Powered by Blogger.
Humas PKS Ikuti Worshop Jurnalistik Pada Rapat Koordinasi
Humas PKS se-Sumatera Barat melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor) yang berlangsung pada tanggal 4 - 6 November 2022 di Padang, Senin (5/11) ...
Search This Blog
Latest Post
March 14, 2015
Oleh: Yan S. Prasetiadi, M.Ag
hidayatullah
posted by @Adimin
‘Islam Moderat’ Sebuah Distorsi Istilah
Written By Sjam Deddy on 14 March, 2015 | March 14, 2015
Diciptakanlah istilah ‘Islam radikal’ untuk menggiring kaum Muslim agar menerima istilah ‘Islam moderat’dan barat akan memberi penghargaan "Islam Moderat' bagi yang mau bekerjasama
dengannya, dan cap 'radikal' bagi yang melawan (Ilustrasi)
SEBUAH istilah terkadang mampu menyihir dan
memperdaya siapa pun, terlebih jika dikatakan dengan penuh retorika oleh tokoh
terpandang. Hal ini nampaknya berlaku dalam wacana ‘Islam moderat’ yang
belakangan dikampanyekan kembali sebagian pihak, setelah sebelumnya gagasan ini
sempat diusung gerakan liberal, yang akhirnya kandas dan ditolak umat Islam.
Karenanya patut disayangkan jika beberapa tokoh negeri ini, malah mempropa gandakan
kembali gagasan basi ‘Islam moderat’ ini.
Masih hangat dalam memori kita, ketika
sambutan acara ta’aruf Kongres
Umat Islam Indonesia VI di Yogyakarta, Menteri Agama
menyatakan bahwa Islam Indonesia yang moderat adalah versi Islam yang
diharapkan dunia (08/02/2015). Di hari berikutnya, selasa (10/02/2015), pada
acara yang sama, Wapres mengatakan pemikiran Islam Indonesia diharapkan bisa
menjadi referensi terbesar di dunia, karena itu, umat Islam di Indonesia harus
bisa menunjukkan Islam yang moderat dan toleran, menjadi jalan tengah, serta
mampu menjaga kebersamaan dan kedamaian.
Apa yang disampaikan wapres dan menteri Agama
itu, sebetulnya sudah pernah diopinikan juga mantan presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) dalam pidatonya di depan peserta APEC CEO Summit tahun 2011 di Honolulu,
Amerika Serikat (12/11/2011).
SBY mengatakan Indonesia akan menjadi model
Islam moderat yang berkomitmen menekan radikalisme dengan cara yang tidak
melanggar HAM dan menjujung demokrasi.
Di sini terlihat, tokoh politik di negeri ini
memiliki irama dan pandangan yang senada tentang Islam. Bahwa Islam harus
menjadi moderat, jalan tengah, damai, anti radikal, toleran, sesuai HAM,
menjunjung demokrasi dan dicintai ‘dunia’.
Sepintas gagasan ‘Islam moderat’ merupakan
gagasan yang seolah asli dan elegan. Akan tetapi, setelah ditelusuri, kampanye
‘Islam moderat’ tidak lepas dari peristiwa WTC 11 September 2001, di mana
kelompok Muslim dituduh bertanggung jawab atas kejadian tersebut. Akhirnya umat
Islam menjadi tertuduh, dan diciptakanlah istilah ‘Islam radikal’ untuk
menggiring kaum Muslim agar menerima istilah ‘Islam moderat’.
Dari berbagai pernyataan para politisi dan
intelektual Barat terkait klasifikasi Islam menjadi ‘Islam moderat’ dan ‘Islam
Radikal’ atau Ekstrimis, kita akan menemukan bahwa yang mereka maksud ‘Islam
Moderat’ adalah Islam yang tidak anti Barat (baca: anti Kapitalisme); Islam
yang tidak bertentangan dengan sekularisme Barat, serta tidak menolak berbagai
kepentingan Barat. Substansinya, ‘Islam Moderat’ adalah Islam sekular, yang mau
menerima nilai-nilai Barat seperti demokrasi dan HAM, serta mau berkompromi
dengan imperialisme Barat dan tidak menentangnya. Kelompok yang disebut ‘Islam
Moderat’ ini mereka anggap sebagai ‘Islam yang ramah’ dan bisa jadi mitra
Barat.
Sebaliknya, menurut Barat, yang disebut ‘Islam
radikal’ atau ‘ekstrimis’ adalah Islam yang menolak ideologi
Kapitalisme-Sekular, anti demokrasi, dan tidak mau berkompromi dengan Barat.
Dengan kata lain, ‘Islam radikal’ adalah
Muslim yang setia dengan pandangan hidup dan nilai-nilai Islam, serta taat pada
ideologi dan syariat Islam. Atau, orang radikal adalah orang yang ingin menerap
kan Islam kaffah. Bagi Barat, kelompok Islam ini bukan saja dianggap sebagai
Islam yang ‘keras’ dan anti-Barat, tetapi juga dianggap sebagai ancaman buat
peradaban mereka.
Karena itu, Noam Chomsky dalam Pirates and
Emperors, Old and New International Terorism in
The Real World (new edition, 2002), mengatakan: “We note another pair of Newspeak concepts:
‘extremist’ and ‘moderate,’ the latter referring to those who accept the
position of the United States, the former to those who do not.”
(Kita mencatat sepasang konsep basabaru: ‘ekstrimis’ dan ‘moderat’; predikat
‘moderat’ disandangkan pada pihak-pihak yang mendukung kebijakan AS dan
sekutunya. Sementara predikat ‘ekstrimis’ disandangkan pada pihak-pihak yang
menantang, mengancam, mengusik kebijakan AS dan sekutunya).
Jelas, klasifikasi demikian menggambarkan cara
pandang Barat terhadap Islam dan kaum Muslim sesuai ideologi mereka. Karena
itu, umat Islam wajib menyadari, pemilahan Islam menjadi moderat dan radikal
adalah demi kepentingan Barat, yakni untuk memunculkan satu kelompok Islam dan
menekan kelompok Islam yang lain. Dengan begitu, Barat berambisi, hanya ada
satu Islam, yakni Islam yang mau menerima ideologi, nilai-nilai, dan peradaban
Barat serta berbagai kepentingan mereka.
Padahal dalam keilmuan Islam, tidak ada yang
namanya Islam moderat, Islam ramah, Islam radikal, ataupun Islam ekstrimis.
Karena Islam adalah agama (diin)
yang diturunkan oleh Allah swt kepada Nabi Muhammad saw. untuk mengatur
hubungan antara manusia dengan Allah, dengan sesamanya, dan dengan dirinya
sendiri.
Karena itu, Islam tidak cuma mengajarkan
akidah yang mengharuskan setiap pemeluknya mengimani rukun iman. Islam juga
mengharuskan setiap pemeluknya untuk terikat dengan syariat-Nya; baik yang
berkaitan dengan masalah ibadah, muamalat (seperti sistem ekonomi), munakahat
(seperti sistem pergaulan pria-wanita), hudud dan jinayat (seperti sistem
sanksi dan peradilan), jihad, maupun ahkam sulthaniyah (seperti sistem
pemerintahan), dsb. Inilah yang disebut Islam kaffah.
Inilah keberislaman yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala.
Itulah sejatinya hakikat Islam yang disepakati
para ulama. Akan tetapi dilapangan, pelaksanaan Islam oleh para pemeluknya
tidak selalu berbanding lurus dengan ajaran yang dipeluknya. Misal, korupsi
jelas diharamkan Islam, tetapi para koruptor di negeri ini ada yang Muslim.
Demikian pula dengan satu-dua aksi pengeboman
terhadap rakyat sipil, juga jelas dilarang Islam, meski pelakunya ternyata ada
yang Muslim. Jika kasus korupsi tersebut mewakili Muslim moderat, kemudian
kasus pengeboman mewakili Muslim radikal, apakah masuk akal jika kemudian Islam
yang disalahkan? Jelas tidak, karena kesalahan bukan pada Islam, tetapi pada
masing-masing oknum pelakunya.
Semua tindakan itu jelas bertentangan dengan
Islam dan tidak ada kaitan dengan Islam. Jika kemudian ada oknum Muslim yang
melakukan kesalahan, seharusnya ia dilihat sebagai orang yang melakukan
pelanggaran terhadap (hukum) Islam, dan bukan sedang mempraktikan ajaran Islam.
Wallahu A’lam
Oleh: Yan S. Prasetiadi, M.Ag
hidayatullah
posted by @Adimin
Label:
EDITORIAL,
FAKTA,
TOPIK PILIHAN