pic

Powered by Blogger.

Humas PKS Ikuti Worshop Jurnalistik Pada Rapat Koordinasi

Humas PKS se-Sumatera Barat melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor) yang berlangsung pada tanggal 4 - 6 November 2022 di Padang, Senin (5/11) ...

Search This Blog

Latest Post

Silaturahim Politik | Oleh M Sohibul Iman

Written By mediapkspadang on 13 January, 2016 | January 13, 2016


Masyarakat biasa memandang istilah silaturahim (bernuansa spiritual) bertentangan dengan politik (yang dipersepsi sarat kepentingan material). Interaksi antarindividu atau kelompok yang bersifat tulus untuk memelihara eksistensi kemanusiaan disebut silaturahim. Salah satu penjelasan etimologis, shillah (bahasa Arab: menyambungkan) dan rahim (kandungan sang bunda). Seluruh manusia, meski berbeda latar belakang suku, bangsa, atau ras, sebenarnya berasal dari nenek-moyang yang satu: Adam dan Hawa.

Kesatuan kemanusiaan melandasi aktivitas silaturahim, termasuk dalam konteks kebangsaan. Sebagai bangsa, Indonesia—menurut definisi Ben Anderson—adalah komunitas yang dibayangkan (imagined community), melampaui batas-batas fisik dan material yang dirasakan sekelompok orang yang tinggal di suatu wilayah bernama nusantara. Silaturahim melumerkan batas suku/agama/budaya, sambil membentuk dan memperkuat "batas baru" sebuah bangsa (Indonesia). Tentu saja bangsa yang hendak diperkuat bukan bersifat chauvinistik, tetapi bersahabat dengan bangsa-bangsa lain yang terus berkembang.

Sedangkan, makna politik telanjur dipahami publik sebagai rebutan kursi kekuasaan akibat tingkah para politisi yang tidak berpegang pada nilai moral. Padahal, jika kita merujuk pada pandangan klasik Plato, politik harus berdasarkan fondasi keadilan. Setiap orang membatasi dirinya dan posisinya dalam hidup sesuai kompetensi dan kapasitasnya. Dalam skala makro (polis sebagai cikal-bakal negara), prinsip keadilan terletak pada kesesuaian antara fungsi dan struktur pelayanan dengan kecakapan orang yang menjabatnya.

Pandangan Plato dinilai terlalu idealis dan spekulatif, bahkan dikritik oleh muridnya sendiri, Aristoteles. Manusia hidup dalam kenyataan material, terlibat benturan antara berbagai kepentingan, bukan nilai-nilai yang abstrak.

Berbeda dengan Plato yang menganggap negara sebagai manifestasi jiwa keadilan/kebaikan, Artistoteles menafsirkan negara-kota terbentuk karena kesepakatan warga lintas kampung. Kampung sendiri terbentuk dari kesepakatan lintas keluarga, dan keluarga terbentuk karena individu yang saling membutuhkan. Kemampuan individu manusia untuk mengelola kepentingannya sambil berinteraksi dengan individu lain itu diyakini Aristoteles sebagai tabiat zoon politicon.

Sejatinya, tidak ada konotasi negatif dari pemaknaan politik secara idealis atau realis. Praktik politik di masa kontemporer yang tidak berdasarkan nilai tertentu justru membentuk pemahaman keliru (falcification). Kekeliruan yang berulang-ulang (dari periode ke periode) dan bersifat masif menghasilkan "kebenaran" baru, misalnya: praktik politik uang diterima sebagai kewajaran dalam pemilihan umum dan pemilihan presiden/kepala daerah. Akibatnya, semua jenis interaksi politik antara individu atau kelompok diukur dengan kemanfaatan material yang akan diperoleh. Politik menjadi transaksi berbiaya tinggi untuk memuaskan/memaksimalkan kepentingan pribadi atau kelompok.

Sejak Indonesia merdeka, kita bisa membandingkan kualitas pemilu pada tahun 1955 dan 1999 dengan pemilu pada masa Orde Baru dan pascareformasi. Sebagai bangsa kita harus jujur, telah terjadi gejala dekadensi dalam proses demokratisasi. Bukan sekadar tingkat partisipasi masyarakat yang cenderung menurun, tetapi derajat keterwakilan para politisi semakin rendah dan kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga negara sebagai buah dari proses demokrasi terus merosot.

Sebelum lebih jauh terjebak dalam demokrasi semu, sebagai bangsa kita harus berani melakukan koreksi berjamaah, terutama para pemimpin bangsa dan penentu kebijakan. Politik kontemporer yang kita jalani saat ini semakin jauh dari nilai yang digariskan Plato atau Aristoteles.

Semakin jauh lagi, bila kita pakai kriteria asasi pembangunan negara (state building) yang dicanangkan al-Farabi sebagai Madinah al-Fadhilah (negara utama), yakni kesatuan masyarakat yang paling mandiri dan mampu memenuhi kebutuhan dasar: sandang, pangan, papan, keamanan, dan ketertiban umum.

Apakah kita mengelola negara sebagai sarana untuk mewujudkan cita-cita nasional yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945? Ataukah kita perlakukan negara sebagai wahana memuaskan syahwat pribadi/kelompok? Pertanyaan-pertanyaan itu tidak hanya diajukan elite kelas menengah, tapi rakyat kecil di berbagai daerah juga bertanya-tanya dengan cara dan nada mereka sendiri: pemilu sudah berulang kali, kabinet bergonta-ganti, tapi mengapa nasib kami sebagai rakyat jelata belum sejahtera? Apakah rakyat selalu salah memilih? Apakah rakyat masih membutuhkan pemerintah selaku aparatus negara? Pertanyaan itu tak boleh dibiarkan, bersipongang dalam suasana ketidakpercayaan sistemik.

Silaturahim politik adalah proses dialog dan tukar-menukar pandangan atau pengalaman untuk memperbaiki kondisi politik bangsa yang disadari mengalami kemerosotan di berbagai dimensi. Silaturahim politik bukan hanya terbatas di antara politisi lintas partai, bukan pula antarpolitisi di dalam dan luar pemerintahan.

Silaturahim politik harus melibatkan seluruh komponen bangsa: tokoh masyarakat (termasuk pemuka agama) di pusat dan daerah, cerdik-cendekia lintas generasi (tua-muda) dan profesi, untuk menjawab permasalahan aktual tingkat lokal dan nasional. Jika perlu direvisi, kita bisa menyebutnya: silaturahim kebangsaan.

Tidak perlu dilakukan seremoni formal dan berbiaya besar untuk melembagakan silaturahim kebangsaan. Biarkan berlangsung secara spontan sejalan dinamika yang berkembang di masyarakat. Sebagaimana kesahajaan hubungan antara M Natsir dengan IJ Kasimo dan DN Aidit, atau kehangatan persahabatan Moh Roem dengan Oei Tjoe Tat. Mereka berbeda kelompok politik, tetapi bertenggang-rasa dalam menyelesaikan problem kebangsaan.

Kita harus malu jika sekarang rakyat menyaksikan sejumlah elite berkelahi mengenai perkara yang justru melemahkan sendi-sendi kebangsaan. Silaturahim, sebagaimana gotong-royong, harus menjadi identitas nasional kita.

M Sohibul Iman
Presiden Partai Keadilan Sejahtera


*KOLOM OPINI Republika, Senin 11 Januari 2016


posted by @Adimin

PKS Targetkan Suara Besar dari Pekerja, Petani dan Nelayan

Depok (12/1) - Pemberdayaan masyarakat pekerja, petani dan nelayan menjadi salah satu fokus utama program pengabdian PKS untuk rakyat. Program tersebut diharapkan berdampak pada penerimaan yang luas di masyarakat terhadap PKS dalam pemilu.

Ketua Bidang Pekerja, Petani dan Nelayan (PPN) DPP PKS Ledia Hanifa Amalia mengatakan jumlah penduduk Indonesia yang berlatar belakang pekerja, petani dan nelayan cukup besar. Menurutnya, rata-rata penduduk Indonesia berlatar pekerja, petani dan nelayan di setiap provinsi mencapai 15 persen.

"Karenanya, perlu didorong. Bahkan ada beberapa daerah yang lebih dari 55 persennya dari segmen pekerja, petani, dan nelayan. Oleh karenanya betul-betul harus kita desak," ujar Ledia di sela-sela Rapat Kordinasi Nasional (Rakornas) PKS di Hotel Bumi Wiyata, Depok, Jawa Barat, Selasa (12/1/2016).

Ledia mengungkapkan, PKS memang belum menetapkan target yang harus dicapai dari segmen pekerja, petani dan nelayan dalam pemilu mendatang.

"Kami tidak menetapkan target dari segmen ini secara nasional, tapi nanti akan dilakukan breakdown dari masing-masing provinsi sesuai kemampuan mereka masing-masing," cetusnya. [pks.id]


posted by @Adimin

Taujih Lengkap Ustadz Hilmi Aminuddin di Rakornas PKS

"Dalam Rakornas yang merupakan kewajiban konstitusional dalam jamaah kita yang alhamdulillah dalam mata rantai sebelumnya telah kita laksanakan bersama dengan suatu langkah-langkah yang patut diteladani oleh partai-partai lain, oleh jamaah-jamaah lain, dari mulai menyelenggarakan Majelis Syuro kemudian munas, mukernas, dan sekarang rapat koordinasi nasional. Seluruhnya, alhamdulillah, digambarkan betapa kesatuan langkah-langkah kita menyatu. Allahu ghoyyatuna.

Sesuai namanya Rakornas, koordinasi artinya kita bisa meluruskan koordinasi sekarang, baik dari koordinasi secara lima tahunan, juga akan menentukan koordinasi nasional untuk tahunan. Insya Alloh, dengan latar belakang kemenangan-kemenangan di tahun 2015, yaitu pencapaian pilkada, dengan pertolongan dan karunia Alloh, kita mencapai keberhasilan yang bahkan tidak diduga-duga.

Awal kita mulai Pilkada terdengar selentingan atau wacana disana-sini bahwa kita mendapatkan nomor 4, tapi setelah perhitungan kita mencapai puncak. Dan itu tidak lain atas karunia Alloh swt, yang kedua atas kerja keras antum sekalian yang mengorbankan atas segala potensi yang dimiliki untuk kejayaan Islam.

Rapat Koordinasi yang kita selenggarakan ini bagaimana kita mensinergikan seluruh langkah-langkah tujuan kita, baik itu lima tahun atau tahunan, menyatukan seluruh koordinasi dari seluruh program pusat dengan wilayah dan daerah tidak akan mungkin tanpa bersatunya hati dan akal kita serta motivasi kita, yaitu untuk mencapai ridho Alloh dan menegakkan kalimat Alloh. Tanpa itu semua, sangat sulit.

Tanpa motivasi dan tujuan untuk menegakkan kalimat Alloh, sangat sulit mempersatukan aneka ragam SDM, pendidikan, bahkan faktor budayanya, bahkan aneka ragam wilayahnya, yang tersebar di 700 pulau-pulau di Indonesia. Tapi, alhamdulillah, dengan kesatuan tekad kita bisa menyatukannya.
Dan terbukti, dalam pelaksanaan momentum pilkada 2015 menggambarkan keberhasilan. Dengan catatan itu, insya Alloh, tahun 2016 ini akan diisi dengan keberhasilan-keberhasilan selanjutnya baik raihan dalam pilkada untuk menyongsong kemenangan paling tidak sampai 2019.

Ikhwatifillah. Koordinasi pencapaian itu tidak mungkin tercapai kalau sebelumnya tidak ada konsolidasi potensi yang kita miliki. Dan konsolidasi di ranah dakwah selalu dimulai dari konsolidasi hati kita, wihdatul quluub, konsolidasi akal kita, wihdatul uquul, dengan dua hal itu Insya Alloh SDM kita akan terkonsolidasi dengan baik.

Untuk mencapai wihdatul quluub dan wihdatul uquul tersebut dimulai dari konsolidasi motivasinya dulu. Nawaitunya terkonsolidasi. Pada waktu lalu, saya telah mengingatkan bahwa konsolidasi terbaik jika kader-kader kita memunyai kesadaran tinggi bahwa jalan perjuangan ini merupakan pilihan kita. Kita memilihnya dengan penuh kesadaran sebagaimana Alloh swt menunjuk kita bahwa jalan perjuangan ini adalah sebagai pilihan dengan firman-firmannya, yaitu

Quul haadzihii sabili.. katakanlah bahwa ini adalah jalan pilihanku.. ad’uu illallah pilihan untuk melaksanakan tugas-tugas dakwah.. A’laa bashirotin.. dengan penuh kesadaran.. ana wamanittaba’ani wa subhanallohi wa maa anaa minal musyrikiin.. Mahasuci Alloh dan aku tidak termasuk orang-orang musyrik.

Kesadaran bahwa ini pilihan untuk memantapkan walaupun memang ada proses pembentukan, setiap individu bebas atau independen untuk menentukan jalannya. Dan manusia yang berani memilih perjalanan perjuangan dakwah pilihannya, itu berarti orang yang punya syakhsiyah tinggi. Sebab orang yang tidak berani dalam mengambil jalan pilihannya, berarti masih dalam kondisi split personality. Sehingga, pilihan-pilihan tersebut harus tetap ditebus dengan pengorbanan besar, pengorbanan waktu, harta, tenaga, bahkan jiwa. Semoga pengorbanan itu adalah pengorbanan karena Alloh.

Ikhwatifillah. Motivasi semakin meningkat, semakin menguat, semakin mendorong jika ada kesadaran lain, yaitu kesadaran tertinggi bahwa kita ada di dunia ini dibimbing Alloh untuk memilih jalan dakwah ini. Inilah namanya kesesuaian antara pilihan makhluk dan juga pilihan yang dipilih manusia. Dan Alloh pun juga mendorong untuk menumbuhkan kesadaran ini (Al An’am: 161-162)

“Katakanlah Alloh swt telah membimbingku, memberi petujuk kepadaku, untuk memilih jalan yang lurus ini, jalan perjuangan ini. Sebagai pedoman hidup yang kokoh, yaitu jalan yang ditempuh oleh Ibrahim dan para ahlul anbiya” (Qs Al-An’am:161)

“Katakanlah, sesungguhnya sholatku, ibadahku, dan hidupku, dan matiku hanya semata-mata untuk Robbil ‘Alamin. Dan karena itulah aku diperingati oleh Alloh swt. Dan aku adalah orang-orang yang pertama menyerahkan diri kepada Alloh.

Setelah pengakuan akan pilihannya yang sesuai dengan pilihan Alloh, lalu munculah tekad kuat, kita dibimbing Allah untuk berserah diri kepada-Nya. Berarti Alloh memotivasi kita untuk menjadi terdepan dalam memenangkan dakwah yang harus berada di barisan paling depan. Itulah makna wa anaa awwalul muslimin.

Motivasi seperti ini harus kita dorong dari waktu ke waktu. Sehingga motivasi itu adalah refleksi dari kekuatan iman kita. Kalau kita selalu terus mendorong, kemungkinan efeknya akan terus terjadi. Al-imaanu yaziidu wa yankus. Itu terkait juga dalam implementasi niat untuk berjuang di jalan Alloh.

Yang kedua, setelah konsolidasi motivasi, adalah konsolidasi orientasi. Umat Islam Indonesia termasuk umat yang rajin beramal Islam dalam segala sektor. Bahkan secara independen, mereka mendirikan pesantren, ma’had-ma’had, tanpa subsidi dari pemerintah. Dari kerjasama mereka sendiri hingga saat ini. Dari mereka mulai mendirikan masjidnya, sampai menjadi imam masjidnya.

Namun sayangnya, hal itu minus orientasi. Akhirnya, roh-roh pendirian Islam di beragam bidang seringkali hanya tercecer dan malah menghambat perjuangan Islam dan tidak jelas akan orientasinya. Kejelasan orientasi Alloh SWT seperti digambarkan pada ayat “walikulli wijhatun huwa muwalliiha,”. Setiap orang harus punya orientasi dalam mencapai sesuatu. Setelah jelas orientasi, barulah fastabiqul khoirot.

Kita bahkan diingatkan oleh ayat Alloh, orientasi harus yang objektif. Karena sesuai fitrah Alloh yang dikatakan “manusia diciptakan sesuai dengan fitrahnya,”
Dorongan-dorongan untuk kejelasan orientasi bahkan orientasi akan menjadi daya saing dalam melaksanakan perintah fastabiqul khoirot. Dalam melaksanakan tugas-tugas yang 
mendapat petunjuk dari Alloh SWT

Yang ketiga, adalah integrasi. Islam adalah agama yang syammil mutakammil. Konsepsinya adalah menuntun dan mengikuti seluruh aspek dalam hidup kita secara menyeluruh. Dan kita tidak mungkin memperjuangkan tegaknya Islam tanpa mampu mengintegrasikan seluruh potensi SDM kita. Apakah itu, generasi tua, apakah itu generasi muda, apakah itu ikhwan, apakah itu akhwat, harus terintegrasi dalam satu kesatuan yang menyeluruh. Sehingga, arah perjuangan kita lebih tegas dan jelas.

Integrasi ini masalah penting. Tanpa integrasi kemungkinan akan berjalan sendiri-sendiri. Karena yang satu tidak merasa ada hubungan dengan yang lain. Tapi, jika kita berhasil mengintegrasikan seluruh potensi, insya Alloh, kita akan mencapai target-target pencapaian bahkan yang mungkin tidak kita perkirakan sebelumnya. Dan ini sering terjadi dalam sejarah perjuangan kita.

Hasil-hasil di Pilkada, lebih dari apa yang kita perkirakan. Itu lah jika kekuatan kita terintegrasikan dengan baik. Fabimaa rohmatallohi linta lahum . Dengan rahmat Alloh, kamu berlaku lemah lembut. Kalau kalian bersikap keras, maka mereka akan bertebaran. Tidak terintegrasi. Dan hatinya sangat sensitif, kalau ada yang tersekat di antara mereka. Makanya, dalam pergaulan kita berjamaah yang setiap kita pasti punya kelemahan, tapi kelemahan adalah sebuah keniscayaan. Dan kepemimpinan kita salah pun juga keniscayaan. Maka, fa’fu anhum. Berilah maaf kepada mereka. Dan ketika kita memaafkan lain dengan penuh kesadaran, bisa jadi kita selama ini kita bisa tetap berjamaah karena sering memaafkan.

Sehingga, insya Alloh, jika hambatan-hambatan itu tidak ada, komunikasi pun menjadi lancar. Baik musyawarah di tingkat DPP, tingkat wilayah, akan menghasilkan tekad bersama.

Dengan konsolidasi itulah, komunikasi itu bisa dilakukan. Dan kelanjutannya, kalau komunikasi itu bisa dilakukan dengan baik, selesailah. Jika kamu selesai satu urusan, maka segera lah selesaikan urusan lain. Kita berjamaah karena Alloh untuk Alloh, bahkan bisa melebihi apa yang diperkirakan. Faidzaa faroghtafan shob wa ilaa robbika farghob."

sumber: www.pks.id


posted by @Adimin

Prabowo: Gerindra Tetap Sahabat PKS

Depok (12/1) - Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto mengakui kedekatan partainya dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Mantan Danjen Kopassus tersebut menegaskan apapun dinamika politik yang berkembang, Gerindra tetap sahabat PKS.

"Apapun yang diputuskan pemimpin-pemimpin PKS, Gerindra selalu menjadi sahabat bagi PKS," ujar Prabowo saat berbicara di sesi Leadership Talk dalam Rakornas PKS di Hotel Bumi Wiyata, Depok, Jawa Barat, Selasa (12/1/2016).

Pernyataan Prabowo terkait dengan rumor seputar dinamika politik PKS beberapa minggu terakhir. Prabowo meyakini, para pemimpin PKS mempunyai niat yang tulus untuk membangun bangsa dan negara serta menyejahterakan rakyat.

"Niat kita adalah niat yang baik. Saya yakin tokoh-tokoh PKS mempunyai niat baik, hati mereka baik untuk bangsa dan negara. Kalau niat sudah sama-sama baik dan positif, kita ingin bersama-sama bekerja sebik-baiknya untuk rakyat kita. Demikian komitmen kita, ingin berpikir baik bertindak baik untuk kepentingan masyarakat dan rakyat yang kita cintai," ucapnya.

Prabowo berharap kerjasama yang selama ini terbangun antara Gerindra dengan PKS dapat berlanjut terus, tidak hanya sebatas pada kerjasama pilkada. Dia lalu mencontohkan kerjasama Gerindra-PKS selama ini menghasilkan banyak keberhasilan di pilkada.

"Di Garut kita kerjasama dan berhasil. Di Bandung kita bekerjasama dan berhasil. Di Sumbar juga. Kalau PKS-Gerindra selalu berhasil, kenapa tidak terus berlanjut. Tapi Gerindra selalu berpikir positif. Kita tidak ragu dengan cita-cita PKS terhadap rakyat dan bangsa Indonesia," pungkasnya. [pks.id]
Keterangan Foto: P Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto saat menjadi pembicara di sesi Leadership Talk Rakornas PKS, Depok, (12/1/2015).
Fotografer: Nirwan Arif (RelawanPKSFoto)

posted by @Adimin

Pesan

More on this category »

Popular Post

 
Support : Creating Web | PKS Padang | Mas Temp
Copyright © 2011. PKS KOTA PADANG - All Rights Reserved
Template Created by PKS Padang Published by Mas Temp
Proudly powered by Blogger