pic

Powered by Blogger.

Humas PKS Ikuti Worshop Jurnalistik Pada Rapat Koordinasi

Humas PKS se-Sumatera Barat melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor) yang berlangsung pada tanggal 4 - 6 November 2022 di Padang, Senin (5/11) ...

Search This Blog

Latest Post

"Jangan Pilih PKS !" Ketika Haters Jadi Lovers

Written By mediapkspadang on 04 March, 2014 | March 04, 2014


Oleh: Mustofa B. Nahrawardaya

Jangan Pilih PKS !

AJAKAN ini sudah saya dengar dari tetangga, kerabat, teman kerja, hingga tukang ojek, sejak 2004 silam. Alhasil, saya pun akhirnya menjadi orang yang paling benci dengan PKS (Partai Keadilan Sejahtera). 

Pada tahun itu, kesibukan kerja saya hanya berkutat antara Surabaya-Jakarta, dan sesekali ke Klaten -- menengok orangtua dan tiga kakak saya yang memang ada di kota tanah kelahiran saya itu.

Apalagi kalau sedang di Klaten, maka ajakan menghindari Partai yang logonya didominasi warna putih, hitam dan kuning ini semakin kencang. Bahkan nyaris tidak saya lihat bendera PKS selama saya di pedalaman Klaten.

Sepanjang perjalanan dan perkampungan, pada setiap menjelang Pemilu, yang banyak saya lihat adalah bendera berwarna merah, khas dengan kepala bantengnya.

Ajakan semacam itu, bertambah santer ketika di pojok-pojok kampung saya banyak anak-anak muda pengangguran nongkrong sambil main kartu. 

Merekalah  penyambung ajakan yang paling dahsyat yang menyebar luaskan ajakan tersebut kepada anak-anak muda lainnya. Anak muda yang tidak tahu menahu seperti saya, banyak yang ikut-ikutan. Siapa anak-anak muda ini?

Anak-anak muda ini adalah lulusan SD hingga SMA yang tidak bisa bekerja, dan menunggu "kode" dari saudara-saudaranya di Jakarta yang rata-rata bekerja secara turun temurun sebagai penjual es puter dan tukang bangunan.

Gerombolan ini sudah ada sejak saya kecil. Biasanya, setelah Idul Fitri atau setelah Lebaran, mereka akan diajak ke Jakarta untuk menjadi penjual es puter dan juga tukang bangunan seperti senior-senior mereka.

Yang sering terjadi, para pemuda ini jika pulang ke kampung saat menjelang Lebaran, bukannya menjadi teladan yang baik, namun sebagian dari mereka malah mengajarkan kepada para pengangguran di kampung untuk nongkrong dan main kartu.

Bahkan sebagian lagi tidak punya rasa malu melakukan aksi mabuk-mabukan semalaman di dekat masjid. Botol-botol miras bergelimpangan saat pagi harinya. Kegiatan ini sudah saya lihat sejak saya kecil.

Untungnya, kata orang kampung saya agak  berbeda dengan remaja kebanyakan. Sejak SD saya memang merasa  tidak nyaman berkelompok dengan mereka. Saya lebih suka angon wedhus (memelihara kambing) di ladang, atau ikut orangtua menggarap tanam-tanaman ladang serta mengurusi kebun kelapa serta menjualnya hasilnya di pasar kota. Bersama kakak-kakak serta Bapak, biasanya sehabis subuh kami bersama berangkat ke pasar kota untuk mengantar kelapa-kelapa dan hasil ladang setiap harinya mengggunakan sepeda ontel tua. Keluarga kami adalah petani kelapa.

Botol Miras Bergelimpangan di Dekat Masjid

Saya tidak tahu. Apakah mungkin ada kesengajaan dari orangtua kami untuk menghabiskan waktu-waktu bersama mereka agar tidak bertemu dengan teman-teman yang suka nongkrong di dekat masjid kampung tersebut.

Saya sendiri tahu adanya botol miras bergelimpangan di dekat masjid, juga karena aktifitas orangtua yang kebanyakan di masjid, maka mau tidak mau saya juga terbawa kebiasaannya dengan mengikutinya ke masjid setiap masuk waktu shalat.

Kebetulan kebun-kebun milik keluarga berada di sekitaran masjid sehingga saat panen kelapa dan istirahat dan shalat menuju masjid, selalu melewati tumpukan botol-botol yang sudah kosong isinya itu.

Saya tidak ingat, apakah orangtua memasukkan saya di SMP Muhammadiyah 1 setelah lulus SD, juga karena adanya rasa khawatir orangtua akan bertemunya saya dengan anak-anak kampung  tersebut.

Yang jelas setelah lulus SD, saya dimasukkan ke Sekolah Muhammadiyah favorit di Klaten, dan saya tidak berani bertanya. Saat saya kecil, memang masih banyak yang meyakini bahwa sekolah tinggi juga susah mencari pekerjaan.

Oleh karena itu,  kata mereka, daripada percuma sekolah biasanya para tetangga memilih "menyekolahkan" anak-anak mereka ke Jakarta sebagai penjual es puter dan tukang bangunan.  Jarang yang sekolah tinggi. Kalaupun ada, kebanyakan hanya sampai SMP. Kalau beruntung, ada yang sekolah di SMA/STM/SMEA.

Dari ratusan keluarga, hanya beberapa yang mau menyekolahkan anaknya hingga ke Perguruan Tinggi. Salahsatunya keluarga saya.  Setelah SMP Muhammadiyah 1 Klaten, saya pun akhirnya meneruskan "ngaji" ke SMA Muhammadiyah 1 Klaten.

Di sekolah ini, selain menjadi Ketua OSIS, saya juga terpilih sebagai Ketua Pimpinan Daerah Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Klaten dalam Musyda (Musyawarah Daerah) IPM Klaten.

Sayangnya, saya harus meninggalkan kota kelahiran saya ini, karena harus meneruskan kuliah
dan bekerja Surabaya-Jakarta lebih dari 20 tahun lamanya sampai saat ini.

Tahun 2006, saya bersama Ketua Umum PP Muhammadiyah dan belasan tokoh lain ikut membidani lahirnya pengajian terbatas berlokasi di samping rumah dinas Gubernur DKI, yang hanya diikuti oleh kalangan wartawan, artis, pengusaha, serta profesi unik lainnya misalnya pelawak, budayawan, dan lain sebagainya. Dari komunitas ini, tanpa diduga, saya akhirnya justru lebih banyak bertemu tokoh-tokoh yang ngefans PKS. Diam-diam, sebagian artis-artis yang ikut pengajian ternyata banyak ngefans ke PKS. Hebatnya, mereka tidak terganggu oleh propaganda anti PKS yang tetap ada di mana-mana. Termasuk dari saya.

Akan tetapi jika melihat kehidupan para artis yang ngefans ke PKS, saya akhirnya jadi penasaran, kenapa mereka mau saja aktif dan membantu aktifitas parpol itu, bahkan mau menjadi ikon beberapa programnya? Di beberapa televisi, saat itu memang banyak iklan sosial dari PKS, dan sebagian artis yang nongol di TV tersebut adalah kawan-kawan saya di pengajian. Meski begitu, saya tetap saja membenci.

Rancu, Sok Kerja dan Terlalu Percaya Diri

Partai ini menurut saya, banyak melakukan kegiatan-kegiatan yang rancu, sok kerja, dan terlalu percaya diri. Boleh saya bilang, overacting, Bagaimana tidak? Di mana-mana mereka sok bangga mengenakan atribut PKS. Shalat pakai kaos PKS. Orang ngaji, kaos PKS. Orang gotong-royong, kaos PKS.

Bahkan sepakbola juga pakai kaos PKS. Anehnya, para PKS lovers itu tampaknya tidak risih mengenakan kaosnya meski tidak dalam masa kampanye. Kondisi itu jelas berbeda jauh misalnya, ketika saya tanyakan kepada warga yang katanya hanya mengenakan kaos pemberian Partai lain, sekedar kalau hanya mendekati kampanye saja. Kondisi itu jelas menambah kebencian saja. Saya pikir, PKS lovers ini terlalu fanatik.

"Sialnya", beberapa kali kegiatan sosial yang saya lakukan di pinggiran Jakarta serta beberapa kota kecil di daerah bersama komunitas, malah saya selalu bertemu dengan relawan PKS di lokasi. Setiap penyerahan bantuan, di sana banyak relawan PKS bersama warga.

Pemandangan ini jelas menjengkelkan. Karena saya pikir kegiatan sosial ini jadi mirip ditunggangi Parpol, maka kemudian saya mencoba mencari lokasi lain yang tidak ada relawan PKS-nya. Sayang, tak pernah menemukan. Dalam hati saya, kenapa semua tujuan kegiatan sosial saya, selalu bertemu dengan relawan PKS?

Bahkan para artis yang ikut kegiatan sosial juga heran, kenapa lokasi-lokasi yang saya sendiri memilihnya--dipilih oleh pembenci PKS, ternyata akhirnya juga di sanalah berkumpul para relawan PKS. Saya menyerah. Saya menyerah.  Pokoknya menyerahkan bantuan ya diserahkan saja. Gak peduli mau ada PKS atau tidak. Saya akui, nyaris saya tak bisa menghindari dari para relawan PKS yang bangga dengan kaos lengan panjangnya itu.

Benci Jadi Cinta

Tahun 2007, ketika banjir besar melanda Jakarta, titik kebencian saya kepada PKS mencapai titik kulminasinya. Maaf, lebih tepatnya, mulai surut. Saat itu, rumah keluarga kami di Jakarta Barat tenggelam. Lagi-lagi, relawan PKS memenuhi sudut perumahan. Perahu karet, perahu darurat, baju bekas dan bantuan makanan, banyak disuplai oleh mereka.

Yang membedakan dari yang lain, relawan-relawan ini begitu santun dan cepat dalam mengambil tindakan, dan tahu harus melakukan apa ketika melihat korban bergelantungan di teras-teras rumah, ketika korban ingin menyelamatkan harta bendanya. Persis apa yang dilakukan petugas penyelamat di film Titanic, para relawan itu berteriak-teriak ke semua rumah, memastikan apakah ada korban yang perlu ditolong...

Ajakan itu, malah membalik kebencian saya menjadi cinta. Betapa hebatnya...

*) Mustofa B. Nahrawardaya, saat ini menjadi Caleg PKS DPR RI Jateng V

___
sumber: http://www.tribunnews.com/tribunners/2014/03/04/jangan-pilih-pks

posted by @Adimin

Anis Matta dan Ridwan Kamil Unjuk Kelihaian Dribble dan Shoot


Bandung – Setelah berorasi pada Apel Siaga Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kota Bandung, Minggu (2/3), di Bikasoga, Buah Batu, Bandung, Anis Matta menyempatkan diri untuk melihat-lihat keadaan Kota Bandung. Presiden PKS itu ingin merasakan secara langsung aura perbaikan Kota Bandung, yang juga dikenal dengan sebutan Kota Kembang, setelah dipimpin oleh Ridwan Kamil.

Salah satu yang dikunjungi oleh Anis adalah Taman Musik yang baru diresmikan pada Sabtu (1/3). Di taman ini, Anis melihat Kang Emil, begitu Ridwan Kamil akrab disebut, yang sedang memegang bola basket. Menyadari Kedatangan sosok yang digadang-gadang sebagai capres PKS, Kang Emil tersenyum, lalu mengajaknya bermain basket.

“Ayo, Pres! Ayo, cari keringat,” ajak Kang Emil, sambil memantul-mantulkan bola basket, sesaat setelah menyalami Anis Matta.

Dipanas-panasi seperti itu, Anis yang berusia 45 tahun itu tertawa lebar. Ia kemudian menggulung tangan kemejanya. “Karena kita masih muda, mainnya jangan setengah lapangan. Kita main satu lapangan full aja, ya. Supaya lebih seru, lebih asyik,” Anis meladeni.

Mereka bermain bersama anak-anak muda yang kebetulan sedang berkumpul di taman itu. Anis Matta dan Ridwan Kamil satu tim. Permainan berlangsung seru. Kedua tim saling menyerang.

Baik Anis maupun Kang Emil sama-sama bersemangat mencetak angka untuk timnya. Mereka berkali-kali melakukan dribble dan shoot. Kerja sama yang apik itu akhirnya membuahkan hasil, Kang Emil mencetak angka.

Usai main basket, Anis Matta mengungkap pertemuan pertamanya dengan Walikota Bandung Ridwan Kamil. “Saya memang sudah lama kenal Kang Emil. Dulu, tahun ’98, saya pernah keliling Amerika untuk ceramah. Di New York, saya bertemu beliau,” kenangnya.

Ketika ditanya tentang tujuan bermain basket bersama Ridwan Kamil, Anis menanggapi santai.

“Ini kan pertemuan dua teman lama. Jadi kami silaturahim biasa, main basket bersama-sama. Tapi secara umum, kami di PKS memang melakukan gerakan silaturahim secara massif, termasuk para capres PKS,” tuturnya, sambil tersenyum. [DLS/MFS/Anismatta.net]


posted by @Adimin

Anis Matta: Pemilu 2014, PKS Urutan Ke-2


Presiden PKS Anis Matta mengatakan ada kejutan besar pada Pemilu 2014 yang akan datang karena berdasarkan survei internal, PKS akan memperoleh 40-60 persen suara dengan menggabungkan pemilih yang belum menetapkan pilihan dan pemilih yang memiliki pilihan namun mungkin berubah.

Anis menuturkan bahwa kurang lebih satu pekan yang lalu, dia bermimpi. Mimpi yang baik dan dia suka menceritakannya. Oleh sebab itu, dengan penuh keyakinan dia menceritakan mimpinya.

"Saya bermimpi mengenai hasil pemilu 2014 dimana PKS menempati posisi ke-2 terbesar di Indonesia, dengan perolehan suara sebesar 19 %," ujar Anis Matta saat berorasi pada Apel Siaga PKS Bandung, Ahad (2/3) lalu.

Namun, Anis tidak menyebutkan partai apa yang berada di posisi pertama, karena hanya berbeda 1 %. 

"Dua hari yang lalu, saya menerima hasil survei dari daerah pemilihan (dapil) 4 di Jawa Tengah, yang menyatakan bahwa PKS menduduki posisi ke-2 di sana," kata Anis yang disambut takbir oleh hadirin.

Anis Matta juga menceritakan mengenai peristiwa Nabi Nuh dan banjir bandang. Beliau mengibaratkan PKS layaknya bahtera (kapal) Nabi Nuh, yang akan siap menampung suara masyarakat dalam banjir bandang pemilu 2014, yaitu suara dari masyarakat yang belum menetapkan pilihan dan masyarakat yang telah memiliki pilihan namun masih mungkin berubah-ubah.

Acara Apel Siaga PKS Bandung yang mengambil tempat di GOR Bikasoga ini dihadiri ribuan kader PKS sehingga gedung tersebut menjadi penuh sesak hingga keluar ruangan.

Dengan mengambil tema Bandung Juara, PKS menargetkan posisi pertama dalam pemilu 9 April 2014 di Kota Bandung. Turut hadir Sekretaris Jenderal PKS, Taufik Ridho, Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, Walikota Bandung, Ridwan Kamil, Wakil Walikota Bandung, Oded M. Danial, Ketua DPW PKS Jawa Barat, Tate Qomaruddin, serta sederetan Calon Anggota Legislatif untuk DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kota dari daerah pemilihan Bandung dan sekitarnya. [df/dm/anismatta.net]


posted by @Adimin

Ledia Hanifa: Biaya Haji tahun 2014 Turun

Komisi VIII DPR RI menyepakati bahwa Biaya Penyelenggaraan Ibadah haji (BPIH) tahun 1435 atau tahun 2014 ini turun sekitar 300 USD. Penurunan BPIH ini disebutkan oleh Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ledia Hanifa karena beberapa komponen BPIH bisa diefisienkan.

“Dalam setiap rapat pembahasan BPIH, kami selalu menekankan kepada pemerintah bagaimana caranya bisa membuat efisiensi biaya haji ini tanpa mengurangi kualitas pelayanan kepada jamaah. Itu sebabnya kami juga selalu mendorong pemerintah untuk lebih kuat dalam melakukan negosiasi soal biaya-biaya terkait pihak ketiga seperti biaya penerbangan, sewa pemondokan juga catering,” ujar politisi PKS ini dalam rilis-nya ke redaksi hidayatullah.com.

Sebelumnya, pemerintah sempat mengusulkan kenaikan Biaya Penyelenggaraan Ibadah haji (BPIH) tahun 2014 menjadi 50 juta rupiah dan berencana menaikkan biaya awal setoran haji, pada akhirnya pembahasan BPIH tahun 2014 antara pemerintah dengan

Bila tahun lalu BPIH ditetapkan pada angka USD3,527 (asumsi 1 USD=9600 rupiah) maka pada tahun ini BPIH ditetapkan menjadi 3219 USD dengan asumsi 1 USD= Rp. 10.500 yang akan digunakan untuk alokasi biaya tiket penerbangan, pemondokan di Makkah dan living allowance selama berhaji bagi jamaah.

Selain itu, masih ada kabar baik berikutnya bagi jamaah haji Indonesia. Mulai tahun ini biaya Dam bagi pelaku haji tamattu (yang selama ini dipilih sebagian besar jamaah haji asal Indonesia) kini termasuk dalam biaya yang dicover komponen biaya indirect cost.

“Dana bagi hasil uang setoran jamaah yang terkumpul selama ini kan sangat besar. Karena bersumber dari kumpulan uang jamaah sudah semestinya pemanfaatan bagi hasil uang setoran jamaah ini juga harus dimaksimalkan untuk kembali sebesar-besarnya kepada jamaah lagi. Maka kami juga menyepakati bahwa mulai tahun ini, bagi hasil uang setoran jamaah yang biasa kita sebut sebagai komponen indirect cost, dipergunakan diantaranya untuk transportasi, pemondokan di madinah, konsumsi di madinah dan armina serta untuk bayar dam haji tamattu,” jelas Ledia.

Dengan demikian kini jamaah haji tak perlu lagi mengeluarkan uang tambahan untuk membayar Dam yang kisarannya bisa mencapai angka SAR 475 atau sekitar 1juta 400 ribu rupiah.

Pengelolaannya pun berbeda. Bila pada tahun-tahun lalu jamaah mengeluarkan uang sendiri dan mencari hewan sendiri maka kini, biaya Dam diserahkan secara kolektif kepada Islamic Development Bank untuk kemudian pemotongan hewannya dikelola pula secara kolektif.

“Tentu saja jamaah diuntungkan karena selain tidak harus keluar biaya tambahan, tidak pusing mencari hewan sendiri sistem ini juga akan menghindari jamaah dari kemungkinan dikelabui oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab yang selama ini kerap menimpa jamaah Indonesia. Misalnya mendapat hewan sembelihan yang tak cukup syarat atau bahkan uang diterima tapi hewan tak disembelih,” kata Ledia lagi. [hidayatullah]



posted by @Adimin

Pesan

More on this category »

Popular Post

 
Support : Creating Web | PKS Padang | Mas Temp
Copyright © 2011. PKS KOTA PADANG - All Rights Reserved
Template Created by PKS Padang Published by Mas Temp
Proudly powered by Blogger