Powered by Blogger.
Humas PKS Ikuti Worshop Jurnalistik Pada Rapat Koordinasi
Humas PKS se-Sumatera Barat melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor) yang berlangsung pada tanggal 4 - 6 November 2022 di Padang, Senin (5/11) ...
Search This Blog
Latest Post
March 23, 2017
Kita harus jaga dan rawat kebhinekaan dan NKRI yang kita cintai ini agar tetap kokoh dan tergoyahkan. Ada tiga modal sosial bangsa yang bisa menjadi penompang hal tersebut.
Saya meyakini ketika ketiga modal sosial bangsa tersebut dijalankan secara konsisten dan konsekwen, InsyAllah bangsa dan negara ini akan semakin maju, kokoh dan bermartabat serta dihormati oleh bangsa-bangsa lain di dunia ini
Islam, Kebhinnekaan, dan NKRI
Written By NeoBee on 23 March, 2017 | March 23, 2017
Mohamad Sohibul Iman, Ph.D
Presiden Partai Keadilan Sejahtera
Ketika umat Islam berjuang membela
martabat agamanya karena merasa dinodai oleh ucapan Seorang pejabat
publik, tiba-tiba ada sebagian kelompok yang justru menstigmanya sebagai
sikap anti-kebhinekaan dan anti-NKRI. Ada anggapan bahwa menghormati
kebhinekaan semata-mata diartikan sebagai sikap merayakan perbedaan
namun kurang mengindahkan hak-hak setiap warga dalam memeluk dan
menjalankan ajaran agama dan keyakinannya sebagaimana telah dijamin
dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kebhinekaan akhir-akhir ini terasa
direduksi maknanya menjadi semata-mata melindungi hak-hak minoritas
tanpa menghormati hak-hak mayoritas. Klaim-klaim sepihak tentang
kebhinekaan adalah cara termudah untuk mengasosiakan diri dengan hal
tersebut. Tapi yang sulit adalah membuktikannya pada sikap dan perilaku
di kehidupan nyata. Kebhinekaan terawat bukan karena klaim-klaim sepihak
tetapi karena adanya sikap jujur, terbuka, tanggungjawab, dan berpihak
kepada kebenaran dan rasa keadilan masyarakat.
Adanya pemikiran yang mencoba
membenturkan antara Islam, Kebhinekaan dan NKRI adalah pemikiran yang
berbahaya dan ahistoris. Islam, Kebhinekaan dan NKRI adalah satu
kesatuan yang tak terpisahkan. Menjadi seorang muslim yang seutuhnya
maka secara aksiomatis ia juga menjadi seorang nasionalis dan pluralis
seutuhnya. Jika masih ada entitas di Republik ini yang mengatakan bahwa
umat Islam tidak nasionalis, anti-kebhinekaan, maka sesungguhnya mereka
telah memunggungi takdir sejarah Republik Indonesia.
Bung Karno pernah berpesan kepada bangsa
Indonesia bahwa jangan sekali-kali melupakan sejarah. Oleh karena itu,
jangan pernah melupakan sejarah panjang perjuangan umat Islam dalam
memerdekakan dan membangun Republik ini. Janganlah melupakan jasa besar
Kiyai Haji Hasyim Asy’ari bersama umat Nahdhiyin yang menyerukan
Resolusi Jihad untuk mengobarkan semangat perlawananan pejuang Surabaya
dibawah komando jihad Bung Tomo dalam mempertahankan Kota Pahlawan dari
gempuran Imperialis.
Sejarah juga telah mencatat bagaimana Ki
Bagus Hadi Kusumo sebagai pucuk pimpinan Muhammadiyah bersama
tokoh-tokoh umat Islam lainnya telah berbesar hati mengorbankan aspirasi
umat Islam dengan merelakan penghapusan 7 kata dalam Piagam Jakarta dan
menggantinya dengan Sila Pertama Pancasila sebagai sikap penghormatan
kepada aspirasi Saudara-saudara sebangsanya dari Indonesia bagian timur.
Kita juga harus ingat bagaimana peran
diplomat muslim kita, Haji Agus Salim dan AR Baswedan, yang dengan susah
payah bergerilya mencari pengakuan kedaulatan kemerdekaan RI dari dunia
Internasional. Dengan mengedepankan semangat ukhuwah Islamiyah, mereka
berhasil mengantarkan RI mendapatkan pengakuan kedaulatan pertamanya
dari negara-negara Islam seperti Mesir, Lebanon, Suriah, Irak, Arab
Saudi dan Yaman. Kiprah diplomasi mereka berhasil menyudutkan Belanda di
forum PBB dan mengukuhkan kedaulatan RI di mata dunia.
Bahkan jika merujuk pada konsepsi NKRI
itu sendiri, secara legal-konstitusional justru terlahir dari
kepeloporan dan perjuangan umat Islam di Parlemen yang saat itu
disuarakan oleh Mohamad Natsir. Melalui Mosi Integralnya, Natsir
mengusulkan kepada Parlemen RI untuk mengganti konsep Negara Republik
Indonesia Serikat (NRIS) menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Insiatif Natsir ini akhirnya disambut baik oleh seluruh kekuatan
politik di Parlemen saat itu, sehingga konsep NRIS dibubarkan dan
sebagai gantinya Indonesia menjadi NKRI.
Modal Sosial Bangsa
Kita telah memahami bersama bahwa
kebhinekaan Indonesia merupakan sebuah keajaiban dunia. Kita semua telah
merawatnya dengan susah payah. Maka tak sepatutnya kebhinekaan ini
dikoyak-koyak oleh kekerasan verbal yang melukai rasa persatuan bangsa.
Semangat menghormati kebhinekaan dan
persatuan bangsa adalah modal sosial bangsa yang wajib kita jaga
bersama. Semua tindakan yang menodai kebhinekaan oleh siapa pun, apa pun
agamanya, apa pun suku bangsanya, apa pun partai dan posisi jabatannya,
maka harus diperlakukan yang sama di depan hukum (equality before the
law).
Kita harus jaga dan rawat kebhinekaan dan NKRI yang kita cintai ini agar tetap kokoh dan tergoyahkan. Ada tiga modal sosial bangsa yang bisa menjadi penompang hal tersebut.
Pertama, Sense of Belonging
yakni rasa saling memiliki sebagai bangsa. Semua harus merasa memiliki
NKRI, jangan ada yang tidak merasa memiliki. Di sisi lain, jangan pernah
ada yang mengklaim bahwa ia satu-satunya pewaris sah republik ini.
Bangsa ini lahir atas jerih payah dan
pengorbanan berbagai komponen bangsa. Dalam benak kita semua harus
tertanam kuat bahwa bangsa ini adalah milik semua anak bangsa: dari
Sabang hingga Merauke, dari Miangas hingga Pulau Rote. Bangsa ini bukan
hanya milik suku dan agama tertentu, tapi merupakan milik semua suku dan
agama yang diakui di Indonesia.
Kebhinekaan tercermin ketika kelompok
mayoritas mampu mengayomi minoritas, dan disaat yang sama kelompok
minoritas juga bisa memposisikan diri mereka dan menghormati kelompok
mayoritas. Rasa saling memiliki di antara sesama anak bangsa akan
menumbuhkan sinergi dan harmoni, karena kita percaya bahwa sikap dan
tindakan setiap anak bangsa dilandasai oleh rasa saling memiliki atas
bangsa ini.
Kedua, Sense of Togetherness
yakni rasa kebersamaan sebagai sesama anak bangsa yang sama-sama cinta
kepada tanah airnya. Bangsa ini sangat majemuk. Bangsa ini terdiri dari
belasan ribu pulau, ratusan bahasa daerah, ribuan suku bangsa, beberapa
agama dan kepercayaan. Bahkan bukan hanya majemuk, tapi juga
terfragmentasi dan tersegmentasi.
Adalah sebuah Sunnatullah bahwa untuk
membangun bangsa ini harus dengan menumbuhkan rasa kebersamaan dan
saling bekerjasama atau gotong royong. Kita tidak bisa membangun
Republik ini sendirian hanya melibatkan golongan dan kelompok tertentu
saja tanpa bantuan dan kerjasama dengan berbagai elemen bangsa lainnya.
Bangsa ini lahir dan bisa tetap tumbuh berkembang hingga saat ini karena
rasa kebersamaan yang terus terjalin.
Dan ketiga adalah Trustworthiness
yakni rasa saling percaya diantara seluruh komponen bangsa. Pada
tingkat gagasan kita harus saling percaya bahwa semua warga Indonesia
memiliki niat baik untuk bangsanya dengan caranya masing-masing. Namun,
pada tingkat tindakan kita harus membuktikannya dengan melihat sepak
terjang dan perilakunya apakah niat baik itu benar-benar ditunjukkan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Jika terbukti ada niat jahat,
maka semua wajib mencegah dan menghentikannya.
Saya meyakini ketika ketiga modal sosial bangsa tersebut dijalankan secara konsisten dan konsekwen, InsyAllah bangsa dan negara ini akan semakin maju, kokoh dan bermartabat serta dihormati oleh bangsa-bangsa lain di dunia ini
posted by @Adimin
Label:
SLIDER,
TOPIK PILIHAN