
Suatu hari, Iyas bin Qatadah, pemimpin Bani Tamim, melihat bulu jenggotnya sudah putih. Ia pun berucap: “Ya
Allah, aku berlindung kepada Engkau dari perkara (petaka atau kematian)
secara mendadak. Kulihat kematian sudah menuntutku dan aku tak bisa
mengelak darinya.”
Kemudian, ia pun keluar menemui masyarakatnya, seraya berseru: “Wahai
kaum Bani Tamim, aku sungguh sudah memberikan masa mudaku untuk kalian
maka hendaknya kalian memberikan untukku di masa tuaku. Mengapa kalian
tak bisa memperlihatkan kepadaku perihal krusial dan mendesaknya
kebutuhan; kematian ini begitu dekat denganku.”
Kemudian,
ia mengibaskan surbannya, menyendiri, lalu meminta izin kepada kaumnya
untuk fokus beribadah kepada Rabb-nya, dan tidak melibatkan diri dalam
percaturan kekuasaan, hingga meninggal.
Sinyal-sinyal dari
kerentaan usia, yang sekaligus merupakan salah satu indikasi dari
dekatnya seseorang akan kematian, kerap hadir di hadapan kita.
Misalnya,
anak-cucu yang sudah beringsut dewasa, kulit yang sudah mengeriput,
gigi yang sudah mulai tanggal satu demi satu, tulang mengalami
osteoporosis yang selanjutnya mengakibatkan nyeri, menurunnya daya
pendengaran, indra pengecap, dan daya ingat (memori). Demikian pula
dengan tumbuhnya uban di bulu-bulu kita.
Melalui narasi di atas,
bagaimana Iyas bin Qatadah, pemimpin Bani Tamim, begitu cerdas menangkap
sinyal-sinyal kematian itu dengan hadirnya uban di jenggotnya.
Maka,
berbahagialah kita yang tersadarkan dengan segenap fase kehidupan yang
mau tidak mau mesti kita jalani, sehingga babak kehidupan kita pun
berakhir dengan indah. Sebaliknya, hati-hatilah, jika semua itu sama
sekali tidak menorehkan keinsyapan pada kita, sehingga “makin tua justru
makin jadi”.
Allah berfirman: “Allah, Dialah yang
menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu)
sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu)
sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang
dikehendaki-Nya dan Dia-lah Yang Maha Mengetahui lagi Mahakuasa.” (ar-Rum: 54).
Sedang, Nabi SAW bersabda: “Janganlah
mencabut uban karena uban adalah cahaya pada hari kiamat nanti. Siapa
saja yang beruban dalam Islam, walaupun sehelai, maka dengan uban itu
akan dicatat baginya satu kebaikan, dengan uban itu akan dihapuskan satu
kesalahan, juga dengannya akan ditinggikan satu derajat.” (HR Ibnu Hibban).
Gemerlap
jabatan dan kekuasaan (al-jah) memang acap kali meninabobokan manusia,
sehingga dia bebal untuk mengingat kematian. Itulah sebabnya mengapa
banyak guru spiritual mewanti-wanti agar seseorang tidak tersandung
dalam jebakan ini.
Bahwa, kekuasaan juga merupakan wahana bagi
sang hamba untuk lebih banyak beramal saleh memang benar. Tapi, banyak
tokoh politik dan pemimpin terkapar di dalamnya adalah fakta yang sulit
dibantah, sehingga dia terpasung dalam janji-janji muluk yang
diikrarkannya sendiri dan sifat amanah pun menjadi jauh sekali.
Sosok
Iyas bin Qatadah sebagai pemimpin, moga bisa menginspirasi para tokoh
politik kita, sehingga akhir hidupnya sungguh memesona, ia sukses dalam
menjalin hubungan dengan sesama dan Rabb-nya
posted by @Adimin