Powered by Blogger.
Humas PKS Ikuti Worshop Jurnalistik Pada Rapat Koordinasi
Humas PKS se-Sumatera Barat melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor) yang berlangsung pada tanggal 4 - 6 November 2022 di Padang, Senin (5/11) ...
Search This Blog
Latest Post
October 20, 2014
وَالْعَصْرِ
إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ
إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
Membumikan Adab Pergaulan Muslim
Written By Sjam Deddy on 20 October, 2014 | October 20, 2014
Salah satu pergaulan sesama Muslim, adalah menghadirkan niat untuk saling menyenangkan
MANUSIA sebagaimana makhluk hidup ciptaan Allah
subhanahu Wata’ala butuh yang sosialisasi. Dalam sosialisasi manusia
bisa saling berinteraksi dan di sanalah tercipta yang namanya pergaulan.
Dengan kata lain, Islam memiliki aturan pergaulan yang tidak saja
akan memberikan kenyamanan antara satu dengan yang lain, tetapi juga
mendatangkan ketentraman hati dan kebaikan kehidupan baik dunia maupun
akhirat.
Di bawah ini adalah beberapa pergaulan dalam Islam.
Saling Salam
Umumnya manusia akan sulit memulai komunikasi dalam sebuah pergaulan,
utamanya bila tidak ada hal penting yang ingin disampaikan. Akan tetapi
Islam memberikan panduan bagaimana memulai sebuah interaksi, sehingga
baik ada kepentingan atau tidak, dengan mengamalkan ajaran ini,
keakraban akan segera terjalin dengan baik.
“Apabila kamu saling berjumpa maka saling mengucap salam dan
bersalam-salaman. Dan, bila berpisah maka berpisahlah dengan ucapan
istighfar.” (HR. Ath-Thahawi).
Berdasar hadits tersebut, tentu akan sangat baik jika setiap Muslim
mengamalkan hal ini sebagai bagian dari gaya hidupnya. Sebab, selain
akan memudahkan dalam proses interaksi, sosialisasi dan pergaulan,
ucapan salam dan berjabat tangan juga bisa menghapuskan dosa.
“Apabila dua orang Muslim saling berjumpa lalu berjabatan tangan
dan mengucap “Alhamdulillah” dan beristighfar maka Allah Azza wajalla
mengampuni mereka.” (HR. Abu Dawud).
Senyum
Islam menempatkan senyum ini bukan sebagai amalan pelengkap. Tetapi
justru sangat mulia dan dianjurkan untuk terus dilakukan, terutama bila
bertemu dengan saudara seiman. “Senyummu ke wajah saudaramu adalah shodaqoh” (Mashabih Assunnahi).
Selain bernilai shodaqoh, senyum dalam tinjauan medis juga memberikan
dampak positif yang sangat luar biasa bagi kesehatan jiwa raga seorang
Muslim. Sebaliknya, Muslim yang jarang tersenyum dan mudah cemberut
serta marah akan sangat rentan terhadap serangan berbagai penyakit yang
membahayakannya.
Oleh karena itu, tebarlah senyum terhadap saudara seiman dengan penuh
keikhlasan. Selain akan mendatangkan pahala, kesehatan, insya Allah
juga akan terus memupuk tali persaudaraan terhadap sesama, sehingga
abadilah tali silaturrahim kita dengan saudara seiman.
Menyenangkan
Dalam pergaulan dengan sesama Muslim, hal yang penting untuk
diperhatikan adalah bagaimana menghadirkan niat untuk saling
menyenangkan. Saling menyenangkan di sini tentu dalam koridor syariah
dan dimaksudkan untuk sama-sama menjaga tali silaturrahim. Hal ini
penting untuk diamalkan, karena Allah sangat menyukai Muslim yang dalam
pergaulannya, senantiasa ingin menyenangkan saudaranya.
“Amal perbuatan yang paling disukai Allah sesudah yang fardhu (wajib) ialah memasukkan kesenangan ke dalam hati seorang Muslim.” (HR. Ath-Thabrani).
Menyenangkan di sini bisa dengan cara saling memberi hadiah, bertegur
sapa via teknologi, sekiranya lama tidak berjumpa, atau bisa juga
dengan saling memberikan motivasi untuk terus semangat dalam menjalani
hidup di atas landasan iman dan Islam, dan lain sebagainya.
Saling Menyadarkan
Setelah saling menyenangkan, dalam pergaulan dengan sesama Muslim,
kita juga harus saling menyadarkan. Sebagaimana yang Allah jelaskan di
dalam Al-Qur’an.
وَالْعَصْرِ
إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ
إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam
kerugian,kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh
dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati
supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al-‘Ashr [103]: 1 – 3).
Dan, perbuatan saling menyadarkan, utamanya dalam kebenaran dan
kesabaran serta dalam kebaikan dan ketakwaan (QS. Al-Maidah [5]: 2)
adalah termasuk perbuatan yang sangat baik di sisi-Nya.
“Tiga perbuatan yang termasuk sangat baik, yaitu berdzikir kepada
Allah dalam segala situasi dan kondisi, saling menyadarkan satu sama
lain, dan menyantuni saudara-saudaranya.” (HR. Addailami).
Jangan Hina
Setelah kebaikan di atas berhasil kita amalkan, langkah berikutnya
yang tidak kalah penting dalam adab pergaulan adalah jangan sampai
menghina saudara seiman. Sebab, perbuatan menghina termasuk perbuatan
buruk dan terkategori kejahatan.
Rasulullah Shallallahu alayhi wasallam bersabda, “Cukup jahat orang yang menghina saudaranya.” (HR. Muslim).
Tentu, masih banyak lagi dalil ataupun panduan tentang bagaimana adab
dalam pergaulan. Akan tetapi, sedikit dari uraian ini akan semakin
mendorong kita semua sebagai Muslim untuk lebih beradab dalam pergaulan.
Sudah pasti, tidak ada manusia sempurna, juga tidak mungkin dalam
setiap pergaulan kita bertemu dengan orang yang selalu bisa memuaskan
kita. Dan, sekalipun ada yang menyakiti hai kita, kita harus kuat dengan
rela untuk memaafkannya. Sebab, Islam memerintahkan kita untuk sabar
dan terus menjalin tali silaturrahim dengan saudara seiman.
Dengan demikian, mari amalkan adab pergaulan Islam ini dengan baik,
insya Allah masalah dalam pergaulan akan senantiasa menguatkan iman,
persaudaraan dan ketentraman dalam jiwa raga kita bersama. Bahkan, lebih
dari itu, insya Allah kita akan banyak menemukan kemudahan dalam
kesulitan, baik dalam urusan dunia maupun akhirat. Wallahu a’lam
posted by @Adimin
Label:
OASE,
TOPIK PILIHAN
October 20, 2014
Menjadi Pemalu di Era Global
Jika seseorang mempunyai rasa malu maka hidupnya akan memperhatikan batasan yang berhubungan antara dirinya dan orang lain
APA jadinya jika manusia tidak mempunyai rasa malu?
Pastilah kebaikan akan lenyap seiring dengan banyaknya keburukan, karena
manusia bebas berbuat sesuai dengan kehendaknya.
Rasa malu tiada lain akan mengantarkan manusia kepada kebahagiaan,
karena rasa malu adalah hal positif bagi setiap insan. Karena itu, jika
semua manusia tidak malu lagi melakukan kemaksiatan dan tak takut lagi
melakukan kejahatan, pastilah kebinasaan dan penderitaan banyak orang.
Hilangnya rasa malu bisa kita temukan di sekeliling kita. Dewasa ini
ramai-ramai orang berbuat sesuatu atas nama kebebasan tanpa
memperhatikan rasa malu. Sebagai contoh, saat seseorang menyetel
televisi atau bermain musik sambil bernyanyi dengan suara kencang hingga
suaranya mengganggu tetangganya, perilaku seperti ini semata-mata
berdalilkan kebebasan karena televisi, radio, DVD atau alat musik itu
milik pribadi dan bukan milik tetangganya. Ia melakukan hal seperti itu
seolah sah, meski sudah menganggu dan menyinggung ketenangan tetangga.
Padahal, kebebasan kita terbatasi dengan kebebasan orang lain dan
tetangga.
Ibnu Kholdun mengatakan: “Kebebasan seseorang bisa menjadi terbatas dengan adanya kebebasan orang lain.”
Bebas belum tentu merdeka, akan tetapi merdeka sudah pasti bebas,
maka jadilah orang yang merdeka yaitu orang yang mengerti akan arti
kebebasan yang positif. Saat seseorang bersendirian bisa saja ia merasa
bebas dan bisa berbuat apa saja sesuai dengan kehendaknya sehingga
inilah yang diartikan kebebasan, namum jika sudah bergesekan dengan
kebebasan orang lain, maka sifat kebebasan itu menjadi terbatas, artinya
kebebasan kita jangan sampai mengganggu kebebasan orang lain, dalam
bahasa sederhana yang kita fahami adalah belajar memahami toleransi,
orang yang toleran adalah orang yang merdeka dan memerdekakan orang
lain.
Jika seseorang mempunyai rasa malu maka hidupnya akan memperhatikan
batasan yang berhubungan antara dirinya dan orang lain. Jika ingin
berbuat atau melakukan sesuatu maka ia akan melihat dampak yang akan
menimpa dirinya dan juga orang lain. Rasa malu inilah yang sejatinya
menjadi rem seseorang dalam berprilaku dan bertutur kata.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda.
“Rasa malu itu seluruhnya adalah kebaikan seluruhnya.” [HR. Muslim, Abu dawud, Al Haitsami dan Ahmad]
“Tujuh puluh lima cabang, yang utama ialah kalimat La ilaha
illallah, dan yang terendah adalah menyingkirkan gangguan di jalanan,
dan malu itu satu cabang dari iman.” [HR. Muslim]
Rasa malu juga merupakan warisan para nabi, “Di antara yang bisa diperoleh manusia dari pesan para nabi terdahulu adalah kalau engkau tidak malu, silakan berbuat sesukamu.” [HR. Bukhari]
Jenis Rasa Malu
Dalam Islam dikenal macam-maca rasa malu.
Pertama, malu dari AllahTa’ala:
“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla malu jika seorang hamba
membentangkan kedua tangannya kepada-Nya seraya meminta kebaikan, lalu
ditolaknya dengan sia-sia.” [HR. Ahmad]
Kedua, malunya Rasulullah:
“Rasulullah itu lebih pemalu daripada seorang gadis dalam pingitannya.” [HR. Muslim, Bukhari dan Ibnu Hibban]
Rasa malu yang dimiliki Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallamadalah rasa malu melakukan kesalahan dan maksiat.
Ketiga, malunya seorang pemuda tampan pada Allah Ta’ala:
Firman Allah ta’ala di surat Yusuf ayat 23 :
وَرَاوَدَتْهُ الَّتِي هُوَ فِي بَيْتِهَا عَن نَّفْسِهِ وَغَلَّقَتِ
الأَبْوَابَ وَقَالَتْ هَيْتَ لَكَ قَالَ مَعَاذَ اللّهِ إِنَّهُ رَبِّي
أَحْسَنَ مَثْوَايَ إِنَّهُ لاَ يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ
“Dan wanita (Istri Al-Aziz) yang Yusuf tinggal di rumahnya
menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup
pintu-pintu, seraya berkata: “Marilah ke sini.” Yusuf berkata: “Aku
berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan
baik.” Sesungguhnya orang-orang yang zhalim tiada akan beruntung.”
Keempat, malu ala gadis desa:
Firman Allah Ta’ala di surat Al Qashash ayat 25 :
“Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita
itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata: “Sesungguhnya bapakku memanggil
kamu agar ia memberikan balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum
(ternak) kami.” Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syu’aib) dan
menceritakan kepadanya cerita (mengenai dirinya), Syu’aib berkata:
“Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang zhalim
itu.”
Kelima, malu kepada orang yang sudah meninggal:
Ummul Mu’minin ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha berkata, “Saya masuk ke dalam rumahku di mana Rasulullah Shallallau ‘alaihi wasallam dikubur di dalamnya dan saya melepas baju saya. Saya berkata mereka berdua adalah suami dan ayahku. Ketika Umar dikubur bersama mereka, saya tidak masuk ke rumah kecuali dengan busana tertutup rapat karena malu kepada Umar.” [HR: Ahmad]
Ummul Mu’minin ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha berkata, “Saya masuk ke dalam rumahku di mana Rasulullah Shallallau ‘alaihi wasallam dikubur di dalamnya dan saya melepas baju saya. Saya berkata mereka berdua adalah suami dan ayahku. Ketika Umar dikubur bersama mereka, saya tidak masuk ke rumah kecuali dengan busana tertutup rapat karena malu kepada Umar.” [HR: Ahmad]
Keenam, malu yang terpuji:
Dicontohkan wanita kaum Anshar yang tidak terhalang oleh rasa malu
untuk mempelajari agama Allah Ta’ala khususnya dalam masalah fiqih
kewanitaan dan yang berhubungan dengan keluarga (mudah-mudahan Allah
Ta’ala memberikan rahmat kepada wanita Anshar).
Aisyah Radhiyallahu ‘anha berkata: “Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar, rasa malu tidak menghalangi mereka untuk bertanya tentang masalah agama.” [Shahih al-Bukhari, kitab ilmu)
Ketujuh, malu yang kurang baik:
Ada sedikit cerita dan ini adalah kisah nyata yang menimpa rekan saya
atau mungkin juga pernah menimpa anda atau rekan Anda. Singkat cerita
ia pernah mengeluh akan piutang dari temannya yang enggan membayar
hingga waktu yang amat lama dan belum ada ucapan ‘’maaf’’ atau
pemberitahuan jika belum mampu melunasi hutang. Sayangnya, ia malu untuk
menagih.
Malu tapi malah mengeluh, justru menjadi kurang baik. Rasa malu
seperti inilah yang harus dihindarkan. Yang terpenting adalah cara
penyampaiannya yang sopan tanpa harus menyinggung perasaan apalagi
menyakiti hati si peminjam uang. Toh manusia adalah makhluk berakal yang
bisa disentuh dengan bahasa hati dan kelemahlembutan sekeras apapun
dia.
Delapan, malu untuk menunda kebaikan dan mencegah kemunkaran
Sejatinya memiliki rasa malu itu bisa mendukung manusia untuk terus
berbuat kebaikan dimanapun ia berada, rasa malu senantiasa akan
menjadikan manusia terpuji dan mulia.
Adapun untuk konteks kekinian rasa malu itu bisa mendorong : penguasa
untuk adil, menteri untuk tunduk pada atasan dan bekerja maksimal,
anggota dewan menjadi tauladan bagi rakyat, elit politik bersatu
membangun negeri tanpa saling menjatuhkan satu sama lainnya.
Mau seperti ini akan menjadikan penegak hukum lebih amanah, pegawai
lebih disiplin, rakyat bersatu dan turut berperan aktif dalam membangun
negeri, orang kaya menjadi lebih peka dan gemar berbagi, pedagang
menjadi lebih jujur, wartawan lebih obyektif, dan menjadikan manusia
senantiasa berbuat baik
Nah, semoga rasa malu bisa menjadikan kita untuk menyegerakan kebaikan
Oleh: Guntara Nugraha Adiana Poetra
posted by @Adimin
Label:
OASE,
TOPIK PILIHAN
October 20, 2014
Imam Bukhari dan Uang Seribu Dinar
Apakah lebih baik saya kehilangan mutiara (Hadits Nabi) yang telah saya
kumpulkan sepanjang hidup daripada sejumlah uang dinar yang tidak
seberapa?
IMAM Bukhari (semoga Allah merahmatinya) suatu ketika menempuh rihlah (perjalanan) ilmiah dengan menaiki kapal laut untuk mencari Hadits. Beliau membawa uang sebesar seribu dinar.
Ada salah satu penumpang berusaha mengambil hati Imam Bukhari dengan
menunjukkan kepadanya cinta dan kekaguman. Selama perjalanan itu,
laki-laki itu sering duduk bersama untuk menemani sang Imam.
Dalam perjalanan yang panjang, persahabatan biasanya tumbuh lebih
cepat dari biasanya, dan selama perjalanan itu mereka meluangkan waktu
bersama-sama. Lalu Imam Bukhari memberitahu laki-laki itu bahwa ia
membawa uang sebesar seribu dinar.
Keesokan harinya, setelah bangun pria itu menangis, menjerit,
merobek-robek pakaiannya, dan menampar wajahnya sendiri, seolah-olah ia
baru saja mengalami musibah besar.
Seorang rekan perjalanannya bertanya padanya apa yang telah terjadi.
Pada awalnya ia tidak mau menjawab, seolah-olah ia masih mengalami
kegoncangan jiwa dan tidak mampu memberitahukan keadaannya. Setelah
mereka terus menerus mendesaknya akhirnya dia berkata, “Aku punya tas
berisi seribu dinar, dan tas itu hilang.”
Para awak kapal mulai mencari. Satu per satu penumpang digeledah.
Menyadari apa yang terjadi, setelah yakin tidak ada yang melihatnya,
Imam Bukhari melemparkan tas miliknya yang berisi uang dinar ke laut.
Ketika tiba gilirannya untuk digeledah, awak kapal tidak menemukan
tas yang dicari pada dirinya. Ketika seluruh bagian kapal dan semua
penumpang digeledah tas itu tidak ditemukan. Seorang dari awak kapal
yang berwenang kembali kepada laki-laki yang telah mengarang cerita itu.
Dia menegurnya untuk tidak membuat klaim palsu dan untuk tidak membuat
masalah. Begitu kapal tiba di pantai para penumpang turun. Sementara
itu, laki-laki itu datang kepada Imam Bukhari dan menanyakan tasnya.
“Aku melemparkannya ke laut,” jawab Imam Bukhari terus terang.
“Dan Anda sabar menerima kenyataan Anda baru saja kehilangan uang sebanyak itu?” tanya laki-laki dengan bingung.
“Oh begitu bodohnya,” kata Imam Bukhari.
“Tidak tahukah Anda, saya telah menghabiskan waktu seluruh hidup
untuk mengumpulkan Hadits Rasulullah (Sallalaahu alaihi wa Sallam) dan
dunia sekarang mengakui sifat amanah saya. Lalu apakah pantas bagi saya
untuk mendapatkan tuduhan pencurian? Dan apakah lebih baik saya
kehilangan mutiara yang berharga (Hadits Nabi) yang telah saya kumpulkan
sepanjang hidup daripada sejumlah uang dinar yang tidak seberapa?
(dari Siiratul Bukhari, Al-Mubaarakfuurii, hal 143-144).
posted by @Adimin
Label:
KISAH,
TOKOH,
TOPIK PILIHAN