Powered by Blogger.
Humas PKS Ikuti Worshop Jurnalistik Pada Rapat Koordinasi
Humas PKS se-Sumatera Barat melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor) yang berlangsung pada tanggal 4 - 6 November 2022 di Padang, Senin (5/11) ...
Search This Blog
Latest Post
February 21, 2017
pks.id
posted by @Adimin
PKS: Ada Lima Kekuatan Argumentasi Hak Angket Ahok
Written By @Adimin on 21 February, 2017 | February 21, 2017
Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi PKS Al Muzammil Yusuf
menjelaskan lima kekuatan argumentasi hak angket DPR RI tentang
pengaktifan kembali Basuki Tjahya Purnama (Ahok) sebagai Gubernur DKI
Jakarta.
"Pertama, kekuataan hak angket itu berdasarkan argumentasi bahwa baik
didakwa Pasal 156a KUHP maupun Pasal 156 KUHP pengaktifan kembali
saudara Basuki Tjahaya Purnama sebagai Gubernur DKI Jakarta diduga kuat
telah melanggar UU No.23 Tahun 2014 Pasal 83 ayat 1,2 dan 3," kata
politikus PKS asal Lampung dalam keterangan pers yang diterima Antara di
Jakarta, Rabu (15/2).
Argumentasinya kata Muzzammil, jika Ahok didakwa pasal 156a KUHP
dengan hukuman selama-lamanya lima tahun maka dalam UU No.23 Tahun 2014
Pasal 83 ayat 1 disebutkan paling singkat lima tahun.
"Jadi pada sanksi pidana yang didakwakan terhadap Ahok ada irisan
pada hukuman lima tahun. Ini jelas tidak multitafsir," kata alumni Ilmu
Politik UI itu.
Kedua, terang Muzzammil, kalaupun yang digunakan Jaksa adalah pasal
156 KUHP dengan ancaman hukuman 4 tahun maka perbuatan Ahok masuk pada
kategori perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan
Republik Indonesia sesuai dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum, Ali
Mukartono yang dibacakan pada pada 20 Desember 2016 di Pengadilan Negeri
Jakarta Utara.
"Kutipan dakwaan Jaksa ini telah memenuhi maksud dari Pasal 83 Ayat 1
pada bagian terakhir yaitu perbuatan lain yang dapat memecah belah
Negara Kesatuan Republik Indonesia," katanya.
Ketiga, kata Muzzammil, pemberhentian sementara Ahok seharusnya tidak
menunggu tuntutan jaksa penuntut umum tetapi cukup berdasarkan Nomor
Register Perkara IDM 147/JKT.UT/12/2016 di Pengadilan Negeri Jakarta
Utara sesuai dengan Pasal 83 Ayat 2 yang berbunyi kepala daerah dan/atau
wakil kepala daerah yang menjadi terdakwa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberhentikan sementara berdasarkan register perkara di
pengadilan.
"Dasar SK pemberhentian Presiden terhadap Ahok adalah nomor register
pengadilan bukan berdasarkan tuntutan yang dibacakan jaksa yang
disampaikan oleh Mendagri. Jadi pemberhentian menunggu tuntutan tidak
memiliki dasar hukum. Cenderung dipaksakan dan mengada-ngada," katanya.
Keempat, menurut Muzzammil, kegiatan serah terima jabatan gubernur
yang di dalamnya ada Serah Terima Laporan Nota Singkat Pelaksana Tugas
dari Plt. Gubernur DKI Jakarta kepada Gubernur Petahana, Ahok pada masa
cuti, 11 Februari 2017 pukul 15.30 di Gedung Balai Kota DKI Jakarta
diduga kuat melanggar Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 70 serta
Peraturan KPU No.12/2016.
"Cuti para petahana itu dari tanggal 28 Oktober 2017 sampai 11
Februari 2017 Pukul 24.00. Pada saat serah terima itu tanggal 11
Februari pukul 15.30 masih masa cuti dan Ahok sedang cuti.
Penyelenggaraan acara tersebut telah melanggar UU No. 10 Tahun 2016
Pasal 70 serta rinciannya pada Peraturan KPU No.12/2016," Tegasnya.
Kelima, terang Muzzammil, argumentasi angket DPR ini mendapat
dukungan dan legitimasi dari masyarakat dan para pakar hukum yang
mempersoalkan pengaktifan kembali Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta yang
merupakan terdakwa kasus penistaan agama.
"Banyak aspirasi masyarakat dan kajian dari para pakar hukum yang
memiliki kredibilitas dan integritas seperti Prof. Mahfud MD, Prof.
Romli Atmasasmita, Prof. Deni Indrayana, Dr. Hendra Nurtjahjo, Dr. Hamid
Cholid dan yang lainnya yang menegaskan pengaktifan kembali Ahok
merupakan pelanggaran terhadap undang-undang," katanya.
pks.id
posted by @Adimin
Label:
SLIDER,
TOPIK PILIHAN