
Era kini mungkin tak banyak yang mengenal Yanissari. Lebih populer
istilah "knight templar" ataupun "three muskeeter". Padahal, di abad
pertengahan lalu, pasukan Yanissari inilah yang sangat ditakuti dunia.
Pasukan Salib luluhlantak tatkala berhadapan dengan tentara Yanissari.
Kisahnya terjadi tatkala Kesultanan Utsmaniyah menguasai separuh belahan
dunia di abad pertengahan lalu.
Yanissari adalah sebutan
untuk kelompok pasukan elit Utsmaniyah. Pasukan ini dibentuk kali
pertama kala Murad I menjadi Sultan Ustamaniyah. Menurut Felix Siauw,
penulis buku "Muhammad Al Fatih 1453", pasukan elit dalam Islam
sebenarnya sudah dibentuk sejak era Utsman bin Affan menjadi Khalifah,
di abad 7 Masehi lalu. "Utsmaniyah kemudian mengembangkan lagi pasukan
elit seperti yang dilakukan Khalifah Utsman, itulah Yanissari itu,"
tuturnya kepada Mahkamah, beberapa waktu lalu.
Roger Crowly, penulis buku "1453 Detik-Detik Jatuhnya Konstantinopel ke
Tangan Islam", sempat menggambarkan ringkas tentang keperkasaan
Yanissari. Peneliti asal Inggris itu menggambarkan pasukan Yanissari
sempat membikin merinding tentara Kristen yang mempertahankan
Konstantinopel, ibukota Romawi, tatkala diserbu oleh pasukan Utsmaniyah.
Pasukan itu, tulis Crowly lagi, seperti tak takut kematian, memiliki
keahlian beladiri yang sangat tinggi, berperang seperti singa padang
pasir.
Crowly juga menggambarkan proses perekrutan pasukan Yanissari yang
sangat ketat. "Bila ayahnya adalah anggota Yanissari, maka anaknya
kemudian menjadi Yanissari, tanpa diketahui siapapun. Hanya sultan yang
mengetahuinya," tutur Crowly lagi. Begitu kehebatan pasukan khusus ini.
Di era Utsmaniyah menguasai dunia, memang warga Eropa sekalipun
berlomba-lomba agar anaknya bisa masuk menjadi pasukan Yanissari. Ini
digambarkan terang oleh sejarahwan Yunani, Dimitri Kitsikis. Dalam
bukunya, Turk Yunan Imparatorlugu, Dimitri melukiskan banyak keluarga
Kristen yang bernafsu memasukkan anak laki-lakinya menjadi pasukan
Yanissari. Karena dengan bergabung menjadi Yanissari, menurut Dimitri
lagi, bisa memberikan kemajuan keluarganya secara sosial.
Dimitri melukiskan lagi, kala Yunani di bawah kekuasaan Utsmaniyah,
lulusan Yanissari kemungkinan besar diangkat menjadi Wazir Agung,
Gubernur Jenderal dan pejabat teras Utsmaniyah lainnya. Tak heran banyak
warga yang ingin anaknya bergabung dengan Yanissari.
Dalam gambaran Crowly lagi, kala berperang, pasukan Yanissari inilah
penggedor tembok terakhir Konstantinopel. "Mereka sangat terlatih, tidak
pernah ada pasukan Kristen seperti pasukan itu," papar Crowly lagi.
Pasukan Yanissari ini memang sangat disegani. Crowly menceritakan,
pasukan itu bisa tidur di padang pasir, kemudian bangun dan langsung
siap berperang. Begitulah dahsyatnya.
Felix juga menuturkan, selain dibekali kemampuan tempur tingkat tinggi,
pasukan Yanissari juga sangat unggul dari sisi keimanan. "Ketika Sultan
Al Fatih berhasil menjebol Konstantinopel, dia langsung mengumpulkan
seluruh prajurit Yanissari di Masjid Hagia Sophia untuk melaksanakan
sholat berjamaah pertama kalinya. Mereka memilih siapa yang layak
menjadi imam," kisah Felix lagi. Hampir seluruh pasukan Yanissari, tutur
Felix lagi, tak pernah meninggalkan sholat lima waktu dan sholat
sunnat. "Mereka sangat Islami sekali," pungkasnya.
Tak heran, Lord Kinross, peneliti asal Inggris dalam bukunya The Ottoman
Centuries: The Rise and the Fall of Turkish Empire, tak kuasa untuk
melukiskan tentang rahasia keperkasaan pasukan Utsmani. Dia mengutip
seorang pengembara bernama Bertrand de Broquiere yang
melukiskan,"Pasukan Utsmani sangat cepat gerakannya. Seratus pasukan
Kristen akan jauh lebih gaduh dari sepuluh ribu pasukan Utsmani tatkala
diperintah untuk bergerak. Tatkala genderang perang telah ditabuh, maka
dengan segera mereka akan bergerak, mereka tidak berhenti melangkah
hingga komando dikeluarkan. Mereka adalah pasukan yang terlatih. Dalam
semalam mereka mampu melakukan tiga kali lipat perjalanan yang dilakukan
musuh-musuhnya orang-orang Kristen".
Di kesultanan Utsmaniyah, pasukan Yanisari ini juga berperan sebagai
pasukan pengawal Sultan. Pasukan Yanissari inilah yang kemudian ditiru
Barat. Di abad 18, beberapa negara Barat membentuk Musketeer, pasukan
pengawal Presiden atau Raja. Keahlian pasukan Yanissari ini juga yang
kemudian diadopsi oleh CIA, FBI, Mossad, dan lembaga intelijen lainnya.
posted by @Adimin