
Setiap mukmin pasti ingin masuk surga. Karena masuk surga tidak
gratis, tiket masuknya harus dipersiapkan atau dibeli selama hidup di
dunia. Menjadi mukmin teladan, tentu saja merupakan jalan yang
mengantarkannya masuk surga.
Mukmin berasal dari kata iman, mashdar dari aamana-yu’minu yang berarti memercayai, meyakini, membenarkan (dalam hati dan berikrar dengan lisan), dan menjamin atau memberi rasa aman.
Mukmin
adalah orang yang memercayai keesaan Allah, meyakini kebenaran
ajaran-Nya, dan menjamin adanya rasa aman sekaligus memiliki amanah
dalam hidupnya sehingga ia menjadi orang yang tepercaya dan memiliki
integritas tinggi.
Sesungguhnya, beriman merupakan fitrah
manusia. Kecenderungan bertauhid itu inheren dalam diri manusia sejak
dalam kandungan. Sejak ruh ditiupkan, manusia memiliki sifat lahut
(ketuhanan), mendekatkan diri kepada Allah.
Manusia juga memiliki
ketergantungan dan kebutuhan spiritual untuk memohon petunjuk dan jalan
kehidupan yang benar, baik, indah, dan membahagiakan.
Mukmin
harus beriman kepada Allah SWT karena ia merupakan bagian dari
makrokosmos ciptaan Allah. Jalan terbaik yang harus dilalui manusia
adalah mengikuti syariat-Nya dan meneladani sifat-sifat-Nya yang
tecermin dalam al-Asma’ al-Husna.
Menjadi mukmin teladan merupakan sebuah perjuangan hidup yang harus ditempuh dengan keikhlasan, kesungguhan, dan konsistensi.
Beriman perlu diawali dengan penyerahan diri dengan mengucapkan dua
kalimat syahadat bahwa Allah itu Esa dan Muhammad adalah Rasul-Nya.
Menjadi
mukmin teladan harus dibarengi dengan memurnikan dan mendeklarasikan
tauhid (la ilaha illa Allah) dalam arti luas, meliputi pertama, tauhid
ibadah (QS ad-Dzariyat: 56); kedua, tauhid kesatuan tujuan hidup (QS
al-Baqarah: 201); ketiga, tauhid penciptaan (QS al-Baqarah: 29);
keempat, tauhid kemanusiaan (QS al-Baqarah: 30), dan kelima, kesatuan
sumber kebenaran dan petunjuk, pedoman hidup (QS al-Baqarah: 147)
Menjadi
mukmin teladan juga harus dilanjutkan dengan membebaskan diri dari
segala bentuk syirik, termasuk syirik politik, ekonomi, budaya, dan
syirik hawa nafsu.
Setelah berakidah tauhid, iman perlu
dibuktikan dan ditumbuhkembangkan dengan amal saleh dilandasi ilmu yang
memadai. Trilogi iman-ilmu-amal merupakan satu kesatuan yang tak dapat
dipisahkan.
Menurut Alquran, mukmin teladan adalah hamba-hamba
Tuhan yang Maha Penyayang. Mereka itu rendah hati, bertutur kata yang
baik ketika bertemu dengan orang jahil, bersujud dan tahajud pada malam
hari, berdoa agar dijauhkan dari siksa Jahanam, tidak kikir dan tidak
boros, tidak menyembah selain Allah, tidak membunuh jiwa kecuali dengan
alasan yang benar, dan sebagainya (QS al-Furqan: 63-77).
Profil
mukmin ideal dilukiskan Nabi SAW dengan empat perumpamaan. Pertama,
mukmin itu bagaikan lebah; yang dimakan itu pasti baik, jika hinggap
pada tanaman berbunga tak merusak atau mematahkan ranting dan dahannya.
Kedua, mukmin itu ibarat dua tangan, yang satu mencuci tangan lainnya
(saat berwudhu).
Ketiga, mukmin itu ibarat sebuah bangunan yang
saling menguatkokohkan. Keempat, mukmin itu bagaikan satu tubuh apabila
salah satu anggotanya sakit, yang lainnya turut merasakannya.
Karenanya,
mukmin teladan harus bisa bersatu padu, kompak, penuh persaudaraan dan
kebersamaan, serta berbagi tugas dan fungsi dalam menyelesaikan masalah
seperti lebah.
Mukmin teladan dituntut memiliki etos kerja yang
ikhlas, cerdas, keras, tuntas, berkualitas, dan memberi rasa puas bagi
orang lain dengan disiplin dan produktivitas tinggi.
Dengan
demikian, menjadi mukmin teladan tidak bisa instan. Iman yang kita
miliki tidak cukup hanya sebatas iman taqlidi, tetapi harus
ditindaklanjuti menjadi iman tahqiqi, yaitu iman yang disinergikan
dengan ilmu dan amal saleh dan istiqamah.
rol
posted by @Adimin