Powered by Blogger.
Humas PKS Ikuti Worshop Jurnalistik Pada Rapat Koordinasi
Humas PKS se-Sumatera Barat melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor) yang berlangsung pada tanggal 4 - 6 November 2022 di Padang, Senin (5/11) ...
Search This Blog
Latest Post
October 29, 2014
Oleh : Syaiful Anshor
posted by @Adimin
Perda Islam dan Ijtihad Politik
Written By Sjam Deddy on 29 October, 2014 | October 29, 2014
Perda bernuansa syariat Islam yang sukses dilakukan Patabai adalah
sebagai bentuk ijtihad penegakan syariat Islam dalam konteks
formal-struktural
PENEGAKAN Syariat Islam di Indonesia seolah jadi isu
yang tidak pernah mati. Sejak lama, perjuangan umat Islam untuk
menegakkan syariat Islam di Tanah Air tidak pernah surut. Baik usaha
secara kultural maupun struktural-konstitusional. Sejak tujuh kata dalam
Piagam Jakarta dihapus, ekspektasi penerapan syariat Islam umat Islam
tidak begitu signifikan. Meski begitu, umat Islam tidak putus asa dan
masih berjuang dengan segala cara. Salah satunya yang dilakukan Nangro
Aceh Darussalam yang telah dapat privillege khusus dari pemerintah berupa otonomi khusus (otsus) untuk menegakkan Syariat Islam.
Hal serupa juga dilakukan di bumi Sulawesi Selatan. Perjuangan ini
dilakukan oleh sejumlah tokoh dan ulama yang tergabung dalam Komite
Persiapan Penegakan Syariat Islam (KPPSI) yang dikomandani langsung oleh
putra pejuang legendaris Sulsel, Abdul Aziz Qahhar Mudzakkar. Meski
begitu, usaha untuk menegakkan syariat Islam di Indonesia bagian timur
ini tidak seperti membalikkan telapak tangan. Perjuangan KPPSI agar
Sulawesi Selatan dapat otsus penegakan syariat Islam sampai sekarang
belum terwujud. Salah satu sebabnya, belum dapat rekomendasi dari
gubernur untuk diajukan ke pemerintah pusat.
Sepanjang sejarah, penegakan syariat Islam di Tanah Air selalu
diwarnai pro-kontra. Hal itu karena syariat Islam masih dipandang
negatif dengan sederet stigma miring. Syariat Islam dinilai melanggar
Hak Asasi Manusia (HAM) karena ada hukum potong tangan dan rajam. Tak
sedikit orang yang takut jika syariat Islam diberlakukan. Khususnya kaum
sekular-pluralis. Mereka menentang habis-habisan dan secara
terang-terangan penegakan syariat Islam. Tak hanya itu, aktivis syariat
Islam juga dicitrakan buruk, seperti kelompok radikalis, ekstrimis, dan
subversif. Padahal, syariat Islam tidak sesempit pandangan mereka.
Kendati perjuangan KPPSI agar Sulsel dapat otsus penegakan syariat
masih jauh, bukan berarti tidak memiliki sumbangsih terhadap pembangunan
negara. Setidaknya, penegakan syariat Islam berupa Peraturan Daerah
(Perda) bernuansa Islam yang digulirkan di Kabupaten Bulukumba jadi
bukti bahwa syariat Islam telah memberikan sumbangsih signifikan
terhadap pembangunan daerah. Hal itulah yang dirasakan Mantan Bupati
Kabupaten yang terletak di ujung Selatan Provinsi Sulsel ini yang
menjabat selama dua periode, 1995-2000 dan 2000-2005, Drs. H. Andi
Patabai Pabokori.
Andi Patabai tergolong sukses memimpin Kabupaten Bulukumba. Dari sisi
APBD naik signifikan. Begitu juga tingkat kriminalitas. Dari yang
sebelumnya angka kriminalitas tinggi, setelah kepemimpinannya turun
drastis. Seluruh Muslimah mengenakan pakaian Muslim. Masyarakat Muslim
Bulukumba pun pandai membaca Al Quran. Kegiatan keagamaan selalu
semarak. Non Muslim pun merasakan manfaatnya hingga tak sedikit yang
justru mendukung perda. Gara-gara kesuksesan itu, dia pun dipercaya
masyarakat untuk jadi Bupati selama dua periode. Katanya, bahkan,
seandainya boleh mencalonkan untuk ketiga kali, masyarakat berharap dia
maju kembali jadi Bupati.
Ketika pertama memimpin Bulukumba, Patabi cukup miris melihat kondisi
masyarakatnya. Kriminalitas tinggi. Pemerkosaan, pembunuhan, dan
pencurian kerap kali terjadi. Begitu juga miras banyak diperjual
belikan. Karena itu, dia berfikir, cara untuk menanggulangi itu semua
hanya satu: dengan syariat Islam. Patabai pun berfikir simpel. Syariat
itu tidak mesti harus dengan rajam dan potong tangan. Tapi, hal-hal
sederhana, seperti baca tulis Al-Quran, melarang penjualan miras,
kewajiban mengenakan baju muslimah bisa mencegah praktik kriminalitas.
Dia yakin dengan itu masyarakat di Bulukumba bisa hidup aman, nyaman,
dan tenang. Konsep format atau wadah penerapan syariat Islam yang
dilakukan Patabai berupa Perda bernuansa Islam. Dia membuat empat Perda.
Antara lain: Pertama, Perda Nomor: 03 tahun 2002 tentang larangan,
pengawasan, penertiban, dan penjualan minuman beralkohol. Kedua, Perda
Nomor: 02 Th. 2003 tentang Pengelolaan Zakat Profesi, Infaq, dan
Sedekah. Ketiga, Perda Nomor: 05 Th. 2003, tentang Berpakaian Muslim dan
Muslimah. Keempat, Perda Nomor : 06 Th. 2003 tentang Pandai Baca Al
Quran bagi siswa dan Calon Pengantin.
Perda-perda itu ternyata sangat efektif. Dalam tempo dua tahun,
masyarakat telah merasakan efeknya. Kriminalitas turun drastis. Tidak
ada lagi orang jualan miras. Tidak ada lagi pencurian. Bahkan, katanya,
binatang peliharaan dan kendaraan jika dibiarkan di luar rumah pada
malam hari akan aman. Khususnya untuk zakat. Pendapat zakat naik
drastis. Patabai mewajibkan jajaran pejabat daerah untuk menyisihkan
gajinya untuk zakat. Dana itu pun bisa terkumpul ratusan juta rupiah per
bulan dan bisa digunakan untuk membantu masyarakat.
Apa yang terjadi di Bulukumba sebenarnya potret baik penegakan
syariat Islam. Meski masih berupa empat perda. Hal itu menandakan jika
syariat Islam ditegakkan akan memberikan manfaat, bukan mafsadah.
Hal itu sekaligus menepis ketakutan sejumlah kelompok dan tanggapan
miring tentang syariat Islam bahwa syariat Islam itu menyelamatkan,
bukan saja umat Islam, tapi juga non-Muslim.
Ijtihad
Perda bernuansa syariat Islam yang sukses dilakukan Patabai adalah
sebagai bentuk ijtihad penegakan syariat Islam dalam konteks
formal-struktural. Syariat Islam itu tidak mesti identik dengan atau
menunggu daulah Islamiyah atau khilafah Islam. Format wadah syariat
Islam bersifat fleksibel, tidak absolut (qothi’). Hal itu membuka ruang ijtihad. Ijtihad itu justru satu sisi lebih efektif dalam membumikan Islam dalam konteks formal.
Diskursus wadah penerapan syariat Islam juga mengemuka dalam kongres
KPPSI yang diadakan di Asrama Haji Sudiang, Makassar 7-9 Maret ini. Amir
KPPSI, Abdul Aziz Qahhar Mudzakkar mengatakan tidak ada dalil qothi
baik dalam al Quran maupun hadits yang mengatakan daulah Islamiyah.
Karena itu, wadah syariat Islam bersifat ijitihadi dan fleksibel.
Fleksibelitas itu bisa diterjemahkan ke berbagai cara. Bisa melalui
otonomi khusus, bisa melalui perda-perda syariat Islam, atau daerah
Islam binaan. Tergantung probabilitas yang paling memungkinkan.
Karena itu, apa yang dilakukan mantan Bupati Bulukumba patut ditiru.
Setidaknya, dengan digulirkannya perda-perda bernuansakan syariat Islam
bisa membantu pembangunan daerah dengan menciptakan stabilitas keamanan,
ekonomi dan religiusitas masyarakat
Oleh : Syaiful Anshor
posted by @Adimin
Label:
Opini,
TOPIK PILIHAN
October 29, 2014
posted by @Adimin
Sumpah Pemuda Tonggak Penting "Menjadi Bangsa Indonesia"
Hari Sumpah Pemuda
menjadi momentum yang selalu istimewa bagi Presiden Partai Keadilan
Sejahtera (PKS), Anis Matta. Hal ini disebabkan 28 Oktober juga
merupakan tanggal kelahirannya, meski unik tidak tercatat dalam akta
kelahirannya karena persoalan administrasi di kampung halaman (Bone,
Sulawesi Selatan-red).
Anis Matta melalui akun Twitter @anismatta, Selasa (28/10) malam
mengatakan, 28 Oktober menjadi hari yang penting bagi bangsa untuk
melihat ke belakang mengenai rentang sejarah “menjadi Indonesia”.
"Sumpah Pemuda adalah tonggak penting ketika kita menjadi bangsa Indonesia' sebagai identitas dan cara hidup," tulisnya.
Anis memulai penjelasannya dengan dimensi Nasionalisme Indonesia yang
terbagi dua, ke luar dan ke dalam. 'Ke luar', menurut Anis, merupakan
semangat untuk melawan penjajahan. Sedangkan 'ke dalam' ialah proses
pembentukan identitas baru.
Selain itu, Anis menulis dua elemen penting sebuah bangsa, yaitu kehendak (will) dan budaya (culture).
"Will, kebangsaan Indonesia adalah ekspresi untuk keluar dari jerat penderitaan akibat penjajahan. Culture, nasionalisme Indonesia merupakan transformasi budaya menuju masyarakat modern," tulis mantan Wakil Ketua DPR RI tersebut.
Anis menjelaskan bahwa Indonesia merupakan bangsa baru yang bergerak
menuju pengelolaan hidup bersama, dijalankan dengan kaidah-kaidah
rasionalitas.
"Ide tentang Indonesia adalah ide yang modern. Indonesia adalah
bangsa yang lahir dari rekayasa dan konsensus yang dibimbing oleh
kesadaran sejarah," tambahnya.
Anis kemudian memaparkan konsep "gelombang sejarah Indonesia" yang ia
bagi kedalam tiga periode. Gelombang pertama adalah ketika kita
(rakyat) memutuskan menjadi negara bangsa. Periode gelombang pertama
terjadi setelah melalui penderitaan yang panjang, bangsa Indonesia sadar
bahwa imperialisme tidak lagi dapat dihadapi oleh kerajaan-kerajaan
kecil atau etnis-etnis yang ada.
"Hanya ada satu jalan keluar, yaitu melebur dalam satu simpul yang
lebih besar dari simpul-simpul primordial selama ini. Itulah ide awal
Indonesia. Jika kita bedah Indonesia pada hari kelahirannya, kita akan
temukan bahwa nilai terdalamnya adalah solidaritas," tegasnya.
Anis kemudian melanjutkan tulisannya mengenai gelombang kedua sejarah
Indonesia, yaitu periode pemerintahan hingga masa Reformasi.
"(Gelombang kedua terjadi-red) ketika kita berusaha menjadi
negara-bangsa modern," imbuhnya.
Kini menurutnya, bangsa Indonesia sedang memasuki ‘gelombang ketiga’,
dimana bonus demografi dan demokratisasi menjadi modal untuk menjadi
bangsa yang kuat.
Sebagai penutup Anis menekankan bahwa pemahaman akan rangkaian
sejarah akan membangun kesadaran ke-Indonesiaan kita (rakyat
Indonesia-red). "Sumpah Pemuda adalah sumpah kita sampai hari ini.
Semoga Allah meridhoi perjalanan negara-bangsa kita," tutupnya.
posted by @Adimin
Label:
TOPIK PILIHAN