Ramadhan 8
MENIKMATI IBADAH
(إياك نعبد)
Adalah berbeda
antara orang yang menikmati ibadah dengan yang mengerjakan ibadah. Setiap orang
yang menikmati ibadah, pasti mengerjakannya. Sebaliknya tidak semua yang
mengerjakan ibadah menikmatinya.
Bila seseorang
menikmati sesuatu, maka dia akan senang bersamanya. Hatinya tenteram dan ingin
berlama-lama dengan sesuatu itu. Bila dia sedang bersamanya, maka waktu tak
terasa berlalu. Dan bila sudah berpisah dengannya, dia akan rindu untuk bertemu
kembali.
Sedangkan orang yang
mengerjakan sesuatu, biasanya ingin segera selesai dari sesuatu tersebut. Bila
cepat selesainya maka akan lebih baik. Dan cendrung pekerjaan itu menjadi beban
baginya.
Bagitu pula dalam
beribadah. Orang yang beriman menikmati ibadah, bukan sekedar mengerjakannya.
Ada kenyamanan dan ketenangan yang dirasakan saat melakukannya. Betah dan rela
berlama-lama bersama ibadah tersebut.
Rasulullah saw
menyatakan bahwa shalat adalah penyejuk matanya (qurratu ainin). Beliau
bersabda:
و جعلت قرة عيني في الصلاة. أخرجه أحمد والنسائي والحاكم والبيهقي عن أبي هريرة.
Artinya:
"Dijadikan kecintaanku pada shalat". (HR. Ahmad, Nasa'i Baihaqi,
Hakim, shahih Albany).
Maksud dari hadits
di atas adalah Rasulullah saw sangat mencintai shalat. Hatinya tenang dan
tenteram dengan ibadah shalat tersebut. Bila ada beban yang berat, justru
Rasulullah saw meringankannya dengan shalat. Beliau pernah bersabda kepada
Bilal bin Rabah memerintahkannya untuk adzah: "Berdirilah wahai Bilal!
(maksudnya untuk adzan), rehatkan kami dengan shalat". (HR Abu Daud).
Sehingga dengan
shalat tubuh mereka menjadi dapat rehat dan kembali segar. Kebanyakan kita
berkata sebaliknya, "Ayolah kita segera shalat, setelah itu kita
istirahat...."
Begitu juga para
sahabat dan orang-orang shaleh. Mereka menikmati ibadah, sehingga mereka
berlomba-lomba melakukannya. Beribadah bagi mereka bukanlah rutinitas belaka,
bukan pula beban yang menghimpit apalagi sekedar hutang yang wajib dibayar.
Diceritakan dalam
hadits shahih riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, bahwa serombongan
kaum fuqara' dari para sahabat mengadukan kepada Rasulullah saw, betapa
beruntungnya orang-orang kaya. Mereka shalat dan puasa, sama seperti orang
miskin. Tapi mereka bisa berhaji, berumrah, berjihad dan besedekah, karena
harta yang mereka miliki.
Lalu, Rasulullah
saw menunjukkan amalan yang bisa menyamai pahala semua amalan tersebut, yaitu
bertasbih 33x, bertahmid 33x dan bertakbir 34x setiap selesai shalat. Maka
senanglah kaum miskin mendengarkan ibadah penyeimbang ini. Mereka pun pulang
dan bisa beribadah juga lebih banyak.
Namun tidak lama
setelah itu, kaum fuqara ini kembali lagi kepada Rasulullah saw. Mereka kembali
mengadu, bahwa hadits kemaren "bocor" pula kepada orang-orang kaya.
Maka mereka amalkan pula. Akhirnya Rasulullah saw mengomentari: "Itulah
karunia Allah yang Dia bagikan kepada orang2 yang Dia kehendaki".
Pertanyaan yang
muncul kemudian adalah, kenapa orang-orang shaleh bisa menikmati ibadahnya?
Sehingga mereka betah bahkan berlomba mengamalkannya? Dan tidak sekedar
"mengerjakan" ibadah saja? Jawabannya kita temukan dari petunjuk
Rasulullah saw yang bersabda:
عَنِ الْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ رضي الله عنه أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: «ذَاقَ طَعْمَ الإِيمَانِ، مَنْ رَضِيَ بِالله رَبًّا، وَبِالإِسْلامَ دِيناً، وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولاً». رواه مسلم.
Artinya: Dari
Abbas bin Abdul Muthalib, dia mendengar Rasulullah saw bersabda: "Yang
merasakan nikmatnya iman adalah orang yang redha Allah menjadi Tuhannya, Islam
menjadi agamanya dan Muhammad sebagai Rasulnya". (HR Muslim).
Maka orang yang
telah meredhai Allah yang wajib dia sembah dan agungkan, meredhai bahwa ajaran
Islam sebagai agama yang wajib dia amalkan, serta redha Nabi Muhammad adalah
Rasul yang wajib diikuti ajarannya, pasti akan merasakan nikmatnya beribadah.
Baginya, semua
ibadah adalah konsekwensi atas ketundukannya kepada Allah dan ajaranNya, bukti
penghambaan kepadaNya serta keselamatan hidupnya di dunia dan akhirat.
Dalam hadits lain
Rasulullah saw menjelaskan bahwa seseorang akan merasakan manisnya iman bila
dia memiliki tiga hal: pertama, Allah dan RasulNya paling dia cintai. Kedua dia
mencintai orang lain karena Allah. Dan yang ketiga dia tidak suka jatuh kembali
kepada dosa, sebagaimana dia tidak suka kalau dilemparkan ke dalam api neraka.
(dari HR Bukhari Muslim riwayat Anas bin Malik).
Pada bulan
ramadhan ini, kembali berbagai ibadah semarak dilakukan umat Islam. Shalat
berjamah, puasa wajib, shalat-shalat sunnat, tahajud atau qiyamullail,
bersedekah, tilawah Al Quran dan lain-lain. Kita mesti naik kelas dari sekedar
mengerjakan ibadah menuju kepada menikmati ibadah.
Tentunya
syarat-syarat yang dijelaskan Rasulullah saw di atas perlu dipenuhi. Agar semua
rangkaian ibadah tersebut betul-betul dinikmati, bukan sekedar dikerjakan sebagai
rutinitas. Akibatnya selepas Ramadhan tidak menimbulkan pengaruh dan perubahan
yang signifikan ke arah kebaikan.
Oleh : Irsyad Syafar
posted by @Adimin
Post a Comment