Jika seseorang mempunyai rasa malu maka hidupnya akan memperhatikan batasan yang berhubungan antara dirinya dan orang lain
APA jadinya jika manusia tidak mempunyai rasa malu?
Pastilah kebaikan akan lenyap seiring dengan banyaknya keburukan, karena
manusia bebas berbuat sesuai dengan kehendaknya.
Rasa malu tiada lain akan mengantarkan manusia kepada kebahagiaan,
karena rasa malu adalah hal positif bagi setiap insan. Karena itu, jika
semua manusia tidak malu lagi melakukan kemaksiatan dan tak takut lagi
melakukan kejahatan, pastilah kebinasaan dan penderitaan banyak orang.
Hilangnya rasa malu bisa kita temukan di sekeliling kita. Dewasa ini
ramai-ramai orang berbuat sesuatu atas nama kebebasan tanpa
memperhatikan rasa malu. Sebagai contoh, saat seseorang menyetel
televisi atau bermain musik sambil bernyanyi dengan suara kencang hingga
suaranya mengganggu tetangganya, perilaku seperti ini semata-mata
berdalilkan kebebasan karena televisi, radio, DVD atau alat musik itu
milik pribadi dan bukan milik tetangganya. Ia melakukan hal seperti itu
seolah sah, meski sudah menganggu dan menyinggung ketenangan tetangga.
Padahal, kebebasan kita terbatasi dengan kebebasan orang lain dan
tetangga.
Ibnu Kholdun mengatakan: “Kebebasan seseorang bisa menjadi terbatas dengan adanya kebebasan orang lain.”
Bebas belum tentu merdeka, akan tetapi merdeka sudah pasti bebas,
maka jadilah orang yang merdeka yaitu orang yang mengerti akan arti
kebebasan yang positif. Saat seseorang bersendirian bisa saja ia merasa
bebas dan bisa berbuat apa saja sesuai dengan kehendaknya sehingga
inilah yang diartikan kebebasan, namum jika sudah bergesekan dengan
kebebasan orang lain, maka sifat kebebasan itu menjadi terbatas, artinya
kebebasan kita jangan sampai mengganggu kebebasan orang lain, dalam
bahasa sederhana yang kita fahami adalah belajar memahami toleransi,
orang yang toleran adalah orang yang merdeka dan memerdekakan orang
lain.
Jika seseorang mempunyai rasa malu maka hidupnya akan memperhatikan
batasan yang berhubungan antara dirinya dan orang lain. Jika ingin
berbuat atau melakukan sesuatu maka ia akan melihat dampak yang akan
menimpa dirinya dan juga orang lain. Rasa malu inilah yang sejatinya
menjadi rem seseorang dalam berprilaku dan bertutur kata.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda.
“Rasa malu itu seluruhnya adalah kebaikan seluruhnya.” [HR. Muslim, Abu dawud, Al Haitsami dan Ahmad]
“Tujuh puluh lima cabang, yang utama ialah kalimat La ilaha
illallah, dan yang terendah adalah menyingkirkan gangguan di jalanan,
dan malu itu satu cabang dari iman.” [HR. Muslim]
Rasa malu juga merupakan warisan para nabi, “Di antara yang bisa diperoleh manusia dari pesan para nabi terdahulu adalah kalau engkau tidak malu, silakan berbuat sesukamu.” [HR. Bukhari]
Jenis Rasa Malu
Dalam Islam dikenal macam-maca rasa malu.
Pertama, malu dari AllahTa’ala:
“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla malu jika seorang hamba
membentangkan kedua tangannya kepada-Nya seraya meminta kebaikan, lalu
ditolaknya dengan sia-sia.” [HR. Ahmad]
Kedua, malunya Rasulullah:
“Rasulullah itu lebih pemalu daripada seorang gadis dalam pingitannya.” [HR. Muslim, Bukhari dan Ibnu Hibban]
Rasa malu yang dimiliki Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallamadalah rasa malu melakukan kesalahan dan maksiat.
Ketiga, malunya seorang pemuda tampan pada Allah Ta’ala:
Firman Allah ta’ala di surat Yusuf ayat 23 :
وَرَاوَدَتْهُ الَّتِي هُوَ فِي بَيْتِهَا عَن نَّفْسِهِ وَغَلَّقَتِ
الأَبْوَابَ وَقَالَتْ هَيْتَ لَكَ قَالَ مَعَاذَ اللّهِ إِنَّهُ رَبِّي
أَحْسَنَ مَثْوَايَ إِنَّهُ لاَ يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ
“Dan wanita (Istri Al-Aziz) yang Yusuf tinggal di rumahnya
menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup
pintu-pintu, seraya berkata: “Marilah ke sini.” Yusuf berkata: “Aku
berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan
baik.” Sesungguhnya orang-orang yang zhalim tiada akan beruntung.”
Keempat, malu ala gadis desa:
Firman Allah Ta’ala di surat Al Qashash ayat 25 :
“Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita
itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata: “Sesungguhnya bapakku memanggil
kamu agar ia memberikan balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum
(ternak) kami.” Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syu’aib) dan
menceritakan kepadanya cerita (mengenai dirinya), Syu’aib berkata:
“Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang zhalim
itu.”
Kelima, malu kepada orang yang sudah meninggal:
Ummul Mu’minin ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha berkata, “Saya masuk ke dalam rumahku di mana Rasulullah Shallallau ‘alaihi wasallam dikubur di dalamnya dan saya melepas baju saya. Saya berkata mereka berdua adalah suami dan ayahku. Ketika Umar dikubur bersama mereka, saya tidak masuk ke rumah kecuali dengan busana tertutup rapat karena malu kepada Umar.” [HR: Ahmad]
Ummul Mu’minin ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha berkata, “Saya masuk ke dalam rumahku di mana Rasulullah Shallallau ‘alaihi wasallam dikubur di dalamnya dan saya melepas baju saya. Saya berkata mereka berdua adalah suami dan ayahku. Ketika Umar dikubur bersama mereka, saya tidak masuk ke rumah kecuali dengan busana tertutup rapat karena malu kepada Umar.” [HR: Ahmad]
Keenam, malu yang terpuji:
Dicontohkan wanita kaum Anshar yang tidak terhalang oleh rasa malu
untuk mempelajari agama Allah Ta’ala khususnya dalam masalah fiqih
kewanitaan dan yang berhubungan dengan keluarga (mudah-mudahan Allah
Ta’ala memberikan rahmat kepada wanita Anshar).
Aisyah Radhiyallahu ‘anha berkata: “Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar, rasa malu tidak menghalangi mereka untuk bertanya tentang masalah agama.” [Shahih al-Bukhari, kitab ilmu)
Ketujuh, malu yang kurang baik:
Ada sedikit cerita dan ini adalah kisah nyata yang menimpa rekan saya
atau mungkin juga pernah menimpa anda atau rekan Anda. Singkat cerita
ia pernah mengeluh akan piutang dari temannya yang enggan membayar
hingga waktu yang amat lama dan belum ada ucapan ‘’maaf’’ atau
pemberitahuan jika belum mampu melunasi hutang. Sayangnya, ia malu untuk
menagih.
Malu tapi malah mengeluh, justru menjadi kurang baik. Rasa malu
seperti inilah yang harus dihindarkan. Yang terpenting adalah cara
penyampaiannya yang sopan tanpa harus menyinggung perasaan apalagi
menyakiti hati si peminjam uang. Toh manusia adalah makhluk berakal yang
bisa disentuh dengan bahasa hati dan kelemahlembutan sekeras apapun
dia.
Delapan, malu untuk menunda kebaikan dan mencegah kemunkaran
Sejatinya memiliki rasa malu itu bisa mendukung manusia untuk terus
berbuat kebaikan dimanapun ia berada, rasa malu senantiasa akan
menjadikan manusia terpuji dan mulia.
Adapun untuk konteks kekinian rasa malu itu bisa mendorong : penguasa
untuk adil, menteri untuk tunduk pada atasan dan bekerja maksimal,
anggota dewan menjadi tauladan bagi rakyat, elit politik bersatu
membangun negeri tanpa saling menjatuhkan satu sama lainnya.
Mau seperti ini akan menjadikan penegak hukum lebih amanah, pegawai
lebih disiplin, rakyat bersatu dan turut berperan aktif dalam membangun
negeri, orang kaya menjadi lebih peka dan gemar berbagi, pedagang
menjadi lebih jujur, wartawan lebih obyektif, dan menjadikan manusia
senantiasa berbuat baik
Nah, semoga rasa malu bisa menjadikan kita untuk menyegerakan kebaikan
Oleh: Guntara Nugraha Adiana Poetra
posted by @Adimin
Post a Comment