pic

Powered by Blogger.

Humas PKS Ikuti Worshop Jurnalistik Pada Rapat Koordinasi

Humas PKS se-Sumatera Barat melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor) yang berlangsung pada tanggal 4 - 6 November 2022 di Padang, Senin (5/11) ...

Search This Blog

Latest Post

[Opini] Meluruskan Pemahaman Hari Ibu

Written By mediapkspadang on 15 December, 2015 | December 15, 2015



oleh Zico Alviandri

Di tengah semarak dan syahdu masyarakat Indonesia merayakan Hari Ibu, masih terdengar cibiran sumir yang menyalahkan peringatan pada tiap 22 Desember itu. Ada beberapa alasan, dari acara kaum pagan, tidak dikenal dalam Islam, hingga seolah-olah Hari Ibu mereduksi kasih sayang kepada orang tua hanya pada tanggal tersebut. Sesuatu yang penulis rasa urgen untuk diluruskan.

Sejarah Hari Ibu
Ada media yang menghubung-hubungkan perayaan Hari Ibu dengan jejak upacara kaum pagan. Di beberapa negara di Eropa dan Timur Tengah, Mother’s Day terhubung dengan kebiasaan memuja Dewi Rhea, istri Dewa Kronus dan ibu para dewa dalam sejarah Yunani kuno. Sehingga di negara-negara tersebut, peringatan Mother’s Day jatuh pada bulan Maret.

Lalu media yang mengutip itu membuat konklusi bahwa Hari Ibu setara dengan hari yang tidak bermanfaat seperti April Mop, hari Valentine, Tahun Baru, dll.

Kalau benar faktanya seperti itu yang terjadi di beberapa negara, di Indonesia malah tidak. Hari Ibu di negara ini berawal dari pembukaan Kongres Perempuan Indonesia yang pertama, yang digelar dari 22 hingga 25 Desember 1928. Kongres Perempuan Indonesia ini bahkan diikuti oleh organisasi wanita Muhammadiyah, Aisjiah. Kemudian Presiden Soekarno menerbitkan Dekrit Presiden No. 316 thn. 1953 untuk meresmikan Hari Ibu sebagai hari nasional. Tanggal tersebut dipilih untuk merayakan semangat wanita Indonesia dan untuk meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara.

Jelas tak ada jejak perayaan kaum pagan di peringatan Hari Ibu di Indonesia. Sehingga tidak bisa dikatakan sebagai tasyabuh, atau meniru suatu syariat di luar Islam. Semangat yang dibawa untuk memaknai hari ibu adalah kebaikan universal, yang kebaikan itu bisa saja terdapat di banyak negara karena keuniversalannya. Mungkin saja di luar sana mereka harus ber-tasyabuh pada perayaan kaum pagan untuk memunculkan semangat kebaikan ini, tapi tidak di Indonesia yang punya sejarah harum tersendiri untuk memperingati Hari Ibu.

Fatwa ulama Timur Tengah yang mengharamkan Hari Ibu mungkin cocok untuk di negaranya. Karena mungkin Hari Ibu di sana berasal dari hari kaum pagan. Tapi tidak di Indonesia yang berbeda konteksnya.

Bukan Tasyabuh

Dengan kejelasan sejarah itu, maka penetapan Hari Ibu tidak bisa dikatakan sebagai tasyabuh. Lalu bagaimana dengan aktivitas dalam memperingati Hari Ibu yang rentan mirip dengan apa yang dilakukan oleh orang kafir?

Karena Hari Ibu yang bukan hari raya agama tertentu maka tidak ada aktivitas khusus yang berbau peribadatan agama lain. Hari Ibu pun dirayakan dengan cara yang beragam. Tidak ada cara yang khusus. Lebih banyak inisiatif pribadi daripada ikut-ikutan orang. Dan biasanya apa yang dilakukan orang adalah kebaikan yang bersifat universal dan humanis. Tidak bertentangan dengan ajaran Islam, bahkan banyak yang memenuhi anjuran Islam.

Misalnya mengunjungi Ibu, atau membuatkan makanan spesial untuk Ibu. Ada juga anak atau Ayah yang mengerjakan pekerjaan Ibu sehari-hari untuk merasakan letihnya menjadi Ibu.

Kegiatan-kegiatan itu selain bukan tasyabuh, andai ada keserupaan aktivitas antara muslim dan non-muslim pun tidak masuk kriteria tasyabuh yang terlarang.

Hanya Hari Nasional, Bukan Hari Raya Agama


Ada juga yang salah kaprah dengan menyangka Hari Ibu menjadi hari raya yang tidak dikenal dalam Islam. Tidak pernah ada orang yang merayakan Hari Ibu meniatkannya sebagai hari dalam Islam. Hari Ibu hanyalah hari nasional, yang bahkan pemerintah tidak menjadikannya sebagai hari libur (tanggal merah).

Hari Ibu adalah hari nasional sebagaimana hari pendidikan, hari guru, hari anak, hari pahlawan, hari anti korupsi, dll. Sangat absurd argumen yang mengatakan bahwa Hari Ibu tidak dikenal dalam Islam sehingga tidak perlu menambah hari raya dalam Islam. Tidak ada yang mengaitkan Hari Ibu dengan hari raya agama kecuali mereka yang resah sendiri dengan keberadaan Hari Ibu.

Kaidah fiqh dengan bijak mengajarkan kita, bahwa dalam urusan muamalah segala sesuatu pada dasarnya diperbolehkan kecuali ada dalil yang melarang. Hari Ibu hanyalah urusan muamalah. Salah kaprah bila diseret ke urusan ibadah mahdhoh.

Urgensi Hari Ibu

Kemudian masih pentingkah Hari Ibu karena toh tiap hari seharusnya adalah Hari Ibu?

Sama saja pertanyaan ini bila ditanyakan ke tiap hari nasional. Misalnya, masih pentingkah hari pendidikan karena tiap hari para murid dan guru melakukan proses belajar mengajar?

Diistimewakannya satu hari untuk memperingati hari tertentu memang ada tujuannya, yaitu agar suatu tema lebih bergaung di masyarakat. Bagi aktivis peduli AIDS, penetapan hari AIDS membantu mereka untuk menyosialisasikan pencegahan AIDS kepada umat manusia. Di sekitar hari itu media massa mengangkat soal AIDS, dan para aktivis punya kesempatan untuk berkampanye.

Bagaimana dengan selain hari itu? Ada begitu banyak tema di dunia ini yang tidak akan bisa selalu diangkat tiap hari. Karena itu pergiliran hari untuk bermacam tema memudahkan sosialisasi terhadap tema tersebut. Tidak bisa tiap hari media massa mengangkat soal AIDS, pendidikan, kepahlawanan, tentang ibu, dll. Pergiliran hari memudahkan kampanye hari-hari itu bisa terfokus.

Ada banyak problem tentang ibu yang perlu diadvokasi. Misalnya aturan pemerintah agar cuti terhadap karyawan menyusui diperpanjang; atau pencegahan ibu meninggal saat melahirkan. Ketika mendekati Hari Ibu, semua perangkat untuk bersosialisasi mendapatkan momentumnya untuk diarahkan membahas soal Ibu. Dan kampanye hal-hal di atas pun bisa fokus kepada masyarakat, tidak terganggu teriakan lain entah itu soal AIDS, soal pendidikan, dan lain-lain.

Jadi, bicara Hari Ibu bukan cuma bagaimana seorang anak berterima kasih kepada wanita yang mengasuhnya. Juga soal bagaimana agar Ibu semakin berdaya dan diperhatikan oleh pemerintah dan masyarakat. [pks.id]
 Ilustrasi: Ibu dan Anak (Relawan PKS Foto).

posted by @Adimin

DPR: Revisi Aturan Pemanfaatan Lahan Pulau Kecil oleh Asing

JAKARTA (15/12) – Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin meminta pemerintah merevisi aturan tentang pemanfaatan 5 ribu hektar lahan pulau-pulau kecil oleh perusahaan penanaman modal asing.

Regulasi ini terdapat pada Pasal 9 Ayat (5) Peraturan Presiden tentang Pengalihan Saham dan Luasan Lahan dalam Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan Pemanfaatan Perairan di Sekitarnya dalam rangka Penanaman Modal Asing.

“Kita jangan sampai menyesal di kemudian hari, seperti pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dimana dengan undang-undang ini masyarakat bebas membakar lahan maksimal 2 hektar,” kata Akmal di Jakarta, Selasa (15/12).

Politisi PKS ini berharap pemerintah lebih berhati-hati dalam perencanaan lingkungan. Ia mencontohkan, saat ini pagar kedaulatan negara dalam bentuk ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) telah mampu menahan berbagai regulasi internasional. Namun, apabila aturan dalam bentuk Perpres tersebut lalai, maka akan menjadi rayap yang menggerogoti pagar ZEE Indonesia.

“Peraturan presiden ini masih tahap harmonisasi antarlembaga kementerian terkait. Jadi masih ada waktu untuk meninjau kembali pasal yang membuka peluang bencana. Terutama pelepasan lahan seluas 5 ribu hektar pada setiap pulau kecil di Indonesia,” ujarnya.

Legislator Sulawesi Selatan ini mengingatkan pemerintah untuk tidak membuka pintu bencana masa depan dengan penyusunan regulasi yang tidak tepat. Kebakaran hutan yang terjadi baru-baru ini pun tidak lepas dari kesalahan penyusunan regulasi pada tahun 2009.

“Tambang kita sudah dikoyak. Begitu juga hutan Nusantara telah direnggut. Jangan sampai laut kita juga nantinya porak poranda akibat ulah asing,” pungkas Andi Akmal. [pks.id]

Keterangan Foto: Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin.

posted by @Adimin

Muslimah PKS Kota Tangerang Sambangi Komunitas Pemberdayaan Lansia

TANGERANG (14/12) – Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga (BPKK) DPD PKS Kota Tangerang mengadakan kunjungan ke komunitas pemberdayaan lansia LUMINTU di Kecamatan Ciledug, Senin (14/2).

Acara yang dimulai pukul 16.00 WIB tersebut dihadiri sekitar 30 ibu-ibu lansia yang tergabung dalam komunitas LUMINTU. Hadir pula dalam acara tersebut inisiator Komunitas LUMINTU, Slamet.

Komunitas yang telah menyebar hinga ke penjuru Jabodetabek ini memberdayakan lansia untuk membuat kerajinan tangan dari limbah plastik kemasan.

Dalam sambutannya, Ketua BPKK Lilis Suharah menyampaikan rasa syukur dapat bersilaturrahim dengan ibu-ibu hebat di komunitas ini.

“Meskipun diperingati setiap setahun sekali, tapi kita diperintahkan Rasulullah untuk selalu memuliakan dan mengutamakan ibu kapanpun dan dimanapun,” ujar Lilis. 

Dalam kesempatan yang sama, Slamet mengaku terharu dan berterima kasih atas perhatian yang diberikan oleh PKS.

“Saya terharu dan sangat berterima kasih pada PKS khususnya ibu-ibu dari BPKK yang sudah berkenan bersilaturrahim ke komunitas yang saya dirikan ini. Dulu ketika Ustadz Salim Segaf menjadi Menteri Sosial, beliau juga pernah datang ke simi dan memberikan support yang luar biasa pada komunitas ini,” tutur.

Acara seremonial ditutup dengan penyerahan bingkisan oleh BPKK kepada Bapak Slamet dan ibu-ibu lansia yang hadir. Sementara Pak Slamet memberikan cindera mata berupa tas yang dibuat dari limbah plastik karya Komunitas LUMINTU.

Keterangan Foto: BPKK DPD PKS Kota Tangerang mendapatkan cinderamata karya Komunitas LUMINTU saat berkunjung ke komunitas rintisan Slamet tersebut, Senin (14/2).
 Sumber: PKS Kota Tangerang


posted by @Adimin

Masih Andalkan Impor, Kedaulatan Pangan Tak Akan Terwujud

JAKARTA (15/12) – Anggota Komisi IV DPR RI Hermanto menilai selama pemerintah lebih mementingkan impor daripada membantu meningkatkan produksi dan kesejahteraan petani, maka program kedaulatan pangan tidak akan pernah terwujud.

Demikian disampaikan Hermanto sebelum penyelenggaran acara Focus Group Discussion (FGD) bertema “Upaya Mewujudkan Kedaulatan Pangan Melalui Swasembada” di Ruang Pleno Fraksi PKS DPR RI, Selasa (15/12).

“Indonesia sebenarnya memiliki sarana dan prasaran lengkap dan dapat diandalkan untuk mendukung kedaulatan pangan. Namun, pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta seluruh pihak terkait malah terkesan memandang sebelah mata sektor pertanian dan pangan,” jelas Hermanto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (15/12).

Doktor IPB ini menilai sudah saatnya pemerintah memberikan perhatian lebih kepada sektor pertanian karena signifikansinya dalam memengaruhi pembangunan nasional. Pemerintah, tambah Hermanto, sudah saatnya mewujudkan Kedaulatan Pangan agar masyarakat memiliki hak untuk menentukan sistem pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal.

“Oleh karena, Swasembada Pangan adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan bahan makanan sendiri tanpa mendatangkan dari pihak luar,” jelas Legislator PKS dari daerah pemilihan Sumatera Barat I ini.

Atas dasar itulah, melalui FGD ini, Hermanto berharap Fraksi PKS DPR RI bisa mendapatkan masukan (input) penting berupa langkah-langkah strategis untuk mewujudkan Kedaulatan Pangan.

Acara FGD yang akan berlangsung pada pukul 13.00-16.00 WIB ini turut menghadirkan beberapa narasumber, yaitu Hermanto (Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PKS), Muhammad Syakir (Kepala Balitbang Kementerian Pertanian), Bustanul Arifin (Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Unila Lampung), dan HS Dillon (Pengamat Sosial Ekonomi Pertanian).

Keterangan Foto: Fraksi PKS DPR RI akan menyelenggarakan FGD bertema “Upaya Mewujudkan Kedaulatan Pangan Melalui Swasembada” di Ruang Pleno Fraksi PKS DPR RI, Selasa (15/12).

posted by @Adimin

Pesan

More on this category »

Popular Post

 
Support : Creating Web | PKS Padang | Mas Temp
Copyright © 2011. PKS KOTA PADANG - All Rights Reserved
Template Created by PKS Padang Published by Mas Temp
Proudly powered by Blogger