Powered by Blogger.
Humas PKS Ikuti Worshop Jurnalistik Pada Rapat Koordinasi
Humas PKS se-Sumatera Barat melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor) yang berlangsung pada tanggal 4 - 6 November 2022 di Padang, Senin (5/11) ...
Search This Blog
Latest Post
September 05, 2018
mengatakan saat ini Indonesia belum bisa mengambil manfaat dari pelemahan rupiah, untuk mendorong kinerja ekspor nasional. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS saat ini telah menembus ambang batas psikologisnya, sebesar Rp14.800. Kondisi ini akan semakin terus berlanjut, jika Turki dan Argentina terus terperosok dalam krisis ekonomi.
posted by @Adimin
Pelemahan Rupiah Sudah Lewati Ambang Psikologis
Written By NeoBee on 05 September, 2018 | September 05, 2018
Jakarta (4/9) - Sekretaris Bidang Ekonomi Keuangan, Industri, Teknologi dan Lingkungan Hidup (Ekuintek-LH) DPP PKS Handi Risza
mengatakan saat ini Indonesia belum bisa mengambil manfaat dari pelemahan rupiah, untuk mendorong kinerja ekspor nasional. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS saat ini telah menembus ambang batas psikologisnya, sebesar Rp14.800. Kondisi ini akan semakin terus berlanjut, jika Turki dan Argentina terus terperosok dalam krisis ekonomi.
"Defisit neraca perdagangan masih
mengalami defisit. Pada bulan Juli 2018, defisit neraca perdagangan
Indonesia mencapai US$2,03 miliar sehingga secara kumulatif defisit
neraca perdagangan sampai Juli 2018 sudah lebih dari US$3 miliar. Jika
tidak ada kebijakan yang diambil Pemerintah, diperkirakan angka ini akan
terus bertambah," kata Handi di DPP PKS Jakarta Selatan, Selasa
(4/9/2108).
Saat ini, kata dia, nilai ekspor
Indonesia memang mengalami kenaikan. Nilai ekspor Indonesia pada Juli
2018 mencapai US$18,27%. Jika dibandingkan dengan periode yang sama pada
2017, nilai ekspor Indonesia pada Juli 2018 naik 19,33%. Jika
dibandingkan dengan bulan sebelumnya, nilai ekspor Indonesia ini
mengalami peningkatan 25,19% yang terdiri dari kenaikan ekspor non-migas
sebesar 31,18% dan penurunan ekspor migas sebesar 15,06%.
Di sisi lain, kenaikan nilai impor terus
mengalami peningkatan, bahkan lebih tinggi dari ekspor. Data pada bulan
Juli 2018 menunjukkan, Impor mengalami kenaikan yang sangat signifikan.
Bila dibandingkan dengan periode yang sama pada 2017, nilai impor
Indonesia naik 31,56%. Kenaikan nilai impor ini akan terlihat jauh lebih
besar lagi jika dibandingkan dengan bulan sebelumya (mtm). Bila
dibandingkan dengan Juni, nilai impor Indonesia naik 62,17% yang terdiri
dari kenaikan impor migas 22% dan non migas 71%. Kenaikan impor
tersebut tidak hanya disebabkan oleh pelemahan nilai tukar rupiah,
tetapi juga akibat volume impor yang juga mengalami kenaikan sangat
besar yaitu sekitar 51% dibanding satu bulan sebelumnya. Artinya
permintaan terhadap barang Impor makin tinggi.
"Akibatnya kondisi neraca perdagangan
terus tergerus. Bahkan kondisi ini telah dialami dalam beberapa tahun
terakhir, semenjak tidak adanya kebijakan industri yang kuat. Bahkan
boleh dikatakan kita mengalami deindrustrialisasi," kata Caleg DPR RI
Dapil Sumbar 1 itu.
Oleh sebab itu, lanjut dia, tidak ada
jalan lain bagi pemerintah selain membuat strategi yang akan
mengefektifkan menguatkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan
menghilangkan defisit neraca perdagangan melalui peningkatan ekspor.
Semenjak lemahnya kebijakan industri
nasional, tidak berorientasi kepada ekspor, telah berdampak terhadap
pertumbuhan ekspor Indonesia yang bisa dikatakan lamban. Bahkan 16 paket
kebijakan yang sudah dikeluarkan Pemerintah kurang efektif untuk
mendorong ekspor. Pemerintahan sepertinya lebih condong pada kebijakan
ekonomi yang berorientasi pada pembatasan impor. Dikhawatirkan kebijakan
yang berorientasi pada pembatasan impor justru akan menimbulkan
inefisiensi pasar yang berdampak pada daya saing produk dalam negeri
yang rendah.
"Kebijakan terakhir pemerintah juga
terlihat akan memperlakukan pembatasan impor. Jika kita memiliki
industri dalam negeri yang kuat maka kebijakan ini mungkin akan
membantu, tetapi jika tidak didukung oleh industri yang kuat maka
dikhawatirkan justru akan berdampak terhadap perekonomian nasional.
Berbeda dengan China yang memiliki industri yang kuat dan murah sehingga
siap menghadapi perang dagang (trade war)," ungkap dia.
Memang tidak mudah, menurutnya, tetapi
dalam beberapa waktu ke depan, pemerintah seharusnya lebih memilih
kebijakan yang berorientasi kepada pengembangan ekspor. Penguatan
kebijakan industri, dengan melakukan pembangunan sektor industri dan
perdagangan diarahkan pada pengembangan produk yang berorientasi pasar
ekspor, sehingga diharapkan akan bisa mengurangi defisit perdagangan,
bahkan juga akan memperkuat fundamental ekonomi nasional di masa yang
akan datang.
posted by @Adimin
Label:
SLIDER,
TOPIK PILIHAN