pic

Powered by Blogger.

Humas PKS Ikuti Worshop Jurnalistik Pada Rapat Koordinasi

Humas PKS se-Sumatera Barat melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor) yang berlangsung pada tanggal 4 - 6 November 2022 di Padang, Senin (5/11) ...

Search This Blog

Latest Post

Kekuasaan Yang Bicara, bukan (hanya) Membicarakan Kekuasaan

Written By @Adimin on 25 April, 2013 | April 25, 2013


Ini cerita beberapa tahun silam di kota kami. Seorang Da’i muda yang punya pesantren dan santri yang setia. Sang Kiyai muda ini geram dan resah terhadap fenomena judi dan kemaksiatan  yang sudah mengakar di kotanya dan sangat sulit diberantas. Berbagai upaya dilakukan untuk melakukan nahyi munkar, bersama santri dan elemen umat Islam lain dengan melakukan demo, pengalangan opini, dll.

Namun semakin keras upayanya, semakin keras pula serangan balik yang dilakukan oleh para pelaku kemaksiatan. Demo, sweeping, yang hampir didukung oleh semua elemen umat islam waktu itu tak mampu memberantas judi (waktu itu Togel). Sampai akhirnya sang kiyai berhadapan dengan satu kenyataan yang terangkum dalam keluhannya: ”Susah, ternyata semua terlibat.....” ah, sebuah kenyataan pahit, karena semua kalangan sudah dicocok mulutnya dengan uang. Tak peduli aparat bahkan mungkin ada oknum dari kalangan ahli agama juga yang dicocok mulutnya.

Tahukah kita, bahwa beberapa bulan kemudian judi yang sangat susah diberantas itu ternyata bisa total diberantas hanya oleh satu orang. Orang itu adalah Kapolri (tidak perlu saya sebutkan namanya). Kiyai dengan ribuan santri, umat Islam dengan jutaan massa tak bisa memberantas kemunkaran kalau tak punya kewenangan dan kekuasaan. Tapi satu orang yang berwenang dan punya kekuasaan bisa memberantas itu dalam satu perintah saja.

Jika negeri ini masih jauh dari ideal sebagai negeri Islami, bukan berarti kita biarkan negeri ini dikelola oleh para bajingan. Kalau anda mengutuk para penguasa, 150 juta umat Islam mengutuk pun tak kan ada pengaruhnya kalau mereka yang berkuasa. Faktanya, 32 tahun orde baru berkuasa, umat Islam tak punya tenaga, bahkan untuk mengumpulkan kekuatan.

Kini semua terbuka lebar. Kesempatan untuk memperbaik negeri ini ada pada tangan para mujahid yang siap berkorban. Politik itu kotor dan menyeramkan ya ! dan resiko itu hanya bisa dipikul oleh mereka yang siap berperang. Dihina, dicemooh bahkan dibunuh karakternya adalah bayaran yang harus diterima dalam peperangan ini.  Tetapi, kita sudah melangkah, tak mungkin lagi berbalik ke belakang.

Kita tahu, banyak yang ingin melihat kita hancur, bahkan termasuk yang seharusnya menjadi kawan dan menjadi penolong. Tetapi jika keyakinan bahwa kita berada di jalan-Nya masih ada, maka Hasbunallah wa ni’mal wakiil....

from bandung with love

*by Ahadi
posted by @Adimin

Satu lagi, kita hidup bukan di negeri dongeng......



Aleg PKS ini Hidupnya Menumpang di Masjid 
Anak-anak saya memanggilnya Paman Janggut, sapaan ini disebabkan  janggut tebal menggantung di dagu yang menjadi ciri khasnya. Ia adalah kakak sulung saya, umurnya 42 tahun. Mungkin tidak ada yang istimewa darinya, selain ia adalah inspirasi bagi kami, sembilan orang adiknya. Paman Janggut adalah simbol kesungguhan dan keikhlasan.

Paman Janggut remaja memulai tradisi nyantri sejak SMP di sebuah Pesantren yang diasuh oleh Kyai  NU Kharismatik di Banten. Karena kesungguhannya mendaras kitab kuning, Ia pun dipercaya untuk mengajar Ilmu Nahwu sharaf dan tafsir oleh Sang Kyai.

Dengan niat meringankan beban orang tua yang anak banyak, Paman Janggut kuliah di LIPIA Jakarta, lalu melanjutkan studi ilmu hadits di Madinah University. Kedua lembaga pendidikan ini milik Arab Saudi yang bebas biaya dan mendapatkan uang saku.

Kembali ke Tanah Air, Paman Janggut mendedikasikan diri  untuk berdakwah di Lebak Banten. Hidupnya diwakafkan untuk Ummat. Mengajarkan ilmu agama dari kampung ke kampung yang kadang jaraknya mesti ditempuh 4 jam perjalanan. Dakwahnya diterima di semua kalangan baik warga NU, Muhammadiyah, mahasiswa, pelajar, dan ibu ibu. Kerapkali Paman Janggut diminta untuk meruqyah orang yang kesurupan jin, hingga ia juga dikenal sebagai Ustadz Ruqyah di Banten.

Sampai suatu ketika, Paman Janggut dicalonkan menjadi Anggota DPRD dari PKS. Awalnya ia menolak karena tak punya uang untuk kampanye. Ia bukan pengusaha juga bukan anak orang kaya. Hidupnya ia dedikasikan untuk mengajar yang kadang diberi imbalan kadang tidak. Keuangan rumah tangganya terbantu oleh isterinya yang bekerja sebagai PNS.

Akhirnya Paman Janggut terpilih sebagai anggota DPRD dan itu tak menghentikan kegiatan dakwahnya kepada masyarakat. Ia pernah bercerita  kepada kami, adik-adiknya bahwa menjadi anggota DPRD itu berat dan sengsara. Tugas makin padat dan makin banyak masyarakat yang meminta sumbangan. Sementara Paman Janggut pantang menerima uang yang tidak jelas kehalalannya.

Lima tahun menjadi anggota DPRD, Paman Janggut masih tak juga punya rumah. Ia dan keluarganya menumpang di rumah yang dikhususkan untuk Imam Masjid yang dibangun oleh Donatur dari Arab. Ia tak pernah mengeluh dan selalu terlihat ceria dan semangat.

Kini Paman janggut tidak lagi menjadi anggota DPRD. Ia dan kawan-kawannya dari PKS sibuk mengembangkan Yayasan Pendidikan yang mengelola SDIT, SMPIT, dan Boarding School. Sebelum Ia membina anak orang lain, Paman Janggut memberikan contoh teladan. Anaknya telah hafal quran 30 Juz pada saat kelas tiga SMP dan selalu menjadi juara kelas.

Maka, meskipun Paman Janggut tak pernah mengajak kami untuk masuk PKS, kami sembilan orang adiknya mengikuti beliau menjadi kader PKS dengan beragam profesi yang kami jalani. Ada yang menjadi bidan, dosen, trainer, engineer, bankir, dan  pengusaha. Meski berbeda tetapi visi kami satu : Mewujudkan Sepenggal Firdaus bernama Indonesia. ***


Satu lagi, kita hidup di bukan negeri dongeng......

*by @iman_azzam on twitter


posted by @Adimin

Keutamaan Tauhid dan Istighfar


قَالَ اللهُ تَعَالٰى يَا اِبْنُ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِيْ وَرَجَوْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ عَلٰى مَا كَانَ فِيْكَ وَلاَ أُبَالِّي يَا اِبْنُ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوْبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ وَلاَ أُبَالِّي يَا اِبْنُ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ اْلأَرْضِ خَطَايًا ثُمَّ لِقَيْتَنِي لاَ تَشْرِكً ِبيْ شَيْئَا لأَتَيْتَكَ بِقَرَابِهَا مَغْفِرَةً .    


“Allah berfirman: “Wahai anak Adam, sesungguhnya jika kamu bermohon kepada-Ku dan berharap kepada-Ku, maka Aku mengampuni kepadamu atas apa yang ada padamu dan Aku tidak perduli. Wahai anak Adam, kalaupun dosamu sampai kea wan di langit, kemudian kamu memohon ampun kepada-Ku, maka Aku mengampunimu dan Aku tidak perduli. Wahai anak Adam, sesungguhnya jika kamu datang kepada-Ku dengan kesalahan seluas bumi, kemudian kamu menjumpai-Ku dimana kamu tidak menyekutukan Aku dengan sesuatu, maka Aku akan datang kepadamu dengan ampunan seluas bumi pula.”
     
          Hadits ini diriwayatkan oleh At-Tirmdizi (2/270), dari jalan Katrsir bin Faid yang memberitahukan: “Telah bercerita kepadaku Sa’di bin Ubaid, dia berkata, “Aku mendengar Bakar bin Abdullah Al-Muzni memberitahukan: “Telah bercerita kepadaku Anas bin Malik, dia berkata. “Aku dengar Rasulullah r bersabda: (lalu dia menyebutkan hadits ini).” Selanjutnya At-Tirmidzi berkata: “Hasan ini hasan gharib yang saya tidak menemukannya kecuali dari jalur ini.”

          Saya melihat: Para perawinya adalah tsiqah, kecuali Katsir bin Faid. Kepadanya tidak ada yang menilainya tsiqah kecuali Ibnu Hibban, dimana dalam At-Targhib dia sebutkan bahwa ia adalah maqbul (diterima haditsnya).

          Saya menilai: Hadits ini berstatus hasan, sebagaimana dikatakan oleh At-Tirmidzi. Lebih-lebih karena hadits ini mempunyai syahid (hadits pendukung) dari hadits Abu Dzar yang diriwayatkan oleh Syahr bin Hausyab dari Umar bin Ma’dikariba dari Anas bin Malik secara mafru’, baik dengan mendahulukan maupun dengan mengakhirkan perawinya.

          Hadits ini juga dikeluarkan oleh Ad-Darimi (2/322) dan Ahmad (5/172) dari jalan Ghirar Ibnu Jarir dari Syahr tersebut.

          Dalam hal ini Abdul Hamid, yakni Ibnu Bahram, tidak sependapat. Dia berkata, :Telah bercerita kepadaku Syahr dari Ibnu Ghanam yang mengatakan bahwa Abu Dzar telah bercerita kepadanya.”

          Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Ahmad (5/154). Sedang Syahr di sini dinilai lemah dari segi hafalannya. Karena itu jalur yang pertama adalah lebih shahih kerena Ghilan lebih tsiqah daripada Ibnu Bahram.

          Hadits ini juga mempunyai syahid (hadits pendukung) lain menurut Ath-Thabrani, seperti disebutkan dalam beberapa Mujma’-nya, dari Ibnu Abbas, dimana juga dikeluarkan dalam Ar-Raudl An-Nadhir (342).

          Bahkan hadits ini juga mempunyai jalan yang lain secara ringkas dari Abdu Dzar dengan lafazh:

قَالَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالٰى الْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا أَوْ يَزِيْدُ وَالسَّيِّئَةُ وَاحِدَةٌ أَوْ أَغْفِرُهَا وَلَوْ لَقَيْتَنِيْ بِقُرَابِ اْلأَرْضِ خَطَايَا مَا لَمْ تُشْرِكْ بِيْ شَيْئَا لَقَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً



“Allah I berfirman: “Kebaikan itu (digandakan) dengan sepuluh kali lipat atau lebih, sedang keburukan hanyalah satu atau Aku mengampuninya. Dan kalau kamu menjumpai-Ku dengan kesalah seluas bumi, selama kamu tidak menyekutukan Aku, maka aku akan mengampunimu dengan ampunan seluas itu.”

          Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Hakim (4/241) dan Ahmad (5/108) dari Ashim dari Al-Ma’ruf Ibnu Suwaid, bahwa Abu Dzar menuturkan:

          “Telah bercerita kepadaku orang yang benar dan dibenarkan (Rasul r) tentang sesuatu yang diriwayatkan dari Tuhannya, bahwa dia berfirman: “Kebaikan itu…”

          Selanjutnya Al-Hakim menilai: “Hadits ini sanadnya shahih.” Penilaian ini juga disepakati oleh Adz-Dzahabi.

          Saya menilai: Ashim atau Ibnu Bahdilah adalah bagus haditsnya. Sedangkan perawi-perawi yang lain adalah tsiqah, yakni para perawi Bukhari-Muslim, sehingga sanad-sanadnya dinilai hasan.

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللهُ بِمَا آتَاهُ 


“Sungguh beruntung orang yang menyerahkan diri (Islam) diberi rizki cukup dan Allah membuatnya menerima segala yang telah Allah berikan kepadanya.”

          Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim (3/102), At-Tirmidzi (2/56), Ahmad (2/168), dan Al-Baihaqi (4/196) dari jalur Abdullah bin Yazid Al-Muqri yang memberitahukan: “Telah bercerita kepadaku Sa’id bin Abi Ayub: “Telah bercerita kepadaku Syarahbil bin Syarik, dari Abi Abdurrahman Al-Hibli, dari Abdullah Ibnu Amr bin Al-Ash dengan marfu’ (disandarkan kepada Nabi).”

          At-Tirmdizi mengatakan: “Hadits ini hasan shahih.”

          Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah (4138) dari Ibnu Luhai’ah dari Ubaidillah bin Abi Ja’far dan Hamid bin Hani’ Al-Khaulani, bahwa keduanya mendengar Abu Abdurrahman Al-Hibli yang mengabarkan dari Abdullah Ibnu Amr.

          Mengenai Ibnu Luhai’ah, dia buruk hafalannya. Tetapi dalam hadtis-hadits mutabi’at (hadits-hadits pengikut) dia dinilia la ba’sa bih (tidak mengapa).

Peringatan

          Ash-Shuyuti dalam Ash-Shaghir dan Al-Kabir (2/95/1) menyandarkan hadits ini kepada Imam Muslim dan orang-orang yang telah saya sebut selain Al-Baihaqi, sehingga Al-Manawi mengomentari dengan penjelasannya:

          “Dalam hal ini penyadarannya mengikuti apa yang disebutkan oleh Abdul Haq. Dia berkata dalam Al-Manar. Ini tidak disebutkan oleh Imam Muslim, tetapi hanya menurut At-Tirmidzi….”

          Saya berpendapat: Ini adalah praduga dari penulis Al-Manar, kemudian juga Al-Manawi. Jadi hadits itu kedudukannya tetap seperti yang saya isyaratkan dari Imam Muslim dalam Kitabuz-Zakat.

          Dalam hadits ini ada tambahan kafaf  (الكفاف  ) dan qana’ah ( والقناعة ), dan yang searti dengan itu adalah hadits berikut ini:
          “Ya Allah, jadikanlah rizki keluarga Muhammad berupa makanan pokok.”
          Hadits itu dikeluarkan oleh Imam Bukhari (4/222), Imam Muslim (2/103, 8/217) dan Imam Ahmad (juz II, hal. 232) dari beberapa jalur yang berasal dari Muhammad bin Fudhail dari bapaknya, dari Umara bin Al-Qa’qa dari Abu Zar’ah dari Abu Hurairah yang menuturkan: “Telah bersabda Rasulullah r: (kemudian dia menyebutkan hadits itu). Adapun lafazh itu adalah menurut Imam Muslim. Demikian pula Imam Ahmad. Hanya saja Imam Ahmad menyebutkan: Baiti (keluarga rumahku) menggantikan ‘Muhammad’, sedangkah lafazh Al-Bukhari adalah:
          “Ya Allah berilah rizki keluarga Muhammad berupa makanan pokok.”
          Lafazh yang pertama dikeluarkan oleh Al-A’masy, dimana dia telah meriwayatkannya dari Ammarah bin Al-Qa’qa’ah.
          Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Muslim dan At-Tirmidzi (2/57-Buhaq), Ibnu Majah (4139) dan Al-Baihaqi (7/46) dari beberapa jalur yang berasal dari Waqi’ yang memberitahukan: “Telah bercerita kepadaku Al-A’masy.” At-Tirmidzi dalam hal ini menilai: “Hadits ini hasan shahih.”
          Imam Muslim mengeluarkan hadits ini dari jalan Abi Usamah yang mengatakan: “Aku mendengar Al-A’masy.” Hanya saja disini dia menyebutkan rizki yang memadai sebagai ganti (makanan pokok).”
          Demikian pula hadits ini diriwayatkan oleh Al-Qasim As-Sirqisthi dalam Gharibul Hadits (juz 2/5/2), dari Hammad bin Usamah, dia menuturkan: “Telah bercerita kepadaku Al-A’masy…” Hanya saja dia menyebutkan:
          Rizki dan rizki keluarga Muhammad kecukupan.”
          Sungguh ada perbedaan mengenai matan hadits yang dibawakan oleh Al-A’masy. Namun riwayat pertama yang diriwayatkan oleh Imam Muslim menurut saya lebih tepat, karena ada kesusaian dengan sebagian perawi lain yang juga dari Al-A’masy. Wallahu a’lam.
          Peringatan
          Imam As-Suyuthi memasukkan hadits dalam Al-Jami’ Ash-Shaghir dengan lafazh Muslim, disertai tambahan (  فى الدنيا  ) (di dunia), dan dia menyandarkannya kepada Imam Muslim, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah. Demikian pula dia menyebutkannya dalam Al-Jami’ Al-Kabir (1/309) juga dari riwayat tiga orang tersbut. Begitu juga Imam Ahmad, Abu Ya’la dan Al-Baihaqi, menurut mereka, tidak ada dasar penambahan itu, kecuali menurut Abu Ya’la, dimana hal itu dianggap sebagai sesuatu yang jauh, bahkan menurutnya jika tambahan itu memang ditetapkan, maka akan merupakan tambahan yang asing, karena berbeda dengan riwayat perawi-perawi lain yang tsiqah dan hafizh. Wallahu a’lam.
Kandungan Hadits
          Hadits ini dan yang sebelumnya menunjukkan keutamaan rizki yang ‘secukupnya’ saja, mengambil dunia ala kadarnya dan zuhud terhadap segala yang lebih daripada itu. Merangsang agar mengejar kenikmatan akhirat dan mementingkan yang abadi darpada yang fana. Maka sudah seharusnya bagi umat Islam mencotoh Rasulullah r. Dalam masalah ini Al-Qurthubi menjelaskan:
          “Makna hadits ini adalah mencari ‘cukup’. Adapun makanan pokok adalah yang menguatkan badan dan kemudian tidak memerlukan yang lain. Dalam kondisi yang demikian diharapkan selamat dari bahaya kekayaan maupun kekafiran sekaligus.” Demikian dalam Fathul Bari II/251-252).
          Saya berpendapat: Tidak diragukan lagi bahwa pengertian ‘cukup’ di sini adalah berbeda menurut masing-masing orang, masa dan kondisi. Oleh karena itu bagi orang yang bijak tentulah akan dapat mengambil langkah yang tepat. Tidak terlilit kefakiran dan tidak pula tenggelam dalam kekayaan dan kemewahan. Sungguh sedikit orang yang selamat dari bahaya menumpuk harta. Apalagi di zaman sekarang, dimana penuh fitnah dan banyak macam-macam tawaran buat orang-orang kaya. Semoga Allah I menghindarkan kita dari cobaan itu dan memberi kita kehidupan secukupnya saja.


posted by @Adimin

Pesan

More on this category »

Popular Post

 
Support : Creating Web | PKS Padang | Mas Temp
Copyright © 2011. PKS KOTA PADANG - All Rights Reserved
Template Created by PKS Padang Published by Mas Temp
Proudly powered by Blogger