pic

Powered by Blogger.

Humas PKS Ikuti Worshop Jurnalistik Pada Rapat Koordinasi

Humas PKS se-Sumatera Barat melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor) yang berlangsung pada tanggal 4 - 6 November 2022 di Padang, Senin (5/11) ...

Search This Blog

Latest Post

PKS Padang Akan Gelar Musyawarah Daerah IV

Written By mediapkspadang on 21 October, 2015 | October 21, 2015

Padang - Dewan Pengurus Daerah (DPD) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kota Padang akan menggelar musyawarah daerah (Musda) IV pada 25 Oktober 2015 di Gedung LKKS Sumatera Barat.

Acara inti berupa pelantikan dewan pimpinan tingkat daerah (DPTD) PKS kota Padang, terdiri atas unsur Dewan Pengurus Daerah (DPD), Dewan Syariah Daerah (DSD) dan Majelis Pertimbangan Daerah (MPD), kata Ketua Panitia Muharlion di Padang, Rabu (21/10).

Lebih lanjut muharlion mengatakan target Musda adalah terbentuknya DPTD yang akan mengusung tema berkhidmat untuk rakyat Padang.

Pada pelaksanaan Musda ketua DPD akan memberikan arahan terkait bagaimana target PKS di Padang ke depan, ujarnya.

Peserta musda terdiri dari pengurus DPD dan DPC. Musda juga akan dihadiri oleh ketua DPW PKS Irsyad Safar dan Walikota Padang yang juga kader PKS Mahyeldi, SP.

Acara musda akan di semarakkan dengan berbagai perlombaan, diantaranya lomba tahfidz anak, lomba menggambar anak. Selain lomba tersebut pada minggu lalu berbagai lomba untuk menyemarakkan musda juga sudah dilaksanakan, diantaranya lomba memasak, yel-yel dan pertandingan futsal. [Humas]

-------

Keterangan foto: Ketua Panitia Musyawarah Daerah (Musda) IV PKS Padang (dua dari kanan) memberikan keterangan saat jumpa pers terkait kesiapan PKS Padang untuk Musda IV, rabu (21/10). Foto: Al Amin (Relawan PKS Foto)


posted by @Adimin

PKS: Tingkat Kepuasan Rendah, Pemerintah Jokowi-JK Harus Introspeksi

JAKARTA (21/10) - Ketua Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Almuzzammil Yusuf mengatakan pemerintah sebaiknya introspeksi dan mengevaluasi total kinerjanya selama satu tahun ini.

Hal ini perlu dilakukan karena berdasarkan survei independen menilai tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla lebih rendah daripada pemerintahan sebelumnya dalam periode yang sama.

“Ini harus jadi bahan introspeksi Pemerintahan Jokowi-JK," ujar Almuzzammil di Kantor Saiful Mujani Research dan Consulting (SMRC), Jalan Cisadane 8, Jakarta Pusat, Selasa (20/10/2015).

Berdasarkan survei yang dilakukan SMRC, tingkat kepuasan masyarakat terhadap satu tahun pemerintahan Jokowi-JK hanya 51,7 persen lebih rendah dibandingkan tingkat kepuasan terhadap satu tahun pemerintahan SBY-JK dan SBY-Boediono yang mencapai 66%-70%.

Almuzzammil mengungkapkan, PKS telah melakukan kajian plus-minus kinerja bidang politik dan hukum satu tahun pemerintahan Jokowi-JK dibandingkan pemerintahan SBY.

Kinerja minus pertama, menurut Muzzammil, intervensi pemerintah dalam konflik internal Partai Golkar dan PPP sangat kentara. Ini adalah kesalahan mendasar di bidang politik dan hukum pemerintahan Jokowi-JK.

Menurut dia, Menteri Hukum dan HAM seharusnya tidak boleh ikut campur dalam konflik internal PPP dan Golkar. Itu ranah Mahkamah Partai, Pengadilan, dan MA.

“Putusan MA terakhir yang memenangkan kubu ARB dan Djan Farid sudah tepat. Kita harus apresiasi keputusan MA. Seharusnya Menkum HAM tidak boleh berpihak melainkan hanya menjalankan prosedur administrasi pengesahan partai politik berdasarkan UU Partai Politik. Pemerintahan SBY lebih moderat dan proporsional dalam menangani konflik internal partai," terangnya.

Kedua, lanjut Almuzzammil, pemerintah Jokowi telah mengintervensi penegakan hukum. Sebagai contoh, pergantian Kabareskrim Komjen Pol Budi Waseso di saat sedang menangani kasus korupsi kondensat, penimbunan daging sapi, Pelindo II, dan Pertamina Foundation.

“Seharusnya pejabat yang memiliki terobosan, kinerja baik, dan taat pada aturan dan tugas dipertahankan. Berikan kesempatan kepada yang bersangkutan untuk membuktikan secara transparan bahwa apa yang dilakukannya benar-benar untuk pemberantasan korupsi. Sehingga dengan itu dapat mengangkat citra Kepolisian sebagai penegak hukum," tegasnya.

Ketiga, terang Muzzammil, pemerintahan Jokowi telah menunjukkan konflik internal kabinet yang kontraproduktif. Seperti perbedaan pernyataan yang mencolok antara Presiden dengan Wakil Presiden, Wakil Presiden vs Menko Maritim, Menko Maritim vs Menteri ESDM terkait Freeport, dan Proyek Listrik 35000 MW seharusnya tidak terjadi.

“Kasus ini menunjukkan lemahnya leadership Presiden Jokowi dalam mengelola internal kabinetnya. Hal ini belum pernah terjadi di seluruh kabinet reformasi sebelumnya," imbuhnya.

Keempat, tidak harmonisnya hubungan Jokowi dengan partai pendukung utamanya. Terlihat ada tarik menarik kepentingan antara Jokowi dengan partai pendukungnya yang menyebabkan kepentingan publik terabaikan.

“Sebagai contoh kisruh dalam revisi UU KPK, pergantian Kapolri, dan program bela negara seharusnya tidak terjadi jika ada kesamaan sikap Presiden Jokowi dengan partai pendukung utamanya," lanjut Muzzammil.

Di sisi lain, terang Muzzammil, terobosan kebijakan pemerintahan Jokowi-JK yang positif juga perlu diapresiasi. Diantaranya, kata Muzzammil, adalah kebijakan eksekusi mati terhadap bandar narkoba, baik berasal dari WNI maupun WNA.

“Tujuannya untuk memberikan efek jera para bandar narkoba. Tidak boleh ada kompromi untuk para bandar. Presiden harus memimpin langsung pemberantasan bandar narkoba,” tegasnya.

Selain itu, yang patut diapresiasi adalah penegakan hukum dalam penenggelaman kapal-kapal asing yang melakukan illegal fishing di wilayah perairan Indonesia.

“Ini harus kita apresiasi. Kebijakan ini melindungi kekayaan laut kita dan mempertegas kedaulatan hukum Indonesia dalam menerapkan sanksi terhadap setiap pelanggaran hukum yang terjadi di wilayah Indonesia," pungkas Muzzammil. 

Keterangan Foto: Ketua Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Almuzzammil Yusuf.

posted by @Adimin

RUU Penyandang Disabilitas Sah Menjadi RUU Inisiatif DPR



JAKARTA (20/10) – RUU Penyandang Disabilitas yang selama ini digodok di Komisi VIII DPR RI akhirnya resmi disahkan menjadi RUU inisiatif DPR dalam sidang paripurna hari Selasa (20/10).

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ledia Hanifa Amaliah menjelaskan alasan pengajuan Undang-Undang ini diantaranya realita bahwa para penyandang disabilitas di Indonesia masih banyak mengalami diskriminasi, baik secara fisik, mental, intelektual, juga sensorik saat berinteraksi di lingkungan sosialnya.

“Selama ini di Indonesia telah ada Undang-Undang No 4/1997 tentang Penyandang Cacat. Namun, alasan Komisi VIII DPR RI mengusulkan RUU tentang Penyandang Disabilitas karena lebih memenuhi hak penyandang disabilitas (right based), baik hak ekonomi, politik, sosial maupun budaya daripada UU sebelumnya,” kata Ledia melalui siaran persnya, Selasa (20/10).

Ledia menjelaskan paradigma pemenuhan hak penyandang disabilitas selaras dengan Pasal 28C Ayat (1) dan (2) UUD 1945. Pasal tersebut menekankan pemenuhan hak setiap warga negara, termasuk penyandang disabilitas.

“Selain itu, RUU Penyandang Disabilitas juga kewajiban negara dalam merealisasikan Convention on The Rights of Persons with Disabilities yang diratifikasi melalui UU No 19/2011 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas,” jelasnya.

Ketua Bidang Ketenagakerjaan, Petani, dan Nelayan DPP PKS ini menegaskan RUU Penyandang Disabilitas telah mengakomodasi beberapa isu krusial yang selama ini menjadi masukan para penyandang disabilitas. Diantaranya kuota ketenagakerjaan, konsensi dan bab larangan, serta sanksi bagi para pelanggar hak penyandang disabilitas.

Setelah menjadi RUU Inisiatif DPR, lanjut Legislator Fraksi PKS ini, maka tahap selanjutnya adalah menanti langkah pemerintah memberikan tanggapan berupa DIM (Daftar Inventaris Masalah). Pemerintah juga perlu segera menunjuk kementrian terkait yang akan menjadi mitra pembahas.

“Untuk itu kami berharap Presiden segera menerbitkan surat yang menunjuk kementrian terkait yang akan menjadi mitra pembahas dan menyampaikan DIM pada kami. Bila Pemerintah merespons segera, maka perjalanan RUU menjadi UU yang sangat dinanti oleh para penyandang disabilitas ini bisa menjadi lebih cepat terlaksana,” pungkasnya. [pks.id]

Keterangan Foto: Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ledia Hanifa Amaliah.

posted by @Adimin

Presiden PKS: Rapor Jokowi Kurang Bagus, Reshuffle Kabinet Bukan Solusi



JAKARTA (20/10) - Presiden PKS Sohibul Iman memberi catatan khusus di satu tahun pemerintahan Jokowi-JK. Baginya rapor pemerintahan Jokowi tidak bagus. Anda setuju?

Sohibul mengutarakan penilaiannya itu kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (20/10/2015). Dia menyoroti masalah ekonomi hingga penegakan hukum.

"Saya kira semua sudah tahu rapornya tidak bagus, saya kira begitu," kata Sohibul.

Dari sisi ekonomi, hasil kerja Jokowi-JK dipandang tak menggembirakan. Pertumbuhan ekonomi tak sesuai harapan, pengangguran masih banyak.

"Dari sisi mikro, jumlah pengangguran masih banyak, kemiskinan, dan daya beli masyarakat menurun," kritiknya.

Dari sisi penegakan hukum, PKS memandang kisruh KPK-Polri sebagai salah satu catatan kurang baik setahun Jokowi. "Ini membuat penegakan hukum semakin tidak kelihatan arahnya," kata dia.

Memang, penegakan hukum dalam hal hukuman mati untuk terpidana kasus narkoba sudah dilakukan. Ini diakui Sohibul sebagai poin positif.

"Itu salah satu sisi yang positif," kata dia.

Dalam ranah lainnya, PKS menyoroti persoalan penanganan bencana asap yang menyengsarakan banyak orang.

"Itu PR yang payah menurut saya, pemerintah tidak terlalu sigap," ujarnya.

Maka yang perlu dilakukan Jokowi adalah meningkatkan kinerja pemerintahannya dalam segala bidang. Memang isu reshuffle kabinet menguat lagi setelah setahun Jokowi, namun PKS tak memandang itu akan menjadi solusi jitu.

"Kalau menurut saya bukan reshuffle jawabannya, tapi Jokowi harus menunjukkan kepemimpinannya dengan lebih kokoh, agar para menterinya bisa bekerja lebih baik lagi," tandasnya.

Sumber: http://news.detik.com

posted by @Adimin

Kalau Serius, Sebaiknya Pemerintah Siapkan Dulu RUU Bela Negara



JAKARTA (20/10) - Program Bela Negara akan mulai direalisasikan pemerintah pada 22 Oktober 2015 mendatang. Agar program ini bersifat tetap dan terus dilaksanakan meski berganti rezim, pemerintah sebaiknya menyiapkan Rancangan Undang-Undang Bela Negara. 

Anggota Komisi bidang Pertahanan DPR RI, Ahmad Zainuddin mengatakan program Bela Negara yang akan dilaksanakan Kementerian Pertahanan berpotensi terus memicu perdebatan, karena tidak memiliki payung hukum yang cukup. 

"Dalam UU nomor 3 tahun 2002 yang jadi acuan Menhan, jelas Bela Negara diatur dengan undang-undang, bukan dalam undang-undang. Kalau memang serius, pemerintah sebaiknya siapkan dulu RUU Bela Negara," ujar Zainuddin di Jakarta, Selasa (20/10/2015). 

Zainuddin mengatakan, secara substansi program Bela Negara yang diinisiasi pemerintah cukup baik. Bela Negara diperlukan untuk menumbuhkan dan membangun warga negara yang berkarakter nasionalis, berkepribadian utuh, dan berjiwa kebangsaan sesuai dengan tujuan Empat Pilar, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. 

Karena menjadi program baku yang bersifat tetap, lanjutnya, pelaksanaan program Bela Negara tidak cukup hanya disinggung dalam UU Pertahanan Negara. Program Bela Negara yang merupakan amanat konstitusi harus diatur khusus dalam undang-undang tersendiri. 

"Karena di dalamnya diatur siapa penyelenggaranya, apakah Kemenhan, TNI, atau Kemendikbud. Karena Kemendikbud juga punya kurikulum kewarganegaraan, bagian dari materi Bela Negara. Siapa pesertanya dan bagaimana sifatnya. Bagaimana kurikulumnya, hingga bagaimana penganggarannya," jelas politisi PKS ini. 

Politisi dapil DKI Jakarta I ini mengungkapkan, Komisi I DPR mendukung penuh tujuan dan substansi program Bela Negara seperti yang dijelaskan pemerintah. Namun penguatan dari sisi legalitas perlu diperhatikan. 

Zainuddin juga mengkritik penganggaran program Bela Negara yang disebut pemerintah tidak berasal dari APBN, sehingga tidak akan membebankan anggaran Kementerian Pertahanan atau TNI. Sebab dalam UU Pertahanan Negara, upaya bela negara sebagai bagian dari penyelenggaraan pertahanan negara. Sementara pada pasal 25, pertahanan negara dibiayai dari APBN. 

"Di sinilah mendesaknya UU Bela Negara. Bukan asal program kementerian, tapi program negara, bersifat permanen," pungkas Zainuddin. [pks.id]

Keterangan Foto: Anggota Komisi bidang Pertahanan DPR RI, Ahmad Zainuddin.

posted by @Adimin

Pesan

More on this category »

Popular Post

 
Support : Creating Web | PKS Padang | Mas Temp
Copyright © 2011. PKS KOTA PADANG - All Rights Reserved
Template Created by PKS Padang Published by Mas Temp
Proudly powered by Blogger