pic

Powered by Blogger.

Humas PKS Ikuti Worshop Jurnalistik Pada Rapat Koordinasi

Humas PKS se-Sumatera Barat melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor) yang berlangsung pada tanggal 4 - 6 November 2022 di Padang, Senin (5/11) ...

Search This Blog

Latest Post

PKS Kediri dan Malang Dirikan Lima Posko untuk Pengungsi Gunung Kelud

Written By mediapkspadang on 14 February, 2014 | February 14, 2014

 
KEDIRI - PKS Jawa Timur mendirikan lima posko di Kediri dan Malang untuk membantu korban erupsi Gunung Kelud. Sejak meletus kemarin malam (13/2/2014) hingga saat ini warga masih terus mengungsi.

Di Kediri, PKS mendirikan empat posko antara lain di Kecamatan Gurah, Pare, Wates, dan Ngancar. Sedangkan di Malang, PKS mendirikan posko di Kecamatan Pujon. Kader PKS pun telah melakukan penggalangan dana di beberapa daerah untuk membantu korban erupsi.

“Kami sudah koordinasikan semuanya. Hari ini kami juga membantu evakuasi warga. Di posko kami juga sediakan dapur umum dan pengobatan. Penggalangan dana juga akan terus dilakukan. Semoga dapat meringankan beban para korban erupsi Kelud,” ungkap Shiddiq Baihaqi, Ketua Humas DPW PKS Jawa Timur.

Sejauh ini, belum ada laporan korban jiwa. Namun beberapa rumah penduduk di Kediri mengalami kerusakan pasca hujan batu dan abu saat erupsi semalam.

Hingga kini hujan abu masih menyelimuti kota-kota di Jawa Timur. Untuk itu kader-kader PKS membagikan masker gratis kepada masyarakat di Tulungagung, Jombang, Malang, Bojonegoro, Ngawi, Nganjuk, Trenggalek, Surabaya, Sidoarjo, hingga Bangkalan. [kabarpks]


posted by @Adimin

Debu Kelud di Solo, PKS Jateng Bagikan Ribuan Masker ke Pengguna Jalan

 
SOLO - Dampak erupsi Genung Kelud yang terjadi Kamis (13/2) kemarin menyebabkan beberapa wilayah di Jawa Tengah mengalami hujan abu. Kondisi ini juga membuat jarak pandang menjadi semakin terbatas.

Menghadapi kondisi ini, Pandu Keadilan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jateng segera melakukan langkah antisipasi terjadinya hujan abu vulkanik dampak erupsi Gunung Kelud.“Para kader segera bergerak begitu terjadi hujan abu vulkanik dengan membagikan masker bagi pengguna jalan, terutama di beberapa titik vital Jateng yang terdampak abu vulkanik,” kata Koordinator Pandu Keadilan Korsad PKS Jateng, Amir Darmanto, Jumat (14/2).

“Sambil menyiapkan langkah selanjutnya, sementara ini langkah antisipasi kita baru membagikan masker, karena berdasarkan info yang kami peroleh, abu vulkanik Kelud ini cukup berbahaya bagi tubuh, sehingga masyarakat kami minta untuk selalu waspada,” tukasnya.

Sementara itu, hal serupa juga dilakukan para kader PKS di Wonogiri. Tercatat puluhan ribu masker telah disiapkan tim PKS Jateng untuk para pengguna jalan yang terdampak abu vulkanik gunung paling aktif di Jawa Timur itu.“Lokasi pembagian hari ini di Wonogiri kita siapkan 10 ribu masker dan Karanganyar 15 ribu masker,” kata Hadi Santoso, anggota DPRD Fraksi PKS dari Dapil 4 Jateng.

Hadi juga menyebut bahwa kondisi saat ini sedang dalam keadaan hujan sehingga hal tersebut menyebabkan debu abu vulkanik mulai terurai. “Namun efeknya jalanan menjadi licin, sehingga pengguna jalan harus hati-hati,” ucap pria yang juga Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) PKS Jateng ini.

Dari pantauan, setidaknya beberapa wilayah seperti di Wonogiri, Sukoharjo, Surakarta, Magelang, Salatiga dan Klaten mengalami hujan abu vulkanik yang cukup parah. Selain membagikan ribuan masker ke jalanan utama, para kader PKS juga membagikan masker ditempat umum, seperti yang dilakukan kader PKS di Pasar Boyolali.
[ROL]

posted by @Adimin

PKS: Pemerintah Jangan Telat Tanggulangi Bencana Gunung Kelud

Jakarta - Dampak letusan Gunung Kelud di Kediri, Jawa Timur terasa hingga Daerah Istimewa Yogyakarta. Anggota Komisi VIII DPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) meminta agar pemerintah bergerak cepat.

"Presiden jangan telat, beliau sudah merespons dengan baik kritik dari publik, mudah-mudahan ini menjadi sebuah protap, kalau ada masalah apa-apa pejabat harus segera turun, lebih cepat lagi," ujar Hidayat di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (14/2/2014).

Menurut dia tak bisa dipungkiri bahwa di Indonesia banyak terdapat gunung berapi yang masih aktif. Oleh karenanya persiapan terhadap bencana pun harus lebih matang.

"Gunung meletus relatif terukur, sudah terulang, harusnya disiapkan pengungsian yang layak," imbuh dia.

"Dapur Umum, toilet umum, harus buat pemerintah mengayomi rakyat. Harus lebih siap secara antisipatif," lanjut dia. [detik]

posted by @Adimin

Pemukim Demokrasi | By: Presiden PKS, Anis Matta


Jika demokrasi dikiaskan sebagai satu wilayah, demokrasi Indonesia memiliki dua jenis penduduk: imigran dan pemukim asli (native) demokrasi. Saya sengaja menyebut imigran lebih dulu karena dari segi usia dan generasi, imigran demokrasi lebih tua dan lebih dulu ada dari para pemukim yaitu sejak sebelum Indonesia menjadi teritori demokrasi. 

Indonesia menjadi teritori demokrasi sejak Reformasi 1998. Walau masih banyak kekurangan di sana-sini, paling tidak kita sudah memenuhi kaidah-kaidah demokrasi dasar dan prosedural. Sambil jalan, kita terus memperbaiki demokrasi di Indonesia untuk memenuhi substansi demokrasi yaitu cara partisipatif rakyat dalam mewujudkan negara dan bangsa yang adil dan sejahtera. Dalam beberapa kesempatan saya mengintroduksi istilah “gelombang ketiga” dalam sejarah Indonesia. 

Saya menganalogikan perjalanan sejarah terjadi dalam beberapa gelombang. Gelombang pertama terjadi sejak penjajahan hingga kita merdeka. Gelombang ini saya sebut sebagai fase “menjadi Indonesia”, di mana kita menemukan jati diri kita sebagai bangsa dan kemudian negara melalui dua tonggak sejarah besar, Sumpah Pemuda 1928 dan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Gelombang kedua berlangsung sejak merdeka hingga 2014, di mana kita bergulat “menjadinegara-bangsamodern”. Gelombang ini diwarnai dengan usaha mencari sistem ekonomi dan politik yang sesuai sejarah dan budaya bangsa. 

Selama lebih dari 60 tahun kita membongkar-pasang berbagai sistem ekonomi, politik, sosial, dan sebagainya hingga menemukan sintesisnya pada Era Reformasi. Pada 2014 menjadi garis batas karena tahun ini “ujian akhir semester” demokrasi prosedural pasca-Reformasi. Kita sudah mengalami satu masa kepresidenan yang dihasilkan oleh pemilihan langsung. 

Satu dasawarsa yang terdiri atas dua periode kepresidenan yang terus berjalan di dalam koridor prosedur demokrasi, dalam arti tanpa ancaman nondemokratis yang signifikan— seperti kudeta atau usaha penggulingan di tengah jalan lainnya—adalah pencapaian dalam praktik demokrasi yang patut kita apresiasi bersama. Gelombang ketiga terjadi sejak 2014 ke depan. Saya belum punya nama karena gelombang ini sedang terjadi dan kita sedang menghirup semangat zaman (zeitgeist) gelombang ini. 

Satu fenomena khas dari gelombang ketiga ini adalah kelahiran kelompok “native democracy” atau pemukim demokrasi. (Mungkin dari segi tata bahasa Inggris kurang tepat, saya mohon maaf dan mohon masukan). Tapi, esensinya, kini lahir satu generasi yang hanya mengenal demokrasi sebagai sistem dan cara hidup sejak mereka cukup dewasa dalam melihat lingkungan sekitar. Coba amati. Pemilih pemula pada Pemilu2014adalahmereka yang lahir pada rentang 1992- 1997. 

Ketika sekolah dasar mereka menyaksikan krisis moneter dan gerakan Reformasi. Gambar yang terbayang di benak adalah Gedung DPR di Senayan diduduki mahasiswa dan Jakarta terbakar oleh kerusuhan. Lalu mereka tumbuh remaja dengan menyaksikan pemilihan presiden langsung, iklan politik di media, dan kebebasan berpendapat hampir di mana saja. 

Mereka tidak memiliki referensi kehidupan dalam suasana otoriter Orde Baru, di mana pers dibungkam, partai politik dibonsai, dan pemilu semata menjadi “pesta” bagi penguasa, bukan pesta demokrasi yang sebenarnya. K e l o m p o k pemukim demokrasi ini berbeda dengan “kakaknya” yang lahir pada awal Orde Baru (akhir 1960-an atau awal 1970-an) yang mengalami hidup di era Orde Baru. Karena itu, sang kakak—dan generasi sebelumnya— saya sebut sebagai “imigran demokrasi”, yang berpindah dari teritori suasana otoritarian ke alam demokrasi dengan membawa rekaman suasana mencekam di era Orde Baru. 

Saya gemar menggunakan analogi telepon seluler dalam menggambarkan kelahiran “native democracy” ini. Bagi generasi tua, mereka menyaksikan dan mengalami sendiri perubahan dari rumah tanpa listrik menjadi ada listrik, menggunakan telepon putar dengan jaringan kabel di rumah, penyeranta (pager), hingga telepon seluler. Mereka bermigrasi dari satu tahapan teknologi ke tahapan teknologi berikutnya, berikut perubahan gaya hidup yang menyertainya. 

Mereka saya sebut sebagai “imigran teknologi”. Ketika smartphone datang, mereka mampu membelinya, tetapi hanya menggunakan fiturfitur dasar sesuai referensi pengalamannya. Smartphone itu kebanyakan hanya digunakan untuk bertelepon, pesan pendek (SMS) dan sesekali berfoto. Lihat bedanya dengan anak sekarang. Mereka lahir dan tumbuh ketika smartphone hadir. Bagi mereka, smartphone adalah sesuatu yang biasa dan fitur-fitur canggih di dalamnya adalah keharusan, mulai dari chatting, social media, e-mail, hingga fitur yang rumit seperti internet banking. 

Merekalah “native technology” yang dengan lancarmenguasaiperkembangan teknologi sebagaimana mereka berbicara dalam bahasa ibu. “Native democracy” juga demikian. Mereka lahir ketika demokrasi ini tumbuh dan mulai menguasai fitur-fitur demokrasi yang rumit sementara generasi tua masih berkutat pada fitur-fitur dasar demokrasi. Fitur dasar ini yang sebelumnya saya sebut sebagai demokrasi prosedural. 

Pemilihan umum yang bebas, pembatasan masa kekuasaan, pemisahan kekuasaan melalui trias politica, yang merupakan “prestasi” dari proses demokratisasi yang panjang bagi generasi tua, dianggap hal biasa oleh generasi muda. Mereka sudah masuk ke penguasaan fitur-fitur rumit seperti perlindungan kaum minoritas, partisipasi individu dalam gerakan sosial, hingga keadilan global. 

Ideologi dan Kepemimpinan 

Dalam konteks ideologi, ahli politik Inggris Robert Corfe dalam The Future of Politics(2010) menyebut kelompok ini sebagai middlemiddle majority (mayoritas tengah-tengah). Mereka berada di tengah dalam konteks sosioekonomi dan spektrum ideologi. Karena tidak ada lagi konflik politik ideologi yang bipolar, generasi ini percaya diri untuk menyuarakan isu-isu secara objektif dan berani. Mereka sudah melampaui cara berpikir dalam kungkungan kepentingan kelas bahkan melampaui batas negara-bangsa. 

Kebajikan yang paling utama bagi kelompok tengah-tengah ini adalah keadilan sosial, kesempatan yang sama, dan kesetaraan. Kelompok baru ini membangun nilai etis baru sebagai konsekuensi dari perubahan yang mereka alami. Bagi mereka, mengejar kesuksesan dan melakukan akumulasi finansial adalah kebajikan karena dalam mengejar kesuksesan dan kekayaan itu mereka tidak mengorbankan individu atau bagian lain dari masyarakat. 

Di sisi politik, mereka yang hanya paham fitur dasar demokrasi akan tergagap-gagap berdialog dengan mereka yang sangat lancar menguasai fiturfitur yang advance. Kelompok ini membutuhkan pendekatan kepemimpinan baru yang mampu memberdayakan mereka di tengah situasi ketidakpastian. Karena itu, komunikasi politik ke depan tidak bisa lagi bertumpu pada penjejalan ideologi sebagai cara pandang terhadap dunia yang rigid, tapi juga tidak terjebak pada sikap asal menyenangkan publik alias populisme. 

Pemimpin para native democracy di gelombang ketiga adalah perpaduan antara penggugah visioner dan eksekutor andal dalam menyelesaikan (deliver) agenda-agenda publik yang telah disepakati. Dalam konteks tersebut, Pemilu 2014 punya arti penting karena peristiwa itu bukan saja menjadi momentum peralihan kekuasaan, melainkan juga momentum peralihan gelombang sejarah Indonesia. Gelombang demi gelombang sejarah telah kita lalui dan meninggalkan endapan berharga bagi perjalanan kita sebagai negara-bangsa. Gelombang ketiga adalah momentum berharga bagi Indonesia menuju kemajuan. 


ANIS MATTA
Presiden Partai Keadilan Sejahtera   


[www.koran-sindo.com/kabarpks.com]


posted by @Adimin

PKS Solo Sebar 500 Masker ke Pengguna Jalan


Solo (14/2) - Hujan abu yang cukup tebal disebabkan meletusnya Gunung Kelud, Malang Jawa Timur diraasakan warga Kota Surakarta, Jawa Tengah dan sekitarnya Jum’at (14/02). Melihat kondisi ini Kepanduan Dewan Pengurus Daerah (DPD) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kota Surakarta membagikan masker ke pengguna jalan. Pembagian masker dilaksanakan di dua titik yaitu di pertigaan traffict light lapangan Kotta Barat dan Bundaran Manahan, Surakarta.

Pembagian masker secara cuma-cuma ini sebagai langkah untuk mengantisipasi terjadinya gangguan kesehatan seperti gangguan pernafasan terutama bagi masyarakat yang berkendara sepeda motor dan pejalan kaki.

Koordinator Bidang Kepanduan dan Olah Raga (BKO) DPD PKS Surakarta, Alam Firmansyah mengatakan kegiatan membagikan masker ini merupakan program aksi cepat tanggap Kepanduan dan Santika PKS Surakarta untuk semua kondisi bencana dan dampaknya yang terjadi di Kota Surakarta.

“Sejak jam 07.00 pagi,sebanyak 20 orang anggota tim kepanduan kami sudah siap untuk membagikan 500 masker ke pengendara pengguna jalan di dua titik kota barat dan bundaran Manahan. Kami berusaha melakukan aksi cepat tanggap sejak pagi karena pada jam-jam itu banyak warga yang berangkat kerja. Dan ternyata masih banyak pengendara sepeda motor maupun mobil yang belum menggunakan masker,” Kata Alam.

Alam menambahkan bahwa kegiatan pembagian masker ini diakhiri menjelang siang hari. "Dengan spirit “Apapun Yang Terjadi Kami Tetap Melayani" (AYTKTM) tim rescue kepanduan PKS Surakarta juga siap diterjunkan untuk membantu ke lokasi bencana Gunung Kelud apabila diperlukan,” pungkasnya. [kabarpks.com]


posted by @Adimin

Tentang Penamaan Kapal Usman-Harun, Ini Tanggapan Presiden PKS


JAKARTA -- Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anis Matta menilai pemberian nama kapal angkatan laut KRI Usman Harun yang diambil dari dua nama pahlawan nasional, sudah tepat.

"Sudah benar pemerintah memberi nama itu, tak ada masalah," kata Anis Matta di Jakarta, Kamis (13/2).

Menurut dia, adanya polemik pemberian nama kapal tersebut yang terjadi antara Indonesia - Singapura seharusnya tidak perlu dibesar-besarkan. "Saya kira itu tidak perlu dibesar-besarkan," katanya.

Sebelumnya Pemerintah Singapura menyatakan keprihatinannya atas penamaan kapal perang baru milik TNI Angkatan Laut dengan nama KRI Usman-Harun.

Penamaan kapal itu diambil dari nama dua pahlawan nasional Indonesia yaitu Usman Haji Mohamad Ali dan Harun Said. Kedua pahlawan itu mengebom MacDonald House, Orchard Road, Singapura yang menewaskan tiga orang dan melukai 33 orang.

Sementara itu, Pemerintah Indonesia menyatakan penamaan KRI itu sudah sesuai tatanan, prosedur, dan penilaian yang berlaku di Indonesia.

Selain itu, pemerintah menegaskan tidak boleh ada satu negara pun yang mengintervensi Indonesia untuk menentukan seseorang mendapat kehormatan sebagai pahlawan. [ROL]


posted by @Adimin

Hujan Abu Gunung Kelud, Relawan PKS Bagikan Masker Buat Pengguna Jalan

Gunung Kelud meletus, Kamis (13/2/2014) sekitar pukul 22.50 WIB. Suara ledakannya sangat dahsyat, terdengar hingga di Kota Kediri yang berjarak 45 km dari kubah lava.

Dampak dari letusan yang terjadi hingga saat ini sebagian wilayah masih di hujani abu vulkanik, jalan-jalan tertutupi oleh debu dan menganggu pengguna jalan yang melintas. 

Menyikapi hal tersebeut, relawan PKS menyebar ke berbagai daerah yang terkena dampak Letusan Gunung Kelud, seperti di Kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah relawan PKS membagikan masker ke warga terutama pengguna kendaraan bermotor. 

Masker yang diberikan tersebut guna mengantisipasi bahaya abu vulkanik yang bila langsung di hirup dapat menyebabkan gangguan pernapasan.

Berikut foto Relawan PKS Bagikan Masker Buat Pengguna Jalan:





*foto dari FB PKS Bali

posted by @Adimin

Pesan

More on this category »

Popular Post

 
Support : Creating Web | PKS Padang | Mas Temp
Copyright © 2011. PKS KOTA PADANG - All Rights Reserved
Template Created by PKS Padang Published by Mas Temp
Proudly powered by Blogger