Powered by Blogger.
Humas PKS Ikuti Worshop Jurnalistik Pada Rapat Koordinasi
Humas PKS se-Sumatera Barat melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor) yang berlangsung pada tanggal 4 - 6 November 2022 di Padang, Senin (5/11) ...
Search This Blog
Latest Post
September 07, 2018
posted by @Adimin
Izzah Islam : Antara Umar bin Khattab dan Hurmuzan
Written By neobattosai on 07 September, 2018 | September 07, 2018
Kami
adalah suatu kaum yang telah dimuliakan (diberikan Izzah) oleh Allah dengan
Islam. Jika kita mencari Izzah pada selainnya, maka Allah akan menjadikan kita
hina
ISLAM sebagai agama penutup yang sempurna
dan paripurna, mengajarkan kepada pemeluknya untuk memiliki karakter “Izzah”. Dalam al-Qur`an
misalnya –Surah Al-Munafiqun [63]: 8- termaktub bahwa Izzah itu milik Allah,
Rasul-Nya dan orang-orang beriman. Maka sudah seharusnya, setiap mukmin
menjadikan Izzah
sebagai karakter pribadinya. Bahkan, dalam Surah Al-Ma’idah [5] ayat 54,
disebutkan bahwa ciri orang beriman adalah bersikap Izzah (tegas) kepada orang-orang kafir dan
bersikap lemah lembut dan kasih sayang kepada sesamanya.
Dalam
bahasa Arab, kata “Izzah”
mengandung beberapa makna, yaitu: kuat, keras, menang, tinggi, menahan diri dan
unik atau langka (Murtadha, Tâj al-‘Arûs, XV/219) Di dalam bahasa Indonesia
pun, rupanya kata ini sudah masuk idiom kamus bahasa Indonesia. Dalam kamus
tersebut, ‘Izzah’
ditulis ‘izah’ yang bermakna: kehormatan, harga diri dan kekuasaan. Arti ini
tentu tidak menyimpang dari bahasa asalnya.
Salah
satu sosok legendaris yang patut diteladani dalam masalah Izzah adalah Umar bin
Khattab Radhiyallahu ‘anhu. Al-Hafidz Ibnu Katsir Rahimahullah dalam kitab
“al-Bidâyah wa al-Nihâyah” (1998: VII/70) mencatat dengan baik kata-kata
bersejarah khalifah kedua ini yang menggambarkan kapasitas Izzahnya yang diilhami
oleh Islam, “Kami adalah kaum yang dimuliakan (diberikan Izzah) oleh Allah dengan
Islam. Maka, kami tidak akan mencari alternatif (Izzah) selain (yang dianugerahkan) Allah.”
Semua
orang mengenal ‘Umar bin Khattab, salah satu Khulafa’
ar-Rasyidin. Keadilan dan ketegasannya dalam menjalankan
pemerintahan sangat masyhur.
Umar
bin Khattab terkenal dengan keadilannya ketika menjabat Khalifah ar-Rasyidin kedua.
Semasa kekuasaanya wilayah Islam sudah meliputi seluruh wilalah Jazirah
Arabiyah, sebagian Asia kecil, Afrika Utara, bahkan sampai ke Eropa.
Namun
siapa sangka, bahwa suatu kali Umar pernah tertipu saat berbicara dengan Raja
Persia yang bernama Hurmuzan.
Tiga
orang kepercayaan Khalifah Umar –Anas Bin Malik, Mughirah bin Syu’bah dan Ahnaf
bin Qais– mendatangi negeri Hurmuzan dan berhasil menangka pnya atas permintaan
Khalifah Umar.
Dikisahkan
bahwa dalam salah peperangan pasukan Islam berhasil menaklukkan Persia dan
menangkap Hurmuzan. Dia kemudian dibawa ke kota Madinah untuk dihadapkan kepada
Umar bin Khattab.
Menjelang
tiba di Kota Madinah, mereka memakaikan Hurmuzan baju kebesarannya yang terbuat
dari sutra yang telah dipenuhi dengan perhiasan emas, permata, dan mutiara.
Setelah itu barulah mereka masuk ke kota Madinah bersama Hurmuzan dengan
pakaian lengkapnya dan langsung mencari rumah Amirul Mukminin.
Sepanjang
perjalanan, sang tawanan membayangkan alangkah megah dan hebatnya istana Umar
mengingat daerah kekuasaannya yang begitu luas meliputi dua pertiga dunia.
Fikirannya sang Kisra merasa rendah diri (inferor) ketika hendak menemui
sang Khalifah.
Kisah
pertemuan antara Hurmuzan dan Umar bin Khattab berikut adalah di antara contoh
nyata bagaimana karakter Izzah
ini benar-benar tercermin dalam diri sahabat yang oleh Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasallam dijuluki Al-Faruq ini.
Dalam
buku “Nizhâm al-Hukûmiyah
al-Nabawiyyah” (II/250) Muhammad Abdul Hayyi Al-Kattani menulis
sepenggal kisah antara Umar bin Khattab dan Hurmuzan. Kisah ini ditulis dalam
bab “Fîman Kâna Yudhrabu
bihi al-Matsal fi al-Haibah min al-Shahâbah” (Bab tentang orang
yang dijadikan percontohan dari kalangan sahabat terkait masalah kemuliaan).
Menukil
cerita Sya’bi, dikisahkan bahwa tongkat kecil Umar bin Khattab –karena begitu
hebat Izzah
beliau- lebih ditakuti daripada pedang Hajjaj. Suatu hari saat Hurmuzan (Raja
Khurasan) menjadi tawanan yang dibawa beberapa sahabat –di antaranya Anas-
untuk menemui langsung orang nomer satu umat Islam kala itu (‘Umar).
Kebetulan,
saat sampai di Madinah, Umar tidak ada di rumah. Kemudian beliau dicari hingga
ditemukan di salah satu masjid Madinah. Saat itu posisinya sedang tidur
bersandar tongkatnya. Melihat fenomena demikian, Hurmuzan berseloroh, “Ini
-demi Allah- adalah raja yang baik. Anda telah berbuat adil, sehingga bisa
tidur (dengan nyenyak). Demi Allah, sesungguhnya aku telah melayani empat Raja
Kisra (Persia) yang memiliki mahkotah, tidak ada satu pun di antara mereka yang
aku rasakan kehebatan –Izzah
nya- melebihi orang yang sedang tidur beralas tongkat ini.”
Izzah yang dimiliki Umar benar-benar
membuat Hurmuzan terkagum-kagum. Sosok nomer satu yang memimpin pasukan hebat
yang bisa mengalahkan Imperium Persia ini ternyata jauh dari yang dibayangkannya.
Dalam benaknya, ‘Umar ini pasti raja hebat yang memiliki istana mega, harta
melimpah, penjagaan yang super ketat dan lain sebagainya.
Hurmuzan
tidak yakin berhadapan dengan seorang pria sederhana, khalifah besar, pemimpin
pasukan Islam yang menguasai Timur dan Barat, yang mampu menjatuhkan dua
raksasa super power
dunia kala itu, kekuasaan Persia dan Byzantium (Rum/Romawi Timur).
Terkejutnya
Hurmuzan, pemimpin besar umat Islam ini gaya hidupnya begitu bersahaja
dan tanpa penjagaan. Sebuah fenomena aneh yang belum pernah Hurmuzan dapati
sebelumnya. Namun, Hurmuzan menyadari bahwa salah satu kunci yang bisa membuka
rasa penasaran terkait kehebatan dan izzah
Umar adalah keadilan yang ditegakkan oleh Umar bin Khattab.
‘Umar
baru bisa tidur nyenyak ketika keadilan ditegakkan dan didistribusikan secara
merata kepada rakyatnya. Sebuah tipikal pemimpin yang lebih mementingkan
kehidupan rakyat daripada diri dan kerabat; lebih memilih hidup melarat demi
terciptanya keadilan untuk rakyat.
Senada
dengan kisah Hurmuzan, Syeikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi dalam buku “Minhâj al-Muslim” (1964:
126) menceritakan bagaimana utusan Kaisar Romawi yang kagum kepada Umar bin
Khattab. Saat sampai Madinah, dia bertanya kepada para penduduk, “Dimana raja
kalian?” Oleh penduduk dijawab, “Kami tidak memiliki raja, tapi Amir
(Pemimpin). Ternyata setelah dicari-cari, Umar ditemukan sedang tidur di atas
pasir berbantalkan tongkat kecilnya.
“Orang
yang seluruh raja goncang kerajaannya karena kehebatannya ternyata keadaannya
seperti ini. Tapi, wahai Umar engkau telah berbuat adil, sehingga bisa tidur
(nyenyak). Sedangkan raja kami berbuat zalim. Tidak mengherankan jika (raja
kami) selalu merasa takut dan tidak bisa tidur malam.” Demikianlah contoh dari izzah Umar bin Khattab.
Bagi para pemimpin yang ingin memiliki izzah
seperti Umar, maka jadikanlah keadilan sebagai pusat perhatian.
bersambung . . . . . . . .
posted by @Adimin
Label:
OASE,
SLIDER,
TOPIK PILIHAN