pic

Powered by Blogger.

Humas PKS Ikuti Worshop Jurnalistik Pada Rapat Koordinasi

Humas PKS se-Sumatera Barat melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor) yang berlangsung pada tanggal 4 - 6 November 2022 di Padang, Senin (5/11) ...

Search This Blog

Latest Post

Masalah Bangsa: Masalah tentang Manusia (2)

Written By NeO on 09 August, 2017 | August 09, 2017

Mengenal dan mengendalikan diri sendiri ternyata lebih sulit daripada mengenal dan mengendalikan orang lain. Tidak aneh jika Islam menganggap bahwa mengenal diri sendiri dengan baik adalah wasilah untuk mengenal Allah (man ʿarafa nafsahu faqad ʿarafa Rabbah).


Hakikat dan sifat dualistikjiwa yang ada di dalam diri manusia menyebabkan manusia menjadi makhluk istimewa dan satu-satunya yang bisa mengemban amanat sebagai khilafah, yaitu tugas untuk mengatur dan memerintah.

Al-Attas menegaskan  bahwamengatur dan memerintah yang merupakan implikasi dari tugas khilafah bukan hanya berarti mengatur dan memerintah dalam pengertian sosial-politik, tetapi lebih penting dari itu, yaitu mengatur dan memerintah kerajaan diri sendiri (Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam and Secularism [Kuala Lumpur: ABIM, 1978; repr., Kuala Lumpur: ISTAC, 1993], 66).

Di sini kita bisa melihat bahwa cobaan dalam hidup sebenarnya datang dari diri kita sendiri. Di akhirat pun Allah akan meminta pertanggungjawaban amalan manusia sendiri-sendiri, tidak melibatkan orang lain dan negara.

Setan yang kelak akan disalahkan oleh manusia karena telah menyebabkan manusia durhaka pun akan berlepas diri dari perbuatan manusia. Sebab, pelaku sebenarnya segala perbuatan adalah manusia. Tugas setan hanya menggoda dan berbisik (QS Ibrāhīm [14]: 22).

Lalu, bagaimana agar manusia bisa mengenal dan mengendalikan diri sendiri? Jawabannya adalah pendidikan. Jiwa hewani harus senantiasa dididik oleh jiwa rasional, sedangkan jiwa rasional harus senantiasa menerima ilmu yang bermanfaat, sebuah proses yang harus dilakukan oleh manusia seumur hidup di sini sebenarnya arti dan tujuan pendidikan memiliki peran yang sangat penting.

Sebab, pemimpin-pemimpin zalim, anggota-anggota dewan yang tidak amanah, para koruptor, penista agama, hukum yang zalim dan lain sebagainya adalah cermin dari hasil pendidikan kita. Manusia-manusia seperti itu lahir bukan dari produk politik, ekonomi, dan sosial, tapi lahir dari proses panjang pendidikan. Dan tentu saja, berbicara tentang pendidikan adalah berbicara tentang manusia.

Setidaknya, fakta-fakta tentang keberhasilan pendidikan menjadi cara paling efektif untuk melahirkan manusia-manusia baik telah dilakukan oleh al-Ghazālī, sebagaimana telah dicatat dengan sangat detil oleh Mājid ʿIrsān al-Kīlānī dalam bukunya yang berjudul Hākadhā Zhahara Jīl alā al-Dīn wa Hākadhā ʿĀdat Al-Quds (Dar Al-Qalam, Uni Emirat Arab: 2002).

Dalam bukunya tersebut, al-Kīlānī menjelaskan dengan sangat rinci tentang usaha Al-Ghāzālī dalam memperbaiki manusia-manusia yang ada pada zamannya melalui jalur pendidikan. Sehingga, dari usahanya tersebut, lahir generasi alā al-Dīn al-Ayyūbī yang sangat tangguh.

Zaman yang dihadapi oleh al-Ghāzālī adalah zaman yang tidak menentu. Kondisi yang ada ketika itu sepertinya layak menyeret umat Islam ke dalam jurang kekalahan. Puncaknya, umat Islam kemudian dicabik-cabik dalam Perang Salib. Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Islam pun lenyap ditelan gelombang kehidupan yang konsumtif dan destruktif. Para pejabat publik sibuk dengan kepentingan pribadi dan kelompok, kaum ilmuwan mengabdikan ilmunya untuk kepentingan-kepentingan sekular, umat Islam tercabik oleh perpecahan dan fanatisme buta, akhlak manusia hancur, kemiskinan ada di mana-mana, dan ilmu menjadi rusak.

Al-Ghāzālī kemudian memeriksa dan memberikan obat bagi penyakit-penyakit umat ketika itu. Berbagai buku yang ditulis oleh al-Ghāzālī sepanjang hidupnya menjadi bukti bagaimana tajamnya analisa yang dilakukan olehnya. Menjelang akhir hayatnya, analisa tersebut kemudian diterjemahkan oleh al-Ghāzālī melalui lembaga pendidikan dengan kurikulum yang dia rancang sendiri. Kelak, dari lembaga pendidikan tersebut muncul generasi-generasi tangguh seperti ʿAbd al-Qādir al-Jīlānī dan alā al-Dīn al-Ayyūbī. Jadi, alā al-Dīn al-Ayyūbī bukan sosok yang dilahirkan dari produk politik yang sementara,tapi lahir melalui proses kreatif panjang para ilmuwan, guru, ilmu, dan pendidikan.

Sebagai satu-satunya agama wahyu, Islam telah memberikan ajaran yang sempurna tentang asal, hakikat, tugas, dan masa depan manusia di dalam kehidupan ini. Bahkan, Islam menjadi satu-satunya agama yang memiliki sosok cerminan hidup yang seluruh kata dan perbuatannya menjadi contoh (uswah asanah) bagi seluruh manusia, seluruh umur, dan melintasi berbagai generasi.

Contoh tersebut kemudian dijelaskan dan diimplementasikan oleh pewaris-pewaris Nabi selama berabad-abad untuk kemudian membentuk tradisi dan peradaban Islam yang rahmatan lil alamin.

Sebab,sepanjang sejarah umat manusia, permasalahan-permasalah besar yang melanda peradaban adalah karena manusia. Segala kerusakan yang bersifat eksternal (politik, ekonomi, dan sosial) merupakan cermin dan ranting dari akar masalah yang besar, yaitu manusia

 

posted by @Adimin

Pesan

More on this category »

Popular Post

 
Support : Creating Web | PKS Padang | Mas Temp
Copyright © 2011. PKS KOTA PADANG - All Rights Reserved
Template Created by PKS Padang Published by Mas Temp
Proudly powered by Blogger