa Melayu yang diambil dari bahasa Arab
SEJARAH pendirian negara Indonesia menjadi
spirit anak bangsa dalam membangun negeri tercinta, Republik Indonesia.
Permasalahanya, kesadaran akan sejarah bangsa masih minim. Di lain pihak, masih
menyisakan kontroversi.
Padahal, sejarah bangsa adalah inspirasi generasi
terpelajar anak negeri untuk menentukan masa depan. Tentu saja, berdirinya
sebuah negara bernama Indonesia tidak bisa terpisahkan dengan prestasi-prestasi
umat Islam di Nusantara ini dalam intelektualisme, ekonomi dan politik.
Adanya deislamisasi sejarah Indonesia terhadap prestasi
ulama dan santri mengakibatkan sejarah nasionalisme ulama dan santri menjadi
tertutup. Sejarah perjuagan aslinya ditiadakan atau tetap ada tetapi dimaknai
dengan pengertian yang lain.
Salah satu contohnya, Wali Songo, tokoh penyebar
Islam di bumi Nusantara ini, diselewengkan sejarahnya dengan penuturan
dongeng seperti tokoh yang jauh dari syariat Islam, seperti bertapa, masih
menjalankan ajaran Hindu dan lain sebagainya.
Padahal, mereka memimpin perang sengit melawan penjajahan
Barat yang membawa misi Gospel. Salah satu contohnya seperti Sunan Gunung jati
atau Syarif Hidayatullah, memimpin perlawanan bersenjata terhadap Imprealis
Kerajaan Katolik Protugis guna merebut kembali pelabuhan niaga Jayakarta
bersama Fatahillah.
Karena itulah, kota tersebut diberi nama Jayakarta,
diangkat dari Al Quran Surat Al Fath (48:1), “inna fattahna laka fathan mubina.” Makna fathan mubina adalah
kememnangan paripurna atau
Jayakarta. (Ahmad
Mansyur Suryanegara,Api Sejarah, viii )
Begitu pula yang terjadi di daerah-daerah lain mulai Aceh,
Palembang, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Sejak semula di masa revolusi,
perlawanan terhadap penjajah didominasi oleh komunitas kaum pesantren.
Identitas Bangsa
Bangsa yang kini disebut bangsa Indonesia yang tergabung
dalam negara bernama NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) dahulunya
sebelum ada NKRI adalah bangsa yang pernah disatukan oleh satu bahasa, dan
budaya.
Bahasa yang menyatukan dulu adalah bahasa Melayu.
Khususnya ketika Nusantara berada dalam kerajaan-kerajaan atau kesultanan
Islam.
Meski tidak ada catatan konsensus di antara
kerajaan tersebut, namun semua menggunakan bahasa Melayu.
Dai-dai Islam memilih menggunakan bahasa Melayu sebagai
bahasa dakwah karena karakter bahasa Melayu pada zaman itu belum tercampur
dengan pandangan dan pikiran apapun. Bahasa Melayu bukan saja menjadi bahasa
persatuan kepulauan Nusantara, tetapi juga mengangkat derajatnya menjadi bahasa
ilmu pengetahuan, komunikasi, perdagangan dan sebagai bahasa yang digunakan
dalam penulisan resmi.
Termasuk penulisannya menggunakan huruf-huruf Arab tetapi
bahasa dan bunyinya Melayu. Huruf-huruf ini disebut huruf Arab-Melayu atau perso (Syed Muhammad
Naquib al-Attas,
Historical Fact and Fiction, hal. xvi). Di Indonesia huruf ini
kemudian dikenal dengan nama pegon
(pego).
Salah satu kontribusi nyata di Nusantara adalah
penggunaan bahasa Melayu, sehingga menjadi bahasa pemersatu Nusantara. Ia
menjadi lingua franca penduduk
Melayu-Indonesia, bahkan sampai kepada daerah Filipina dan Thailand.
Para pendakwah Islam sengaja memilih bahasa Melayu untuk
diislamkan. Banyak sekali istilah-istilah bahasa Melayu yang diambil dari
bahasa Arab. Misalnya, kata akal,
musyawarah, mukadimah, adil, adab, dan lain-lain.
Tulisan pegon
(pego) populer di pesantren tradisional yang diajarkan berabad-abad
lamanya, sejak kedatangan Islam. Namun, sayang jenis tulisan ini tidak lagi
populer di Indonesia – hanya dikenal oleh anak-anak Pesantren. Tapi di Malaysia
masih digunakan dalam tulisan-tulisan di ruang publik.
Pengislaman bahasa ini berlanjut kepada pengislaman
konsep-konsep kehidupan masyarakat Melayu-Nusantara. Sehingga sedari dulu,
bahasa Melayu identik dengan Islam. Para mubaligh Arab juga mengenalnya sebagai
salah satu bahasa dunia Islam waktu itu, bahkan tercatat sebagai bahasa Islam
nomor dua terbesar setelah bahasa Arab.
Pengaruh besar itu adalah bahwa ada informasi sejarah
yang jarang diketahui publik. Prof. Mansur Suryanegara berpendapat dalam
bukunya Api Sejarah
bahwa para ulama yang aktif dalam BPUPKI biasa menulis rapat dalam
tulisan pegon.
Oleh karena itu, satu satunya bangsa terjajah di asia
tengara promlamisnya menggunakan teks bahasa sendiri, bukan bahasa
penjajah adalah Indonesia.
Dengan kata lain, karena prestasi ulama dan santri bangsa
Indonesia memiliki bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia merupakan satu rumpun dengan
Melayu dan Bahasa Indonesia termasuk dari bahasa Melayu juga.
Sebagian peneliti mengatakan bahasa Indonesia dulu
merupakan bahasa Melayu. Pesantren-pesantren yang berdiri di Sumatera dan Jawa
menggunakan bahasa ini sebagai pengantar dalam belajar Islam. Tulisan yang
digunakan dimodifikasi antara bahaya lokal dengan Arab. Tulisan yang disebut pegon itu adalah bahasa
lokal tetapi huruf yang digunakan untuk menuliskannya adalah Arab. Prof. Naquib
al-Attas menyatakan para ulama dan santri berhasil mengangkat bahasa Melayu
menjadi bahasa persatuan di kepulauan Nusantara.
Karena itu ketika penjajah asing masuk Indonesia, maka
yang diangkat oleh para pejuang adalah Islam. Karena berabad-abad lamanya, bumi
budaya Indonesia dibentuk dan dibina oleh kebudayaan Islam. Pribumi telah
merasakan Islam sebagai identitas tepat untuk melawan penjajah.
Tatanan kebudayaan Islam dalam naungan kesultanan Islam
telah membentuk tatanan budaya, ekonomi dan politik yang stabil selama
berabad-abad.
Oleh: Umma Muhammad
posted by @Adimin
Label:
SLIDER,
TOPIK PILIHAN