pic

Powered by Blogger.

Humas PKS Ikuti Worshop Jurnalistik Pada Rapat Koordinasi

Humas PKS se-Sumatera Barat melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor) yang berlangsung pada tanggal 4 - 6 November 2022 di Padang, Senin (5/11) ...

Search This Blog

Latest Post

Mencermati ‘Tarian Politik’ PKS

Written By Sjam Deddy on 03 March, 2014 | March 03, 2014


Suka atau tidak, semenjak kelahirannya partai yang sebelumnya bernama PK ini terus saja menjadi sorotan publik, menjadi buah bibir dan mungkin juga sering ‘dipergunjingkan’. PKS seperti tidak pernah kehabisan energi dan ide untuk tetap bisa membuat berita. Setiap aksi, kebijakan, perilaku dan ucapan para politisinya tak jarang menimbulkan pro dan kontra, melahirkan sejuta cerita dengan nada warna warni; mulai dari puja puji pecinta sejatinya sampai caci maki para pembencinya. Terlalu banyak list untuk dibuat di sini terkait isu pro kontra dari partai yang lahir di era reformasi ini. Jika anda mengikuti berita politik Indonesia 15 tahun terakhir, anda pasti bisa menemukan sendiri contoh pro kontra yang saya maksud.
Sekali lagi, berjuta pasang mata terus memperhatikan aksi dan liukan tarian mereka di panggung politik Indonesia selama lima belas tahun itu. Jutaan jemari mungkin juga telah menari menuliskan namanya pada keyboard komputer, laptop, tablet dan sejenisnya. Karenanya, tak heran hasil riset Independent Research Institute (IRI) yang melakukan penelitian dan survey perbincangan tentang partai politik di sosial media periode Januari-Februari 2014 menyimpulkan bahwa PKS adalah salah satu partai populer yang banyak diperbincangkan di media sosial. Jika anda ketikkan kata kunci “PKS AND Partai” pada mesin pencari google, sedikitnya anda akan menemukan 9,000,000 entry dengan kata kunci ini.
Menariknya, partai ini tidak hanya dibahas dan menjadi perhatian banyak orang di dalam negeri, namun juga oleh banyak pengamat dan pemerhati politik Indonesia di luar negeri. Sebutlah diantaranya Dr. Karen Brook (Dosen di Cornel University-USA), Ellen Nakashima (jurnalis Washington Post), Sydney Jones (peneliti di International Crisis Group/ICG), atau Greg Barton (professor di Monash University, Australia). Mereka adalah para Indonesianis yang cukup sering membahas PKS. Di dunia akademik, fenomena PKS juga telah mengilhami banyak sarjana untuk meneliti dan menganalisa fenomenanya secara ilmiah. Ratusan sarjana, dari S1 sampai S3 telah meneliti partai ini. Yang paling banyak dikutip adalah thesis doktoral Yon Machmudi (The Rise of Jemaah Tarbiyah and the Prosperous Justice Party/PKS), di Australian National University (ANU), dan juga thesis master pengamat politik terkenal, Burhanuddin Muhtadi, dari universitas yang sama. Analisa tentang fenomena PKS juga datang dari Najwa Shihab (presenter Metro TV), ketika dia bersekolah di Fakultas Hukum, Melbourne University.
PKS itu Beda
Populer di media atau di mesin pencari semisal google tentu tidak serta merta berarti bahwa partai ini adalah partai yang hebat. Karena bisa saja orang terkenal karena jeleknya ^^. Poin saya adalah, adalah fakta bahwa partai ini adalah ‘unik’ dan karenanya selalu menarik untuk dibicarakan. PKS adalah anak kandung reformasi, karena mayoritas aktivisnya adalah mereka para pelaku gerakan mahasiswa saat menumbangkan Suharto tahun 1998. Tidak hanya itu, terlahir dari rahim pergerakan adalah salah satu yang membuat partai ini berbeda dengan yang lain. Mereka membesar bukan karena bertumpu pada satu dua sosok yang dominan, namun pada sistem dan ideologi yang kuat. Inilah diantara alasan yang membuat mereka bisa bertahan dari pemilu ke pemilu, bisa selamat dari ‘tsunami SBY’ pada pemilu 2009, tetap eksis bahkan di tengah amuk badai - serangan dari ‘tujuh penjuru mata angin’ saat kasus LHI mencuat.
Ya, pengkaden yang sistemik dan ideologi keIslaman yang kental adalah kekuatan partai ini. Sebagaimana diakui oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Tjahjo Kumolo kepada media baru-baru ini, bahwa PKS dan PDIP adalah diantara sedikit partai dengan pola kaderisasi dan ideologi yang relatif baik. Di dua partai ini, sangat jarang ditemukan ada seseorang yang bisa ‘tiba-tiba’ menjadi petinggi struktural partai. Dari sisi ideologi, Anis Matta mengatkan bahwa PKS memiliki kader dengan mentalitas ‘pemburu surga’. Dari pilihan kata ini, anda bisa eksplor sendiri seberapa kuat dan dalamnya ideologi kader partai berlambang padi emas ini.
Dari aspek pengkaderan ini, PKS beruntung karena mereka behasil masuk dan diterima oleh kalangan menengah terdidik di masa-masa awal pendiriannya. Sebagaimana diungkap oleh Burhanuddin Muhtadi dan kemudian menjadi pengetahuan publik bahwa sejarah PKS tidak bisa dipisahkan dari gerakan tarbiyah yang booming di kampus-kampus besar (sekuler) Indonesia pada akhir 80-an atau awal 90an. Karenanya, mayoritas kader PKS itu dari dulu sampai sekarang adalah para mahasiswa. Anda yang kuliah pada tahuan 90-an (dan juga sekarang), mungkin pernah ‘bersentuhan’ dengan aktifitas tarbiyah mereka atau minimal berinteraksi dengan aktivis mereka. Sebagian anda bahkan mungkin pernah jadi kader, bertemu jodoh melalyu komunitas PKS, walau sekarang mungkin sudah gak lagi aktif (karena berbagai alasan) ^^. Sebagian lagi tentu masih banyak yang setia dengan manhaj dan cita-cita perjuangannya.
Para pelaku politik persis paham bahwa PKS adalah partai dengan kader mahasiswa dan sarjana terbanyak dibanding partai lain. Saya melihat para mahasiswa inilah kemudian yang berjasa besar membesarkan PKS sampai ke sudut-sudut kampung. Karena ketika mereka menjadi sarjana, sebagian mereka pulang, dan kemudian menyebarkan dakwah dan pemikiran mereka di kampung mereka. Dalam struktur ekonomi dan sosial kita, seringkali para sarjana inilah yang kemudian menjadi informal leader di kampung mereka. Pada saat yang sama, PKS pun kemudian dikenal dan menjadi pilihan di kampung-kampung itu. Inilah diantara faktor yang menjelaskan mengapa suara PKS pada pemilu 2009 tidak hanya relatif signifikan di perkotaan (sebagaimana pemilu 1999 dan 2004), tetapi juga menyebar ke berbagai pelosok kampung/desa.

Dari sisi ideologi,terobosan ideologi politik mereka (baca: ijtihad politik) yang memadukan antara dakwah yang suci dengan politik yang (biasanya dipersepsi) kotor adalah keunikan yang lain. Bahwa perjuangan mereka di panggung politik jauh melampaui tujuan-tujuan politik singkat, seperti sekedar meraih kekuasaan an sich. Karenanya inilah satu-satunya partai yang kadernya sering menolak jika ditawari (baca: dicalonkan) menjadi penguasa atau menjadi caleg saat pemilu. Inilah juga partai yang dengan mudah melakukan pergantian ketua umumnya, tanpa intrik dan atau kegaduhan seperti di partai lain.
Komunitas PKS adalah mereka yang sedang berusaha mempraktekkan nilai-nilai Islam yang syumul (komprehensif) di lembaga negara. Islam yang tidak hanya bicara masalah aqidah dan ibadah mahdah, namun juga bicara tentang aspek politik, ekonomi, pendidikan, dan sosial budaya. Mereka sedang dan terus belajar bagaimana menjadi pribadi muslim yang baik di level individu, namun juga terampil dalam mengelola negara dan pemerintahan, memakmurkan rakyat, dan sekaligus memperkenalkan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin.
Tidak hanya di panggung politik, jauh sebelum mendeklarasikan partai, parak aktifis dakwah tarbiyah itu juga menjadi bagian penting dalam gerakan islamisasi banyak aspek kehidupan di tanah air sejak awal tahun 80-an. Jika ditelesik, di bidang pendidikan, misalnya, kader mereka adalah diantara individu yang menjadi trend setter munculnya lembaga pendidikan Islam semisal Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) yang sekarang menjamur. Mereka juga bagian dari tumbuhnya semangat ekonomi Islam di tanah air, dengan munculnya Baitul Mal wa Tamwil (BMT) dan juga bank syariah. Belum lagi gerakan jilbab yang massif di kalangan muslimah dan alternatif seni serta literasi Islam pada tahun-tahun itu. Pelajarilah sejarahnya, saya yakin anda akan bertemu dengan cerita para kader gerakan dakwah tarbiyah ini di balik semua itu.
Doktrin untuk menjadikan dunia politik sebagai ladang dakwah di satu sisi adalah suatu hal yang ideal, namun di sisi lain dia juga menjadi ‘lubang semut’ yang kapan saja bisa menjadi bumerang bagi PKS. Terutama ketika partai ini dianggap ‘gagal’ menjalani misinya. Di titik inilah kita bisa memahami ‘kemarahan publik’ saat PKS juga terbawa-bawa kasus korupsi pada kasus LHI (walaupun saat ini kasusnya masih belum memiliki kekuatan hukum tetap).
Walau saya tentu juga setuju agar PKS jauh dari isu korupsi, namun alasan terakhir bagi saya adalah misleading. Orang beragama bisa saja salah atau khilaf. Sebagaimana orang yang berpuasa dan sholat juga kadang melakukan kesalahan (walau ideal teksnya tidak seharusnya begitu).
Statemen pemakluman terhadap kesalahan partai berbasis non agama juga bisa salah dipahami; bahwa seakan-akan partai dengan ideologi non agama (misal, kebangsaan dan nasionalis) boleh dan wajar jika korupsi, dan karenanya gak perlu dipelototi dan dimaki. Apa memang ideologi kebangsaan dan nasionalis serendah itu?
Menari di tengah badai
Proses membesarnya PKS tentu tidaklah mulus. Panggung politik adalah medan perang. Sejarah pertumbuhan PKS juga diwarnai berbagai serangan, demarketting, black campaign, dan fitnah. Baik yang datang dari kekuatan asing, rival sesama parpol, maupun dari kelompok yang secara ideologis berseberangan dengan ideologi Islam yang dibawa PKS. Parpol Golkar misalnya sudah lama memberi warning para fungsionarisnya tentang potensi ancaman dari PKS terhadap esksistensi mereka sebagai partai tua. Gesekan juga terjadi sesama aktivis ormas dan partai Islam, karena PKS dianggap ‘merebut’ lahan yang sama dengan mereka. Serangan yang paling kuat dan konstan biasanya datang dari aktivis liberal dan sekularis yang menganggap ideologi yang dibawa PKS mengancam eksistensi ideologi mereka.
Aktivis liberal dan kaum sekuler di Indonesia sepertinya tak pernah berhenti melancarkan serangan kepada partai ini. Isu yang paling banyak dilemparkan adalah bahwa PKS adalah partai yang eksklusif, Islam yang dibawa PKS adalah Islam yang tidak toleran dan tidak inklusif, atau menuduh PKS sebagai partai yang tidak memiliki jiwa Indonesia dan nasionalisme. Adalagi serangan dengan praktik pologami segelintir elit PKS, ataupun isu bahwa PKS membawa hidden agenda akan menjadikan Indonesia negara Islam.
Biasanya kader PKS menjawab segala tuduhan ini dengan kerja dan kerja. Bahwa di lapangan para aktivis mereka bisa bergaul dengan siapa saja, termasuk dengan mereka yang beda agama sekalipun – tentu dengan tidak harus menggadaikan aqidah. Tentang nasionalisme, saya yakin darah mereka dan cinta mereka terhadap Indonesia sama kuat dan merahnya dengan mereka para nasionalis sejati. Jika Indonesia hari ini diserang oleh asing misalnya, saya haqqul yakin, para kader PKSlah diantara mereka yang pertama angkat senjata jika diperintahkan negara untuk membela tanah air, sebagaimana dulu kemerdekaan Indonesia juga direbut dan diperjuangkan oleh pekikan Allah Akbar oleh para santri.
Terkait hidden agenda, para elit PKS semisal HNW dalam beberapa kesempatan sudah sering mengatkan bahwa bentuk negara bangsa dan Pancasila itu adalah final. Sydney Jones sendiri selain menyebut PKS sebagai partai paling cerdas, juga mengatakan bahwa PKS bukanlah partai radikal. Dia percaya bahwa PKS adalah partai yang commited menjalankan prinsip-prinsip demokrasi. Beberapa ceramah dan tulisan Anis Matta pada beberapa waktu terakhir yang membahas gelombang ketiga Indonesia juga menyiratkan bahwa bagi PKS pembahasan dan debat tentang sistem pemerintahan, pertanyaan tentang relasi agama dan negara itu sudah tidak relevan. Saatnya kita sebagai bangsa memasuki gelombang baru dimana semua kekuatan bangsa bersatu untuk peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup di bawah sistem demokrasi yang makin mapan.
Kalangan liberal juga menghantam ideologi transnasionalisme yang dibawa PKS, dimana kadang mereka seperti lebih peduli dengan saudara-saudara muslim yang jauh, seperti Palestina, dan mengabaikan saudara dekat yang juga butuh bantuan. Saya yakin tuduhan seperti ini lebih didasari sentimen ideologi, karena membantu saudara yang jauh tidak berarti melupkan saudara dekat. Jika pengkritik ini benar-benar paham PKS, maka seharusnya mereka tahu bahwa kader PKS adalah diantara kelompok yang hampir selalu ada bersama susah senangnya masyarakat. Para kader mereka selalu siaga dalam setiap aksi bantuan pasca bencana, misalnya. Anda bisa tanya kepada rakyat Aceh saat tsunami, siapa diantara kelompok pertama dan terakhir (yang paling lama bertahan) dalam membantu korban saat tragedi tsunami tahun 2004 lalu. Belum lagi banyak kader mereka yang menjadi relawan di lembaga-lembaga sosial seperti Dompet Dhuafa, Post Keadilan Peduli Ummat (PKPU), MERC, ataupun Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Kembali pada serangan tadi, pasca kasus LHI, banyak sekali suara sumbang yang meragukan eksistensi dan keberlangsungan PKS di masa datang, terutama (kembali) datang dari aktivis liberal dan beberapa kalangan kritis rasional yang menguasai sosial media. Bentuk sentimen dan sinisme para oposan ini bisa dengan mudah anda lacak di berbagai jaring socmed atau di situs berita online. Jika kelompok pertama membenci PKS karena alasan ideologis, kelompok kedua adalah mereka yang kecewa dengan beberapa fakta media terkait PKS yang mungkin masih bisa diperdebatkan.
Namun, ijinkan saya menyampaikan di sini bahwa mesin PKS terus saja bekerja dalam diam. Dengan cara mereka, PKS tetap bisa meliuk dan menari di tengah badai. Para oposan PKS mungkin bisa saja berteriak sampai ke langit di media sosial agar PKS mati, namun jantung kaderisasi PKS terus berdenyut. Jutaan kader mereka terus bekerja dan berkhidmat untuk negeri. Kader mereka yang diamanahkan di lembaga eksekutif terus membuat prestasi demi prestasi (Anda bisa telusuri sendiri deret panjang penghargaan yang diterime Aher dan Irwan Prayitno, misalnya). Gemuruh PKS, sekali lagi tidak hanya di media sosial, di perkotaan, namun juga melintas sungai dan pulau, lembah dan gunung, melewati samudera (sedikit lebbay ya :D). Jika eksistensi parpol itu dilihat dari pemerolehan suara pemilu dan pilkada, saat ini kader PKS dipercaya menjadi gubernur di empat propinsi: Sumbar, Jabar, Sumut, dan yang terbaru Maluku Utara.
Saya tentu tidak sedang mengatakan bahwa PKS sama sekali adalah zero masalah. Saya menyadari bahwa PKS bukanlah partai malaikat. Karenanya sangat mungkin melakukan kekeliruan dan kesalahan., baik di level individu maupun komunitas. Saya berharap nurani PKS bisa mendengar segala kebisingan masyarakat yang kritis terhadap PKS belakangan. Bahwa tidak semua mereka yang mengkritik itu karena benci, saya yakin juga karena cinta. Perbanyaklah mendengar, berefleksi, meresapi, dan membalas semuanya dengan perbaikan dan amal yang lebih baik.
Bagimana dengan adanya fakta bahwa sebagian kecil kader yang keluar (atau dikeluarkan)? Bagi saya sendiri hal itu bukanlah sesuatu yang luar biasa. Jangankan keluar dari PKS sebagai parpol, sejarah Islam justru juga diwarnai sebagian sahabat rasul yang keluar (murtad) dari Islam. Mereka yang murtad itu justru generasi yang pernah bertemu dan berinteraksi lansung dengan rasulullah SAW. Jika bahkan dari agamapun ada orang yang memutuskan keluar, apalagi hanya dari parpol semisal PKS. It is not a big deal sekali lagi. Saya tahu ada satu dua ustadz mantan pendiri PK yang ‘berijtihad’ untuk say good bye pada partai ini, namun pada saat yang sama ada ratusan atau mungkin ribuan ustadz yang tetap setia dan Insyallah terus ‘menjaga’ kapal dakwah bernama PKS ini agar tetap on the right track.Asumsi sederhananya, tidak mungkin 99 orang majlis syuro atau para asaatidz di dewan syariat yang memiliki pemahaman syariat yang baik akan membiarkan atau malah bersepakat berbuat maksiat atau melakukan sesuatu yang menabrak prinsip-prinsip syariat.
Memimpin Indonesia
Melihat karakter PKS yang unik, saya optimis bahwa partai ini akan terus membesar. Bukan tak mungkin, para kader partai inilah yang akan dominan mewarnai dinamika kepemimpinan nasional kita pada masa yang akan datang. Formula sederhananya, jika ingin melihat kepemimpinan Indonesia sepuluh tahun yang akan datang, maka lihatlah kepemimpinan lembaga kemahasiswaan di berbagai kampus hari ini.
Dulu kita bisa melihat bagaimana para kader HMI menguasai banyak lembaga kemahasiswaan di kampus pada era 80-an dan 90an awal. Sekitar sepuluh tahun kemudiaan, merekalah yang dominan mewarnai kepemimpinan nasional kita 10 tahun belakangan (anda bisa melihat fenomena ini dengan memperhatikan beragam tokoh yang mengunjungi Anas Urbaningrum dulu setelah menjadi tersangka, atau ketika Anas membuat PPI setelah itu - mereka adalah para kader HMI yang tersebar di banyak posisi).
Dan jika kita kembali ke kampus dan melihat fenomena kepemimpinan lembaga mahasiswa hari ini, suka atau tidak, anda akan menemukan bahwa mayoritas lembaga kemahasiswaan kampus itu, baik yang di Jawa maupun di luar Jawa, cukup banyak ‘dikuasai’ oleh para mahasiswa yang berideologi kanan, seperti PKS. Sejak pertengahan tahun 1990an, para mahasiswa yang secara ideologi berafiliasi dengan PKS ini berhasil menggeser dominasi aktivis HMI. Karenanya, sekali lagi, bukan tak mungkin, merekalah yang akan menjadi pemimpinan nasional lima atau sepuluh tahun yang akan datang.
Banyak memang yang meragukan bahwa cita-cita PKS untuk masuk tiga besar pada pemilu 2014 hanyalah impian belaka. Tapi seperti saya katakan, jutaan kader mereka terus bekerja dalam senyap. Ada yang dengan sinis bilang, ini tidak zamannya lagi memilih partai, tapi memilih tokoh. Iya, saya setuju. Saya bicara PKS di sini tidaklah dalam konteks PKS sebagai kardus kosong yang berisi ‘hantu blau’, tapi PKS sebagai kumpulan manusia dengan semua prestasi dan keunikan jutaan kadernya.
Tentu kita berharap bahwa jika memang PKS ditakdirkan menjadi pemimpin nasional, mereka bisa menjadi pemimpin yang amanah, yang membawa Indonesia menjadi lebih baik. Kita juga berharap bahwa PKS bisa memahami Indonesia yang plural. Jati diri Indonesia adalah keberagaman itu senidri. Karenanya, dalam mengelola negara dan pemerintahan PKS harus bisa menjalin kerjasama dengan semua golongan, termasuk dengan kelompok sekuler dan nasionalis. Indonesia yang majemuk tidak bisa dikelola oleh salah satu kelompok saja. Sekali lagi, PKS harus bisa bekerjasama dengan semua kekuatan bangsa dan bekerja untuk kepentingan semua golongan, tidak untuk kepentingan sempit kelompok tertentu, apalagi hanya untuk golongan PKS. Waktunya bagi PKS untuk memperkenalkan praktek Islam sebagai rahmatan lil alamin itu di lapangan, tidak hanya dikhutbahkan dari mimbar kajian para ustadz selama ini.  
Wallahu’alam.
sumber : http://politik.kompasiana.com/2014/03/02/mencermati-tarian-politik-pks-638806.html

posted by @Adimin

Anis Matta Akan Launching Buku "Gelombang Ketiga Indonesia" di IBF


InsyaALLAH buku terbaru saya yang berjudul Gelombang Ketiga Indonesia akan diluncurkan tanggal 5 Maret 2014 ini, di Islamic Book Fair 2014 Jakarta.. Di acara yang sama juga, insyaALLAH saya akan menjadi narasumber pada Talkshow "Narasi Kearifan Dalam Berpolitik", 14.30-16.00.. Sampai bertemu disana.. (Anis Matta)

posted by @Adimin

Soliditas PKS Mencerminkan Nilai Perjuangan | by Adi Nova


Bagaimana mengukur kekompakan dan militansi kader sebuah partai? Kekompakan dan militansi kader mencerminkan nilai yang diperjuangkan oleh sebuah partai politik. Karena jika dalam organisasinya saja tidak mampu bersatu, bagaimana mungkin mereka mampu menyatukan keragaman suku bangsa di Indonesia ini sebagai sebuah bangsa yang berpenduduk lebih dari 200 juta jiwa. Salah satu ukurannya menurut saya bisa dilihat dari berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memobilisasi anggotanya.

Parameter ini merupakan bagian penting untuk menilai solid atau rapuhnya barisan sebuah organisasi partai politik. Dalam kesempatan menjadi juru kamera di sebuah agenda Apel Siaga sebuah parpol di Provinsi Riau, yang dilaksanakan pada tanggal 28 Februari sampai dengan 2 Maret 2014 kemarin, saya melihat langsung bagaimana solidnya barisan partai PKS yang disebut-sebut sebagai Partai Islam terbesar di Indonesia saat ini, bahkan dikatakan pula paling rapi dan kuat sekali militansi kadernya.

Ini adalah kegiatan partai tingkat Provinsi di Riau, diikuti oleh 300 lebih peserta dari 12 kabupaten se-Riau, yang diberi nama Apel Siaga dan Kemah Bakti Pemenangan Pemilu 2014. Lokasinya di Desa Siabu, Bangkinang, kabupaten Kampar. Saat itu jam menunjukkan pukul 8.00 wib, Apel Siaga sudah dimulai. Ternyata peserta sudah berkumpul sejak malam hari. Ketika ditanyakan kepada peserta, sejak kapan pertama kali diberikan undangan atau diberitahukan untuk hadir ke acara ini, ke salah seorang peserta asal Pekanbaru, Umar Khatab menjawab, "Dua pekan saja. Kita diberikan kesempatan mempersiapkan segala sesuatunya, perlengkapan dan alat-alat yang akan dibawa sesuai kebutuhan untuk berkemah, juga persiapan bahwa akan menginggalkan keluarga, tugas-tugas dan kesibukan sehari-hari, itu kita tinggalkan semua."

Selanjutnya mari kita simak penuturan beberapa orang yang berhasil saya dapatkan testimoni mereka terkait kegiatan ini. Melihat dari komposisi yang hadir, sebagian besar memang peserta Apel Siaga ini masih muda. Namun ternyata ada juga orang tua. Beliau akrab dipanggil Pakde Bani. Pakde Bani ini sudah berumur 55 tahun, sudah menjadi kader dan aktif mengikuti kegiatan PKS sejak 2004. "Ketertarikan saya kepada PKS dikarenakan kegiatannya mencakup semua aspek, baik dunia maupun akhirat, baik pendidikan maupun olahraga, fisik maupun Rohani," katanya. Sejak itulah pakde Bani tidak pernah absen mengikuti kegiatan partainya termasuk apel siaga dan kemah bakti ini yang dalam bahasa kader PKS disebut "Mukhoyyam".

Suyatno, kader PKS lainnya menjelaskan pula, "Mukhoyyam di PKS adalah semacam wajib militer. Agar semangat kader PKS beda dengan yang lain. Apapun kondisi kita, mau susah maupun payah setiap ada seruan (untuk berangkat Mukhoyyam) kita harus bisa memenuhinya." Ditambahkan pula oleh Miftakhul Hadi, "Walaupun dirasakan berat bagi sebagian kader, ini merupakan tantangan tersendiri bagi mereka karena program inilah yang akan menempa diri setiap kader PKS agar semakin tangguh dan disiplin." Yang menarik perhatian saya kemudian bahwa ada salah seorang dari peserta yang kakinya pincang. Ketika ditanyakan sejak kapan tidak lagi bisa berlari, beliau pun menceritakan kondisi itu dialaminya sejak kelas dua SMP. Namun tetap hadir di sini dan bersemangat mengikuti keseluruhan acara, termasuk Long March."Saya bisa mengikuti Long March sejauh delapan jam perjalanan," Katanya. Mendengar langsung dari penuturan peserta Mukhoyyam PKS ini saya yakin, semua peserta yang hadir dalam keadaan gembira menjalani keseluruhan agenda kegiatan selama 3 hari di alam terbuka, padahal kondisi kabut asap yang menutupi Riau saat itu masih sangat pekat.

"Buat saya mengikuti kegiatan ini, saya sih tidak merasa susah, bahkan merasa ini kegiatan bersenang-senang." Kata Sukmo Mulyorejo, seorang pengusaha yang kini menjadi Caleg PKS untuk DPR-RI. "Ini merupakan sebuah bentuk pelatihan kegiatan Outdoor, jadi kita tidak hanya ngomong kegiatan dalam bentuk indoor, tidak hanya mengenal Islam di dalam mesjid, tapi kita juga melatih fisik setiap kader untuk survive, maka kalau ada misalnya bencana alam terjadi, orang-orang PKS turun paling depan, inilah desainnya." Keakraban dan Persaudaraan memang sangat kental dirasakan dalam suasana perkemahan ala PKS ini.

Tidak heran, ada peserta caleg PKS yang tidur satu tenda dengan caleg lainnya, padahal mereka dari dapil yang sama. Dalam kesempatan seperti ini pulalah mereka justru saling bisa berinteraksi dan berdiskusi di suasana yang santai. Hal ini diakui oleh H.Abdullah, salah seorang peserta dari kabupaten Pelalawan.

Yang paling menarik justru peserta yang hadir dari daerah paling jauh di Riau, yakni kabupaten Inhil (Indragiri Hilir). Muhammad Amir, yang berasal dari kecamatan Sungai Guntung, Inhil menuturkan, "Kami berangkat dari Sungai Guntung menuju kota Tembilahan ibu kota Inhil naikspeedboat butuh waktu tiga setengah jam. Dari Tembilahan menuju Pekanbaru butuh waktu delapan jam. Dari Pekanbaru menuju Kampar ini tambah lagi satu setengah jam. Tetapi kami tetap bisa hadir."

Tidak bisa dipungkiri, rahasia motivasi kader PKS menjalani aktivitas kepartaian tidak terlepas dari nilai-nilai agama. Terlihat jelas, dalam agenda pelatihan di luar ruangan seperti kemah bhakti inipun mereka tetap bersandar atas landasan agama. Bagaimana mereka bisa tetap melaksanakan sholat Jum'at di tepi hutan, sholat lima waktu berjama'ah dan mewajibkan setiap peserta membaca Qur'an satu juz perhari menajadi bukti komitmen mereka pada bentuk ketaqwaan kepada Tuhan YME. Program ini merupakan agenda wajib untuk diikuti semua kader minimal sekali dalam setahun dan merupakan implementasi dari lagu yang selalu mereka nyanyikan, "Tetaplah bertahan dan bersiap siagalah." Bisa dipastikan bahwa pulang dari kegiatan Kemah Bakti ini semua peserta membawa pengalaman dan kenangan ke daerahnya masing-masing, sehingga dengan penuh semangat mereka tentu bisa melanjutkan aktivitas memenangkan pemilu 2014. Salut buat PKS, dan lebih penting lagi bahwa ternyata ada partai seperti ini di Indonesia. Saya turut merasa bangga. 

[kompasiana.com]


posted by @Adimin

Pesan

More on this category »

Popular Post

 
Support : Creating Web | PKS Padang | Mas Temp
Copyright © 2011. PKS KOTA PADANG - All Rights Reserved
Template Created by PKS Padang Published by Mas Temp
Proudly powered by Blogger