pic

Powered by Blogger.

Humas PKS Ikuti Worshop Jurnalistik Pada Rapat Koordinasi

Humas PKS se-Sumatera Barat melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor) yang berlangsung pada tanggal 4 - 6 November 2022 di Padang, Senin (5/11) ...

Search This Blog

Latest Post

Salah Kaprah Impor Ikan Konsumsi

Written By mediapkspadang on 16 June, 2016 | June 16, 2016

Jakarta (16/6) – Anggota Komisi IV DPR RI Akmal Pasluddin menilai kebijakan impor ikan yang dikeluarkan oleh pemerintah belakangan ini, adalah tindakan yang salah kaprah.

Sebab, dengan adanya kebijakan yang semakin besar tersebut, menumbuhkan luka yang sangat mendalam bagi nelayan kecil, yang menaruh harapan begitu besar terhadap perlindungan dan pemberdayaan dari pemerintah.

“Kebijakan importasi ikan ini salah kaprah. Janggal dimana-mana. Sektor perikanan yang seharusnya sebagai penyangga kebutuhan pangan pertanian, malah ikut latah untuk ikut-ikutan impor,” papar Akmal di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/6/2016).

Akmal menambahkan kejanggalan kebijakan importasi ikan ini tampak pada rujukan data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun 2014, yang menyebutkan bahwa total produksi perikanan tangkap di laut menunjukkan tren yang meningkat.

Data tersebut menyebutkan pada tahun 2009, tangkapan ikan hanya 4.812.235 ton. Tetapi, melonjak drastis pada tahun 2014 menjadi 5.779.990 ton.

“Pemerintah membuat dalih bahwa selama ini hasil tangkapan nelayan tidak memenuhi syarat industri. Padahal, produksi ikan nelayan Indonesia sangat tinggi, misalnya, jenis ikan makarel, tuna, tongkol dan cakalang, juga dengan kualitas yang sangat baik, terutama hasil tangkapan nelayan di Indonesia Timur,” jelas Legislator PKS dari Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan II ini.

Akmal menambahkan beberapa daerah di Indonesia Timur yang memiliki produksi ikan cukup tinggi tersebut, misalnya di Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua. Di sisi lain, kebutuhan yang cukup besar, berada pada kota-kota besar di pulau Jawa. Selain keterbatasan sarana dan prasarana logistik untuk produk segar, pemerintah, nilai Akmal, terlalu malas untuk mengangkut ikan yang baik dari wilayah timur ke pulau Jawa.

“Bukti yang sangat nyata dapat kita peroleh dari data KKP sendiri pada besarnya tangkapan ikan tuna. Pada tahun 2009, hasil tangkapan tuna secara nasional sebesar 163.965 ton. Sedangkan tahun 2014 meningkat menjadi 310.560 ton. Sedangkan tahun 2015, tuna kita bersaing ketat dengan Australia dan lebih tinggi dari tangkapan negara China,” jelas Akmal.

Selain itu, Akmal juga menilai setidaknya terdapat tiga isu krusial yang perlu menjadi perhatian pemerintah terharap buruknya regulasi perikanan. Pertama,pemerintah belum fokus pada alur distribusi produk perikanan, dimana masih terjadi gap antara daerah produksi dan pasar. Kedua, masih saja terjadi lambannya perizinan pengoperasian kapal. Ketiga, sistem logistik produk perikanan tangkap yang masih primitif sehingga sulit menstabilkan suplai ikan pada industri pengolahan.

"Pemerintah harus memaksimalkan konsep SLIN (Sistem Logistik Ikan Nasional) yang telah diluncurkan tahun 2014 lalu. Jika ikan makarel yang di impor itu masih wajar. Namun untuk tongkol, cakalang dan baby tuna jika masih diimpor juga menjadi suatu yang lucu dan tidak masuk akal,” tutup Akmal. [pks.id]


posted by @Adimin

Daging Sapi Impor Kuasai 97% Pasar Jakarta, Pemerintah Perlu Beri Insentif ke Peternak Lokal

Jakarta (16/6) – Daging Sapi Impor saat ini kuasai 97% Pasar Jakarta, artinya hanya 3% saja daging sapi yang berasal dari lokal.
Hal ini terungkap saat rapat Komisi B DPRD DKI Jakarta dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, membahas ketahanan pangan untuk wilayah DKI Jakarta di Gedung DPRD DKI Jakarta, Kebon Sirih, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (15/6/2016).

Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PKS, Nasrullah mengatakan, hal ini sebagai indikasi rendahnya ketahanan pangan. Perlu adanya campur tangan pemerintah dalam meningkatkan ketersediaan daging sapi lokal untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri khususnya di Jakarta.

“Sudah saatnya Pemprov DKI dan Pemerintah Pusat melakukan ekspansi ke daerah-daerah penghasil daging sapi di Indonesia," jelasnya.

Nasrullah juga mengatakan bahwa pemprov DKI sudah semestinya melakukan kerjasama dengan daerah-daerah penghasil kebutuhan yang diperlukan masyarakat Jakarta untuk menjamin ketersediaan bahan pangan dan mampu menekan inflasi.

“Ini bukti bahwa Pemerintah selama ini belum maksimal memperhatikan nasib petani dan peternak,” tegas pria yang juga diamanahkan sebagai Sekretaris Dewan Syariah Wilayah PKS DKI Jakarta ini.

Pemerintah, masih menurut politikus PKS dari daerah pemilihan Jakarta Barat ini, sudah sepantasnya memberikan insentif kepada para peternak dan petani lokal agar mereka mampu memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri dan dapat bersaing. Pemerintah juga harus menjamin ketersediaan dan mengendalikan harga, dari bibit, pupuk tanaman, hingga pakan ternak.

“Jadi petani dan peternak lokal dapat melakukan kegiatan produksi dengan baik dan lancar,” pungkas Nasrullah. [pks.id]


posted by @Adimin

Pembatalan Perda Harus Berdasarkan Parameter Pancasila

Surabaya (16/6) - Pemerintah mengungkapkan telah membatalkan lebih dari 3 ribu Peraturan Daerah (Perda). Perda-perda tersebut dinilai sebagai salah satu penghambat pembangunan ekonomi. 

Menurut anggota FPKS MPR RI Sigit Sosiantomo, alasan pembatalan perda-perda yang dikemukakan pemerintah dapat memicu kontroversi. Sebab seharusnya, menurut dia, pembatalan perda dilakukan dengan mempertimbangkan Pancasila dan UUD NRI 1945 sebagai parameter.

"Pembatalan itu dilakukan seharusnya apakah perda tersebut sesuai Pancasila dan UUD NRI 1945 atau tidak. Bukan semata karena dianggap menghambat pembangunan. Pembangunan yang bagaimana," ujar Sigit dalam Sosialisasi Empat Pilar: Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika di Graha Swadaya RW 01, Kelurahan Tembok Dukuh, Bubutan, Surabaya, Sabtu (11/6/2016). 

Dalam kegiatan yang dihadiri sekitar 150an warga masyarakat Bubutan tersebut, Sigit menegaskan, nilai-nilai yang dirumuskan dalam Pancasila dan UUD 1945 bertujuan untuk menjaga kedaulatan dan ketahanan Indonesia sebagai bangsa besar yang bermartabat dalam segala bidang, khususnya ekonomi dan pembangunan. Pancasila dan UUD 1945 menjaga agar pembangunan Indonesia bernafaskan kedaulatan dan keadilan sosial. 

Anggota Komisi V DPR RI ini justru berpendapat, penghapusan perda-perda yang dianggap bermasalah hanya karena menghambat pembangunan, malah akan mendorong proses liberalisasi dalam kehidupan bermasyarakat bangsa Indonesia. 

"Karena itu baiknya pemerintah menjelaskan perda-perda apa saja yang dihapuskan, kenapa dihapuskan, dan faktor apa yang membuatnya menjadi penghambat pembangunan," cetus Sigit. 

Wacana pembatalan perda-perda yang dianggap bermasalah berawal dari penjelasan Kementerian Bappenas soal jumlah aturan yang berlaku di Indonesia. Kementerian Bappenas mengungkapkan ada sekitar 42.000 aturan dalam bentuk perpres, PP, permen, hingga perda. 

Presiden Jokowi menilai jumlah tersebut terlalu banyak dan menghambat pembangunan. Kementerian Dalam Negeri lalu mengungkapkan, sekitar 3.143 Perda telah dibatalkan. [pks.id]


posted by @Adimin

Mencabut Perda Harus Berdasarkan Kajian

Jakarta (14/6) - Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi PKS, Almuzzammil Yusuf menegaskan pentingnya Pemerintah Pusat menghormati hak otonomi daerah bagi Pemerintahan Daerah dalam membentuk peraturan daerah yang dilindungi Konstitusi RI.

“Mari kita hormati hak otonomi masing-masing daerah yang dilindungi UUD NRI 1945 Pasal 18, 18A, dan 18B dalam menetapkan peraturan daerah. Jadi Pemerintah Pusat tidak boleh langsung mencabut peraturan daerah namun tanpa kajian yang matang,” jelas Almuzzammil di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (14/6).

Menurut Almuzzammil, Pemerintah Pusat harus mengakui dan menghormati produk peraturan daerah yang telah dibuat dengan tahapan proses pembahasan berdasarkan kearifan lokal masing-masing daerah.

“Kecuali Perda yang telah dikaji secara matang terbukti benar-benar bertentangan dengan Konstitusi dan undang-undang di atasnya,” jelas Alumni Ilmu Politik Universitas Indonesia ini.

Almuzzammil menambahkan, dalam mencabut Perda, Pemerintah harus hati-hati dan memperhatikan segala aspek, tidak hanya menggunakan kacamata untuk mengundang investasi.

“Pemerintah harus mempertimbangkan moralitas, norma, nilai agama, norma masyarakat daerah, dan kondisi generasi masa depan bangsa Indonesia,“ papar Legislator PKS dari Daerah Pemilihan Lampung ini. 

Untuk itu, Muzzammil menegaskan Komisi II DPR RI berencana mengundang Menteri Dalam Negeri untuk membahas Perda apa saja yang akan dicabut beserta kajiannya.

“Dalam waktu dekat, Komisi II akan mengundang Mendagri untuk membahas perda yang dicabut Kemendagri beserta hasil kajiannya,” jelas Ketua Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) DPP PKS ini.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengumumkan, Kementerian Dalam Negeri sudah membatalkan sebanyak 3.143 peraturan daerah dan peraturan kepala daerah. Peraturan-peraturan tersebut dianggap bermasalah.

"Saya sampaikan, Menteri Dalam Negeri sesuai dengan kewenangannya, telah membatalkan 3.143 peraturan daerah yang bermasalah," ujar Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (13/6/2016).

Jokowi juga perlu menyampaikan tidak perlu kajian dalam mencabut perda di hadapan 425 pimpinan perguruan tinggi saat membuka Konferensi Nasional Forum Rektor Indonesia ke-18 di Yogyakarta, Jumat malam, 29 Januari 2016.

"Enggak usah dikaji, langsung cabut saja. Kalau dikaji dulu, nanti setahun malah cuma bisa cabut 15 perda," ujarnya. [pks.id]


posted by @Adimin

Pesan

More on this category »

Popular Post

 
Support : Creating Web | PKS Padang | Mas Temp
Copyright © 2011. PKS KOTA PADANG - All Rights Reserved
Template Created by PKS Padang Published by Mas Temp
Proudly powered by Blogger