Powered by Blogger.
Humas PKS Ikuti Worshop Jurnalistik Pada Rapat Koordinasi
Humas PKS se-Sumatera Barat melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor) yang berlangsung pada tanggal 4 - 6 November 2022 di Padang, Senin (5/11) ...
Search This Blog
Latest Post
June 10, 2017
Ramadhan 7
Oleh : Irsyad Syafar Lc., MEd
posted by @Adimin
- - - - - - - - - Ramadhan 7 (IKHLAS DAN ITTIBA') - - - - - - - - - -
Written By NeoBee on 10 June, 2017 | June 10, 2017
Ramadhan 7
IKHLAS DAN ITTIBA'
(إياك نعبد)
(إياك نعبد)
Kita
mentauhidkan Allah dengan beribadah kepadaNya. Tentu saja ibadah itu
dilakukan untuk Dia terima, bukan sekedar kita selesaikan. Mesti kita
lakukan sesuai dengan keinginanNya bukan sesuai selera atau kemauan
kita.
Kalau letih-letih beribadah menyembahNya, tapi kemudian Allah tidak menerimanya, tentu sia-sialah jadinya amalan kita.
Oleh karena itu yang menjadi pikiran dan target seorang mukmin saat
beribadah adalah mendapatkan "qabul" dari Allah. Dan para ulama sepakat
bahwa terkait ibadah-ibadah mahdhah (ibadah murni yang landasan
syariatnya berdasarkan wahyu) akan diterima oleh Allah bila memenuhi dua
syarat utama, yaitu: Ikhlas karena Allah, dan Mengikuti tuntunan Nabi
Muhammad saw (ittiba’).
Jika salah satu syarat saja yang
terpenuhi, atau keduanya tidak terpenuhi tentunya amalan ibadah tersebut
menjadi tertolak alias tidak diterima.
Allah berfirman:
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا.
Artinya: "Barangsiapa yang mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka
hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya“.” (QS. Al
Kahfi: 110).
Imam Ibnu Katsir rahimahullah, seorang Ulama tafsir
yang sangat terkenal menerangkan maksud ayat di atas, “Maka hendaklah ia
mengerjakan amal yang saleh”, maksudnya adalah sesuai dengan syariat
Allah. Dan “janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah
kepada Tuhannya”, maksudnya selalu mengharap redha Allah semata dan
tidak berbuat syirik pada-Nya.
Ayat secara langsung mencakupi
dua syarat diterimanya ibadah, yaitu harus ikhlas karena Allah dan
mengikuti petunjuk Rasulullah saw.
Seorang senior Tabi'in Imam Al Fudhail bin ‘Iyadh, tatkala menerangkan firman Allah:
لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا....
Artinya: "Supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS. Al Mulk: 2),
Beliau menjelaskan maksud amalan yang paling baik (ahsan) itu “adalah
amalan yang paling ikhlas dan paling benar (sesuai dengan ajaran Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam).”
Fudhail bin Iyadh berkata,
“Apabila amal dilakukan dengan ikhlas namun tidak sesuai dengan ajaran
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, amalan tersebut tidak akan diterima.
Begitu pula, apabila suatu amalan dilakukan mengikuti ajaran Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam namun tidak ikhlas karena Allah semata,
amalan tersebut juga tidak akan diterima.
Dalam hadits yang diriwayatkan dari ‘Umar bin Al Khattab, Rasulullah saw bersabda:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ ، وَإِنَّمَا لاِمْرِئٍ مَا نَوَى ،
فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى
اللَّهِ وَرَسُولِهِ ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا
أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا ، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ
إِلَيْهِ.
Artinya: "Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada
niat. Dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Barangsiapa
yang berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah pada
Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrah karena dunia yang ia
cari-cari atau karena wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya
berarti pada apa yang ia tuju (yaitu dunia dan wanita, pen)”. (HR
Bukhari dan Muslim)
Hadits di atas mempertegas bahwa syarat
pertama ibadah diterima yaitu niat yang ikhlas karena Allah. Bila
diniatkan karena selainNya, maka yang diniatkan itu saja yang diperoleh.
Juga dalam hadits dari Ummul Mukminin, ‘Aisyah ra, Rasulullah saw bersabda:
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
Artinya: "Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini
yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR Bukhari)
Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
Artinya: "Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.”
Hadits ini menegaskan bahwa setiap ibadah mesti berdasarkan tuntunan langsung dan tata cara yang diajarkan Rasulullah saw.
Misalnya seseorang shalat shubuh dengan sangat ikhlas karena Allah,
tapi dilaksanakannya 3 atau 4 rakaat, maka ibadah tersebut tertolak.
Sebab menyelisihi ajaran Nabi.
Sebaliknya, seseorang yang shalat
shubuh dua rakaat, lengkap rukun dan sunnatnya, tapi dia lakukan karena
segan dengan mertua atau tetangga, maka ibadahnya juga tertolak. Karena
niatnya tidak ikhlas.
Dengan demikian, setiap ibadah memiliki dua
timbangan. Timbangan bathin berupa niat yang ikhlas. Dan timbangan
lahir berupa tatacara beribadah sesuai tuntunan Rasulullah saw.
Imam Bukhari menuliskan sebuah hadits dalam kitab shahihnya dengan
judul, "Hadits orang yang buruk shalatnya". Kejadiannya adalah tentang
seorang lelaki yang shalat sunat dua rakaat di dekat Nabi shallallahu
alaihi wa sallam. Tapi tatacara shalatnya salah dan terburu-buru. Sampai
tiga kali Rasulullah menyuruh dia mengulangnya. Karena shalatnya tidak
sah dan dianggap belum shalat.
Mari kita laksanakan seluruh
rangkaian ibadah selama ramadhan dengan penuh ikhlas, tanpa
menambah-nambah atau mengurangi yang telah Rasulullah saw ajarkan.
Sebab, dalam urusan beribadah mahdhah tidak ada ruang kreatifitas atau
inovasi.
Oleh : Irsyad Syafar Lc., MEd
posted by @Adimin
Label:
SLIDER,
TOPIK PILIHAN