Powered by Blogger.
Humas PKS Ikuti Worshop Jurnalistik Pada Rapat Koordinasi
Humas PKS se-Sumatera Barat melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor) yang berlangsung pada tanggal 4 - 6 November 2022 di Padang, Senin (5/11) ...
Search This Blog
Latest Post
March 24, 2017
posted by @Adimin
Tsaqâfah Islam adalah Kunci Sukses Mengembalikan Kegemilangan Islam
Written By NeoBee on 24 March, 2017 | March 24, 2017
Kita
wajib mendakwahkannya hingga seluruh manusia Muslim atau non mulim- merasakan
rahmatnya Islam
ISLAM
mendudukkan
ilmu dan tsaqâfah
pada kedudukan yang mulia. Tidak ada agama lain selain Islam yang sedemikian
memperhatikan dan begitu memuliakan persoalan ilmu dan tsaqâfah.
Islam
menempatkan kewajiban mempelajari tsaqafah Islam sebagai sebuah ibadah yang
setara dengan kewajiban yang lainnya. Dalam surat al-mujadilah ayat 3, Allah
telah memberikan keutamaan bagi orang-orang yang memahami Islam dengan mendalam
akan dinaikkan derajatnya.
Mereka
yang berilmu juga disebut pewaris para nabi. Sebagaimana sabda manusia yang
palingagung, “Sesungguhnya
para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, sesungguhnya mereka hanyalah
mewariskan ilmu, maka barangsiapa yang telah mengambilnya, maka ia telah
mengambil bagian yang banyak.” (HR. Abu Dawud & Tirmidzi).
Para
nabi yang mulia tidaklah mewariskan sesuatu kepada ummatnya kecuali warisan
yang paling berharga di dunia dan warisan yg paling dibutuhkan manusia. Dan
warisan tersebut adalah ilmu tsaqâfah.
Ini menunjukkan pada kita bahwa ilmu itu jauh lebih utama daripada harta. Dalam
kitab madarijus salikin, Imam Ibnu Qoyyim saat menjelaskan bahwa tingkat
kedermawanan tertinggi adalah memberikan ilmu.
Sedangkan
tingkat kedermawanan terendah adalah dengan memerikan harta. Dengan ilmu
manusia akan mengenal Allah, mengenal tujuan hidupnya, mengetahui baik-buruk
dan dengan ilmu pula manusia dapat menyelesaikan problemnya. Dan pada
hakikatnya, rasulullah saw diutus untuk menyampaikan –ilmu/ tsaqâfah – Islam. Yang
beliau perjuangkan dengan segenap pikiran, tenaga, waktu hingga jiwanya
hanyalah untuk membawa Islam. Membawa tsaqafah Islam dengan aqidahnya yang
cemerlang, juga syariat Islamnya yang tertuang dalam al-quran dan as-sunnah.
Dengannya, kehidupan manusia akan berada pada puncak kemuliaannya, pada
limpahan rahmat dan berkah. Dan mencampakkannya pasti berujung pada derita dan
masalah. Beliau membawa al-qur’an dan as-sunnah dengan melalui kehidupan yang
berat. Berpeluh, bercucuran darah dan air mata, demi kehidupan yang baik bagi
kita, ummatnya. Untuk kita ambil dan kita jadikan pegangan hidup. Untuk
diadopsi dan dijadikan sebagai sumber solusi yang memudahkan hidup manusia.
Itulah mengapa diberi kepahaman agama menjadi indicator seseorang mendapat
kebaikan dari Allah.
Kaum
Muslimin diwajibkan mempelajari tsaqâfah
yang berkaitan dengan individunya sebagai fardhu ‘ain. Islam juga mewajibkan
mempelajari tsaqâfah
yang berkaitan dengan masyarakat dan ilmu yang dibutuhkan masyarakat
sebagai fardhu kifayah.
Tsaqâfah Islam yang didalamnya terdapat
aspek aqidah mampu membangkitan manusia. Karena kebangkitan ummat tergantung
pada pemikirannya. Pemikiran-pemikiran Islam bisa menjadikan orang yang
memiliki tsaqâfahnya
mampu membentuk manusia menjadi pribadi yang memilik ‘aqliyah (pola pikir)
yang memuaskan akal dan menentramkan jiwa. Terbentuk pula dalam dirinya nafsiyah Islamiyah (pola
sikap yang Islam) yang dipenuhi dengan keimanan yang sempurna.
Dengan
‘aqliyah dan nafsiyah ini seseorang
memiliki sifat yang mengagumkan/agung yang diinginkan oleh seorang Muslim.
Karena itu dia menerjuni petualangan kehidupan dalam keadaan (mempunyai) bekal
sebaik baik perbekalan, yaitu pemikiran yang cemerlang, takwa dan pengetahuan
yang dapat menuntaskan segala problematika.
Tidak
berhenti disitu, tsaqâfah
Islam menjadi bagian dari ummat Islam, dimana diatasnya dibangun peradaban
Islam. Tsaqâfah
juga menentukan tujuan dan corak kehidupan ummat. Dengannya, pandangan hidup
ummat yang terdiri dari berbagai suku, bangsa dan perbedaan dapat disatukan.
Dan didalamnya juga terdapat aturan yang akan dapat menjaga aqidah, keamanan,
harta, akal, jiwa, keturunan, kehormatan dan kedaulatan Negara Islam. Tsaqâfah suatu bangsa
hakikatnya adalah keimanan (aqidah), hukum, solusi, sistem yang terpancar dari aqidah, ilmu pengetahuan
yang dibangun diatas aqidah dan peristiwa apapun yang terkait dengan aqidah sebagai
perjalanan dan sejarah umat.
Perhatian
kekhilafahan terhadap tsaqâfah
Era
kekhilafahan Islam pada masanya sangat memahami ketinggian possi ilmu dan tsaqâfah Islam dalam
agama kita yang mulia. Oleh karenanya, Negara Islam yang dipimpin rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam
dan para khulafa’ sesudah beliau sangat memperhatikan aspek yang berhubungan
langsung dengannya, yakni pendidikan.
Di
masa Rasulullah Shalallahu
‘alaihi Wassallam, beliau menetapkan kebijakan berupa penebusan
bagi tahanan di Perang Badar untuk mengajar sepuluh orang Muslim membaca dan
menulis. Rasulullah sebagai kepala negara mengirimkan para qurra’ untuk mengajarkan
Islam kepada masyarakat, utamanya yang baru masuk Isalm. Rasulullah mengirim qurra’ terbaik tersebut
ke seluruh penjuru jazirah Arab. [Hisyam Ibnu, Sirah An-Nabawiyah juz 2]
Pada
masa Abu Bakar As-Shiddiq, masjid difungsikan sebagai tempat belajar, ibadah
dan musyawarah. Kuttab,
merupakan pendidikan yang dibentuk setelah masjid, didirikan pada masa Abu
Bakar. Di masa belau pula, al-Qur’an al-kariim mulai dikumpulkan. Pada masa
Kekhalifahan Umar bin Khattab, terdapat kebijakan pemberian gaji kepada para
pengajar Al-Qur’an masing-masing sebesar 15 dinar.
Para
khulafa’
berikutnya menyediakan pendidikan gratis dengan sarana dan prasarana yang
bermutu, membangun banyak madrasah, jami’ah
(universitas) dengan fasilitas terbaik untuk mendudkung kebutuhan pelajar
termasuk asrama dan perpustakaan.
Madrasah
al-Muntashiriah, misalnya, yang didirikan oleh Khalifah al-Muntashir Billah di
Kota Baghdad. Di sekolah ini setiap siswa dijamin Kehidupan kesehariannya.
Bahkan mereka menerima beasiswa berupa emas seharga satu dinar (4,25 gram emas)
perbulan. Institusi pendidikan serupa juga dibangun dengan fasilitas lengkap
dan gratis seperti Madrasah an-Nuriah, jami’ah
Al-Azhar kairo dll.
Para
khalifah juga membangun perpustakaan di banyak daerah di penjuru kekhilafahan,
di Baghdad, Ram Hurmuz, Rayy (Raghes), Merv (daerah Khurasan), Bulkh, Bukhara,
Ghazni, dan sebagainya. Tinta emas sejarah ini ditukis oleh Bloom dan Blair,
yang mengakui bahwa rata-rata tingkat kemampuan literasi (membaca dan menulis)
di Dunia Islam pada Abad Pertengahan lebih tinggi daripada Byzantium dan Eropa
(Jonathan Bloom dan Sheila Blair, Islam
: A Thousand Years of Faith and Power, Yale University Press,
London, 2002).
Bahkan
di setiap masjid terdapat perpustakaan. pada abad ke-10, di Andalusia saja saja
terdapat 20 perpustakaan umum. Di Kairo,Perpustakaan Darul Hikmah mengoleksi
tidak kurang dari 2 juta judul buku. Bahkan di Syam, Perpustakaan Umum Tripoli,
mengoleksi lebih dari 3 juta judul buku, termasuk 50 ribu eksemplar al-Quran
dan tafsirnya.
Jumlah
koleksi buku di perpustakaan-perpustakaan ini termasuk yang terbesar pada zaman
itu. Bandingkan dengan Perpustakaan Gereja Canterbury yang berdiri empat abad
setelahnya, yang dalam catatan Chatolique Encyclopedia, perpustakaan tersebut
memiliki tidak lebih dari 2 ribu judul buku saja.
Semua
ini dilakukan demi menjaga tsaqofah Islam tetap terwariskan dengan baik kepada
anak cucu dan generasi mendatang. Khilafah juga memproduksi mujtahid-mujtahid
dan ulama-ulama berkualitas dan takut Allah secara massal. Para ulama tersebut
juga penulis yang setiap orangnya mampu melahirkan ratusan judul kitab.
Termasuk diantaranya kitab-kitab yang khusus membahas tuntas aspek ilmu baik
dari segi keajiban dan keutamannya, adab-adabnya dan penjelasan tentang ulama
seperti kitab Ta’lim
al-Muta’lim fi Thoriiqi at-Ta’allum dan Ihya’ Ulumiddin,masterpiece
Imam Ghazali yang fenomenal.
Saat
melakukan jihad dan futuhat,
kaum Muslim menaklukkan berbagai negara dalam rangka mengemban dakwah Islam
kepada penduduknya. Karena itu kebanyakan para penakluk adalah dari golongan
ulama, pembaca dan penulis. Hal ini bertujuan untuk mengajarkan tsaqâfahnya di negeri
yang ditaklukkan. Walhasil, di setiap negeri yang ditaklukkan dibangun masjid
untuk shalat dan belajar, baik bagi laki-laki, perempuan maupun anak-anak.
Mereka mengajarkan kepada orang-orang mengenai al-Quran, hadits dan hukum-hukum
Islam, mengajarkan mereka bahasa Arab, dan membatasi perhatian mereka dengan tsaqâfah Islam.
Wajar
jika dalam waktu singkat–pada masa pemerintahan kaum Muslim- tsaqâfah lama hilang di
negeri-negeri yang ditaklukkan. Tinggal tsaqâfah
Islam saja yang menjadi tsaqâfah
di setiap negeri tersebut, dan bahasa Arab saja sebagai bahasa Islam.
Negeri-negeri yang ditaklukkan seluruhnya bergabung dengan negeri-negeri Arab
menjadi negeri yang satu, yang sebelumnya merupakan negeri –negeri dan
bangsa-bangsa yang berbeda-beda dan bercerai berai. Islam menjadi
satu-satunya kepemimpinan berfikir (qiyadah
fikriyah) di seluruh Negara Islam.
Kehidupan
warga di era khilafah Islam yang dilimpahi barakah ini terus berjalan hingga
pada pertengahan abad ke 18 Masehi di masa Kekhilafahan Utsmani, ummat Islam
mengalami kemerosotan yang mendalam. Bermula pada kejeniusan raja-raja Eropa,
yang kewalahan mengahdapi tentara kaum Muslimin pada Perang Salib.
Dua
ratus tahun lamanya, mencurahkan otak mengetur strategi, menguras harta hingga
memajak rakyat demi membiayai perang suci, namun yang didapaat hanya kekalahan
demi kekalahan. Maka sejak abad ke 13 Masehi mereka temukan rahasia kekuatan
ummat Islam. Dan mereka bertekad menghancurkannya. Kekuatan Islam yang tak lain
terletak pada tsaqâfah
nya ; dalam aspek pemahaman
dan penerapannya.
Maka dirumuskanlah gaya perang baru, bukan lagi dengan perang fisik, tapi
dengan gazwu ats-tsaqafiy
; perang tsaqafah atau perang budaya.
Mereka
berupaya keras untuk menghapus tsaqâfah
dari benak dan kehidupan kaum Muslimin. Mereka juga berusaha
menghilangkan tsaqâfah
dari undang-undang hingga konstitusi kaum Muslimin. Sejak saat itu,
bahasa Arab mulai ditinggalkan dan diganti dengan Arab ‘ammiyah, bahasa daerah
dan bahasa penjajah. Kemudian berlanjut dengan ditutupnya pintu ijtihad dan
diambilnya tsaqâfah
– tsaqâfah
asing seperti filsafat, demokrasi, feminisme dll, sehingga negera khilafah
justru berdiri di atas tsaqâfah
selain Islam. Hal ini merupakan keberhasilan scenario besar Barat dalam perang
budaya (gazwu ats-tsaqafiy)
untuk meruntuhkan institusi daulah Islam.
Sejak
zaman keruntuhan Negara pemersatu umat itulah, hingga saat ini kaum Muslimin
diterpa berbagai persoalan hidup. Miskin harta, miskin iman, miskin ilmu dan
miskin adab. Generasi muda umat ini tak luput dari sasaran pengrusakan.
Narkoba, minuman keras hingga seks bebas mereka jadikan trend dan gaya hidup.
Jika saat ini kita ingin mengembalikan Islam dan ummat Islam pada kejayaan
peradabannya, jika kita ingin kembali hidup dalam kegemilangan generasinya,
sudah sepatutnya kita kembali pada Islam. Memahami dengan baik tsaqâfah nya. Kemudian
meyakininya sebagai satu-satunya pandangan hidup yang shahih. Kita juga wajib
merujuk padanya saat memiliki persoalan individu atau keummatan. Serta
mengamalkannya dalam seluruh lini kehidupan mulai tataran individu, keluarga,
masyarkat hingga Negara.
Last
but not least,
kita wajib mendakwahkannya hingga seluruh manusia –Muslim atau non mulim-
merasakan rahmatnya. Wallahu
a’lam bis showab
Oleh:
Wardah Abeedah
posted by @Adimin
Label:
SLIDER,
TOPIK PILIHAN