Powered by Blogger.
Humas PKS Ikuti Worshop Jurnalistik Pada Rapat Koordinasi
Humas PKS se-Sumatera Barat melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor) yang berlangsung pada tanggal 4 - 6 November 2022 di Padang, Senin (5/11) ...
Search This Blog
Latest Post
August 30, 2013
Hasan al-Banna dan Kemerdekaan Indonesia
Written By @Adimin on 30 August, 2013 | August 30, 2013
PADA tanggal 6 Juni 1947 di Jogja, masih dalam
suasana revolusi, Presiden Sukarno menerima rombongan pemuda Indonesia
yang baru datang dari Mesir. Mereka beramah tamah selama sekitar dua jam
di istana negara. Kepada para pemuda itu Presiden Sukarno mengingatkan
bahwa Republik Indonesia yang belum lama berdiri itu merupakan modal dan
benteng bersama bagi bangsa Indonesia. “Modal untuk diperbesar dan
benteng untuk dipertahankan,” kata beliau.
Pada kesempatan yang sama, para pemuda itu menyampaikan beberapa
hadiah yang mereka bawa dari Mesir untuk Presiden Sukarno dan istrinya
berupa cerutu asli Mesir dan tempat minyak wangi dari gading. Selain
itu, para pemuda ini juga membawa beberapa surat untuk Presiden
Indonesia dari beberapa orang ternama di Mesir, yaitu Jenderal Sholeh
Harb Pasya (Subah Muslimin), Hassan Bannah (Ichwanul Muslimin), dan
Nahas Pasha (Party Wafd). Pertemuan ini diberitakan tiga hari kemudian
oleh Harian Repoeblik dalam sebuah artikel pendek berjudul ‘Surat2 dari Mesir untuk Presiden’.
Tokoh yang ditulis sebagai Hassan Bannah di atas sebenarnya bernama Hasan al-Banna (1906-1949), pendiri dan pimpinan al Ikhwan al Muslimun yang akrab disebut Ikhwanul Muslimin (IM), organisasi
yang kini sedang berhadapan dengan penindasan dan pembunuhan oleh
penguasa militer di Mesir, untuk yang kesekian kalinya. Sayangnya kita
tidak mengetahui apa isi surat yang beliau tulis untuk Presiden Sukarno
itu. Tapi kemungkinan surat itu berisi dukungan bagi Republik Indonesia
untuk terus mempertahankan kemerdekaannya.
Negeri Mesir tempat Hasan al-Banna lahir dan tumbuh ketika itu masih
berada dalam sistem kerajaan, dan di belakangnya dikendalikan oleh
penjajah Inggris. Masyarakat Muslim Mesir sibuk dengan perselisihan
madzhab. Sementara pada saat yang sama ideologi-ideologi asing banyak
mempengaruhi penduduk negeri itu, walaupun gerakan pembaharuan Islam
juga mulai berkembang di sana.
Hasan al-Banna tumbuh dengan cita-cita untuk memperbaiki masyarakat
Muslim Mesir, menyatukan langkah mereka, serta membebaskan negeri mereka
dari penjajahan asing. Pada tahun 1928 ia mendirikan dan memimpin
organisasi Ikhwanul Muslimin. Lewat wadah ini, al-Banna dan para
pendukungnya berdakwah, menyeru orang-orang untuk kembali kepada Islam,
serta mengajak mereka untuk secara bersama-sama menegakkan kembali
kemuliaan Islam dan masyarakatnya. Dengan bakat dan kesungguhannya,
serta dukungan orang-orang yang bersimpati kepadanya, al-Banna mampu
membawa Ikhwanul Muslimin menjadi sebuah organisasi besar di Mesir.
Bahkan pengaruh ideologis gerakan ini bukan hanya berkembang di Mesir
tetapi juga di negeri-negeri Muslim lainnya.
Ketika gerakan Islam ini semakin membesar, orang-orang yang berada di
pusat kekuasaan Mesir, termasuk penjajah Inggris, mulai merasa
terancam. Inggris punya banyak alasan untuk merasa khawatir terhadap
gerakan ini. Ikhwanul Muslimin memiliki pemikiran (fikrah) yang
berpengaruh luas, mempunyai organisasi yang rapi, serta bercita-cita
untuk membebaskan Mesir dan negeri-negeri Muslim lainnya dari
penjajahan. Berkembangnya organisasi ini merupakan ancaman bagi
kekepentingan penjajah di negeri itu.
Peranan al-Banna dan Ikhwanul Muslimin tidak hanya berhenti pada
Mesir saja. Isu-isu dunia Islam juga menjadi perhatian serius Hasan
al-Banna, termasuk Indonesia sebagai negeri dengan penduduk Muslim
terbesar di dunia serta Palestina yang ketika itu semakin dikuasai oleh
orang-orang Yahudi. Terkait Palestina, Ikhwanul Muslimin secara aktif
memobilisasi usaha untuk membantu kaum Muslimin di Palestina dalam
menghadapi ancaman orang-orang Yahudi yang terus berdatangan ke wilayah
itu.
Pada tahun 1948 negara Israel secara resmi didirikan dan hal ini
memicu terjadinya Perang Arab-Israel. Ikhwanul Muslimin ikut mengirimkan
anggota-anggotanya sebagai sukarelawan untuk menyertai pasukan Arab
dalam menghadapi Israel. Namun tak lama setelah itu, sikap pemerintah
Mesir menjadi semakin tidak bersahabat terhadap Ikhwanul Muslimin.
Pengaruhnya yang semakin luas membuat pemerintah Mesir merasa terancam,
ditambah lagi dengan adanya beberapa kasus kekerasan yang melibatkan
anggota Ikhwanul Muslimin, yang tidak disetujui dan dikecam oleh
al-Banna sendiri sebagai hal yang bertentangan dengan agama Islam.
Organisasi itu kemudian dibekukan dan anggota-anggotanya ditangkap.
Harian Het Dagblad yang terbit di Batavia, edisi 11 Desember
1948, ikut memberitakan pembubaran Ikhwanul Muslimin (De Broederschap),
termasuk divisi Muslimahnya. Berita itu disampaikan pada bagian akhir
dari sebuah artikel yang membahas tentang konflik Arab-Israel.
Organisasi itu, masih menurut harian yang sama, memiliki lima buah
perusahaan dagang besar, sebuah surat kabar harian, beberapa majalah,
beberapa sekolah, beberapa klinik dan panti jompo yang kemudian diambil
alih oleh pemerintah Mesir. Permohonan Hasan al-Banna agar organisasi
itu tetap diijinkan berjalan dengan menerapkan aturan agama yang ketat
ditolak oleh pemerintah Mesir dengan alasan mereka mencurigai adanya
agenda teror tersembunyi yang dijalankan oleh Ikhwanul Muslimin.
Hasan al-Banna sendiri akhirnya ditembak oleh penembak misterius pada
tanggal 12 Februari 1949 dan dibiarkan meninggal dunia tanpa perawatan
di sebuah rumah sakit di Kairo. Wafatnya al-Banna tidak membuat gerakan
yang beliau dirikan ikut mati. Ikhwanul Muslim tetap bertahan, walaupun
berkali-kali mengalami represi oleh pemerintah Mesir.
Berkenaan dengan Indonesia, sebagaimana yang ditulis oleh M. Zein Hasan dalam bukunya Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri, terbitan
Bulan Bintang, (1980), Hasan al-Banna dan Ikhwanul Muslimin termasuk
yang sangat antusias dan memberi dukungan kuat bagi kemerdekaan
Indonesia. Wakil Ikhwanul Muslimin sejak awal telah ikut terlibat dalam
pembentukan ‘Panitia Pembela Indonesia’ di gedung Syubbanul Muslimin,
Kairo, pada tanggal 16 Oktober 1945. Panitia yang dipimpin oleh Jenderal
Saleh Harb Pasya dan melibatkan banyak tokoh Mesir serta beberapa
negara Arab lainnya itu kemudian menyusun resolusi dan usaha untuk
mendukung kemerdekaan RI (Hasan, 1980: 63-64). Hasan al-Banna sendiri
kemudian secara aktif terlibat dalam ‘Panitia Pembela Indonesia’ ini dan
berjumpa dengan tokoh-tokoh kemerdekaan Indonesia yang berkunjung ke
Mesir untuk menggalang dukungan bagi Indonesia.
Pada bulan April 1947, delegasi pemerintah RI yang dipimpin oleh H.
Agus Salib tiba di Mesir untuk meresmikan hubungan antar dua negara.
Rombongan bertemu dengan Raja Faruk, Sekjen Liga Arab, dan beberapa
tokoh lainnya. H. Agus Salim menyampaikan rasa terima kasih Indonesia
atas dukungan Mesir, Liga Arab, dan banyak pihak lainnya, serta
mempererat hubungan persahabatan yang sudah ada di antara mereka. Pada
kesempatan itu, H. Agus Salim juga menyempatkan diri bertemu dengan
Hasan al-Banna. Hal yang sama juga dilakukan oleh Sutan Syahrir saat
datang ke Kairo beberapa waktu kemudian. Ketika Belanda melakukan Agresi
Militer yang pertama pada bulan Juli 1947, masyarakat Mesir
berdemonstrasi menentang tindakan Belanda tersebut. Termasuk yang
berdemonstrasi itu adalah ‘buruh-buruh militant, terutama dari Ikhwanul
Muslimin, membawa bendera merah-putih, dan gambar-gambar Raja Faruk’
(Hasan, 1980: 220, 234, 275-8).
Perlu dicatat juga besarnya sokongan masyarakat Muslim Mesir secara
umum terhadap nasib kaum Muslimin di Indonesia. Koran-koran mereka
memberitakan informasi dan pernyataan yang mendukung Indonesia serta
mencela penjajah Belanda. Masyarakat Mesir menggalang demonstrasi untuk
mendukung RI. Dokter-dokter Mesir melalui Bulan Sabit Merah Mesir bahkan
datang ke Bukittinggi dengan membawa 2 ton obat-obatan untuk membantu
masyarakat Indonesia yang memerlukan pengobatan (Hasan, 1980: 252).
Semua itu dilakukan pada saat negeri mereka sendiri sedang menghadapi
masalah dan belum lepas dari penjajahan. Mereka membantu dengan tulus
dan tidak menganggap sokongan itu sebagai hal yang bertentangan dengan
upaya untuk menolong diri mereka sendiri. Mereka berjiwa nasionalis,
tapi pada saat yang sama tidak menganggap pertolongannya terhadap Muslim
yang negerinya berjauhan itu (Indonesia) sebagai bagian dari ideologi
transnasional yang perlu digugat atau dipertanyakan. Selain dari Mesir,
sokongan dan pengakuan kemerdekaan juga datang dari negeri-negeri Muslim
lainnya seperti Palestina (melalui Mufti besarnya, Muhammad Amin
al-Husaini), Suriah, Saudi Arabia, Iraq, Yaman, Afghanistan, dan juga
Iran.
Setelah wafatnya al-Banna, Ikhwanul Muslimin berkali-kali mendapatkan
penindasan dari pemerintah Mesir, terutama setelah militer mengambil
alih kekuasaan Mesir pasca revolusi tahun 1952. Namun organisasi ini
tetap bertahan, bahkan berkembang dan menyebarkan pemikirannya ke
berbagai negara. Pada tahun 2011 lalu, saat terjadi Arab Spring di Timur
Tengah, masyarakat Mesir berhasil menumbangkan pemerintahan Mubarak
yang telah berkuasa secara otoriter selama tiga dekade lamanya. Ikhwanul
Muslimin sebagai organisasi sipil paling kuat dan paling solid yang
ikut menopang revolusi di Mesir itu kemudian berhasil memenangkan pemilu
yang membawa Muhammad Mursi menjadi presiden Mesir yang terpilih secara
demokratis. Namun, setelah setahun berkuasa, Mursi dikudeta oleh
militer yang dipimpin oleh Abdul Fattah al-Sisi, didukung oleh kelompok
liberal negeri itu. Ikhwanul Muslimin dan masyarakat Mesir lainnya yang
berdemonstrasi menentang kudeta secara damai kini sedang menghadapi
penindasan berdarah yang sangat kejam oleh militer negeri itu.
Militer Mesir menuding Ikhwanul Muslimin sebagai organisasi teroris.
Namun ia bukan satu-satunya pihak yang melayangkan tuduhan itu terhadap
Ikhwanul Muslimin. Masyarakat Barat sendiri sering menstigmakan Ikhwanul
Muslimin sebagai kelompok teroris. Bahkan Wikipedia menyebut organisasi
ini sebagai ‘the Arab world's oldest, most influential and one of the largest Islamic terrorist movements’.
Sebagai sebuah organisasi pergerakan, Ikhwanul Muslimin tentu punya
kelebihan dan kekurangan. Dalam sejarahnya, memang sempat ada
anggota-anggotanya yang bertindak sendiri, melakukan kekerasan, dan
kemudian memisahkan diri dari organisasi ini. Namun, kekerasan, apalagi
terorisme, tidak pernah menjadi sikap yang didukung oleh organisasi ini,
walaupun sikap keberagamaannya seringkali dianggap militan. Menyebut
Ikhwanul Muslimin sebagai sebuah organisasi teroris jelas sangat
berlebihan dan bersifat politis. Terlebih lagi organisasi ini memiliki
peranan keagamaan dan sosial yang besar di tengah masyarakat Mesir dan
juga di beberapa negara lainnya.
Terlepas dari itu semua, bersama dengan beberapa lembaga lainnya di
Mesir, Ikhwanul Muslimin pernah memberikan andil yang cukup besar dalam
mendukung Indonesia pada masa revolusi, 1945-1949. Jika organisasi ini
memang merupakan sebuah organisasi teroris, maka itu artinya tokoh-tokoh
kemerdekaan Indonesia seperti Syahrir dan Agus Salim telah mendapatkan
dukungan dari sebuah organisasi teroris dan mereka mengucapkan terima
kasih kepada organisasi teroris tersebut atas dukungan yang telah
diberikannya. Demikian pula, itu artinya Presiden Sukarno pernah
menerima surat dari pemimpin gerakan teroris terbesar di dunia. Dan
gerakan teroris ini merupakan salah satu pendukung utama kemerdekaan
Indonesia. Wallahu a’lam.*
Kolumnis hidayatullah, penulis "Nuruddin Zanki dan Perang Salib
posted by @Adimin
Label:
Alam Islami,
TOPIK PILIHAN
August 30, 2013
posted by @Adimin
KPU Tetapkan 10 Pasangan Calon Walikota Padang
Dalam
rapat pleno yang diadakan oleh KPU Padang Rabu (28/8), yang dihadiri
oleh anggota KPU dan Ketua KPU Padang Alison, menetapkan bahwa 10 calon
dari pasangan walikota lolos melaju kepemilihan calon Walikota dan Wakil
Walikota Padang, yang akan diselenggarakan pada tanggal 30 Oktober
2013.
"Kita sudah menetapkan ke-10 pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota yang ikut dalam pemilihan Walikota dan Wakil Walikota padang tahun 2013 ini, dalam rapat pleno KPU tadi, maka pada tanggal 1 September nanti kita akan melakukan pengundian nomor urut untuk pasangan walikota padang," ucap Alison, Rabu (28/8).
10 pasangan calon Walikota Padang yang terpilih dari jalur perorangan ada tujuh pasang yaitu Ibrahim-Nardi Gusman, Kandris-Indra Dwipa, Indra Jaya-Yefri Hendri Darmi, Desril Ayunda-James Heliward, Asnawi Bahar-Surya Budhi, Maigus Nasir-Armalis dan Syamsuar Syam-Mawardi Nur.
Sedangkan pasangan calon walikota dari gabungan partai politik adalah Emma Yohana-Wahyu Iramana Putra, Mahyeldi Ansyarullah-Emzalmi dan Muhammad Iclas El Qudsi-Januardi Sumka
"Kita sudah menetapkan ke-10 pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota yang ikut dalam pemilihan Walikota dan Wakil Walikota padang tahun 2013 ini, dalam rapat pleno KPU tadi, maka pada tanggal 1 September nanti kita akan melakukan pengundian nomor urut untuk pasangan walikota padang," ucap Alison, Rabu (28/8).
10 pasangan calon Walikota Padang yang terpilih dari jalur perorangan ada tujuh pasang yaitu Ibrahim-Nardi Gusman, Kandris-Indra Dwipa, Indra Jaya-Yefri Hendri Darmi, Desril Ayunda-James Heliward, Asnawi Bahar-Surya Budhi, Maigus Nasir-Armalis dan Syamsuar Syam-Mawardi Nur.
Sedangkan pasangan calon walikota dari gabungan partai politik adalah Emma Yohana-Wahyu Iramana Putra, Mahyeldi Ansyarullah-Emzalmi dan Muhammad Iclas El Qudsi-Januardi Sumka
posted by @Adimin
Label:
Pilkada,
TOPIK PILIHAN
August 30, 2013
posted by @Adimin
Hidayat Nur Wahid: Mahyeldi Pengalaman Pimpin Kota Padang
Padang,
(24 Agustus 2013) - Mantan Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menyatakan
dukungannya terhadap pencalonan Mahyeldi dan Emzalmi sebagai Calon Walikota dan
calon Wakil Walikota Padang dalam periode 2014-2019. Hal itu dia sampaikan setelah menjadi pembicara pada pelatihan
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah tingkat Nasional di Kota Padang, kamis (22/8).
Hidayat Nur Wahid Mengatakan “Saya sudah mengenal Mahyeldi sejak tahun 1980 dan sudah
sering melakukan kegiatan bersama untuk membela kepentingan bangsa dan
meningkatkan kualitas sumber daya manusia terutama di Kota Padang.”
Dia mengatakan,
Mahyeldi adalah sosok yang paling layak untuk melanjutkan kepemimpinan di nagari Bingkuang. Hal itu karena
Mahyeldi telah memiliki pengalaman dalam mengurus Kota ini sebagai anggota DPRD
Profinsi, Sekretaris Daerah Kota Padang dan berbagai jabatan lainnya hingga
jabatan sekarang sebagai Wakil Walikota.
“Mahyeldi memiliki rekam jejak yang cukup bersih sebagai
pejabat pemerintah, bukan itu saja. Karakter beliau yang tidak hanya sederhana
namun juga pekerja keras dan dekat dengan rakyatnya membuat Mahyeldi cukup
dikenal dan dihormati oleh niniak mamak, cadiak pandai dan alim ulama.” Kata
dia.
Sosok yang sekarang sedang menjabat sebagai ketua fraksi
PKS di DPR RI ini kemudian mengatakan, saatnya masyarakat Kota Padang
menunjukan kepeduliannya atas nasib daerahnya kedepan dan tidak “berjudi” atas
masa depan Kota yang sama-sama kita cintai ini.
“Saya mengucapkan selamat kepada warga Padang yang
sebentar lagi akan melaksanakan pesta rakyat yang akan menentukan masa depan
Kota ini, dan kita patut bersyukur telah memiliki pemimpin yang cukup
berpengalaman seperti Mahyeldi. Saya sepenuhnya mendukung pencalonan Mahyeldi
dan Emzalmi untuk melanjutkan kepemimpinan di Kota Padang.” Kata Dia. (Rm/Adm
posted by @Adimin
Label:
Pilkada,
TOPIK PILIHAN