Powered by Blogger.
Humas PKS Ikuti Worshop Jurnalistik Pada Rapat Koordinasi
Humas PKS se-Sumatera Barat melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor) yang berlangsung pada tanggal 4 - 6 November 2022 di Padang, Senin (5/11) ...
Search This Blog
Latest Post
January 15, 2014
*/bersambung ke Masyumi dan korupsi
posted by @Adimin
Masyumi dan Kebijakan Melawan Korupsi (1)
Written By Sjam Deddy on 15 January, 2014 | January 15, 2014
PM M Natsir (Masyumi) menolak mobil Chevrolet Impala dan memilih mobil jadul merek DeSoto (foto: Soekarno di acara Masyumi)
SATU-PERSATU tokoh-tokoh partai dan politisi saat ini mesuk jeruji besi atas kasus korupsi. Bahkan termasuk politisi dari partai berbasis Islam. Musibah ini, tentu saja menjado olok-olok yang cukup mengenaskan. Kelompok-kelompok di luar Islam seolah bernyanyi dan mencemooh, tentu saja, menyudutkan Islam di mana seolah ingin mengatakan, fakata nilai-nilai Islam tidak ada pengaruhnya dalam kancah politik dan dalam urusan bernegara.
SATU-PERSATU tokoh-tokoh partai dan politisi saat ini mesuk jeruji besi atas kasus korupsi. Bahkan termasuk politisi dari partai berbasis Islam. Musibah ini, tentu saja menjado olok-olok yang cukup mengenaskan. Kelompok-kelompok di luar Islam seolah bernyanyi dan mencemooh, tentu saja, menyudutkan Islam di mana seolah ingin mengatakan, fakata nilai-nilai Islam tidak ada pengaruhnya dalam kancah politik dan dalam urusan bernegara.
Tentusaja ini sebuah bencana, karena pegiat partai berbasis Islam
seharusnya sadar bahwa ketika mereka berpartai, mereka membawa bendera
yang lebih besar, yaitu agamanya sendiri. Pengharapan seperti ini amat
tinggi di hadapat rakyat dan partai-partai lain yang tidak mengusung
agama. Wajar jika mata jeli berbagai kalangan, masyarakat, LSM, media
massa terus mengintai setiap gerak-gerik politisi dan tokoh-tokoh dari
partai Islam. Selain hanya mencari celah, tentu saja mencari ibrah (tauladan).
Musibah yang sedang dialami para politisi sedang terjerat korupsi
Inilah yang mungkin luput kita sadari. Apa daya, sekali lagi, kita
malas menengok sejarah barangsekejap. Padahal salah satu partai Islam
terbesar bernama Masyum itelah menorah kan tinta perjuangan dalam usaha
membasmi korupsi.
Korupsi memang bukan barang baru di negeri ini. Sejak di era
pemerintah kolonial, korupsi menjangkiti kaum pribumi. Bahkan ketika
kemerdekaan telah kita raih dari tangan penjajah, bau amis korupsi
ternyata ikut melekat di tangan para politisi kita sejak dini. Karya
semacam Korupsi (Pramoedya AnantaToer, 1961) dan Senja di Jakarta
(MochtarLubis, 1970) menggambarkan betapa korupsi di kala itu sudah
menjamur. Ketika itu praktek korupsi begitu menggurita, penuh
manipulasi. Modus yang dikenal pada periode 1950-an adalah
‘Importiraksentas’ atau pengusaha ‘Ali-Baba’. Kebijakan nasionalisasi
saat itu diakali para ‘Importiraksesntas.’ Sebuah akal-akalan perusahaan
nasional (dalam negeri) yang menjual kembali izin impor kepada
perusahaan asing. Begitu pula taktik ‘Ali-Baba’, sebuah modus yang
berkedok importir pribumi untuk mendapatkan fasilitas impor dari
pemerintah. Padahal di balik importer ini hanyalah pengusaha China
atauBelanda. (The Deciline of Constitutional Democracy in Indonesia, Herbert, Feith.Equinox Publihshing. 2007. Singapura).
Maka hal semacam ini lazim disebut ‘Ali-Baba’ atau Ali-Willem.(baca: Partai Islam di Pentas Nasional , Deliar Noer, Pustaka Utama Grafiti. 1987. Jakarta)
Ketika itu, negara di bawah pemerintahan Kabinet Ali Sastroamidjojo I
(Juli 1953-Juli 1955). Pemerintah kala itu memang menggelorakan ekonomi
nasional (termasuk nasionalisasi) dengan memberikan kredit-kredit pada
pengusahanas ional. namun, Menteri Keuangan saat itu, Iskaq
Tjokrohadisoerjo (1953-1955), melakukan politik nasional dalam ekonomi
dengan banyak diskriminasi.Ia mengutamakan pengusaha dari partai PNI
saja, atau yang menyokong pemerintahan PNI (Ali) sehingga diberi
kemudahan tanpa memperhatikan kemampuan.Termasuk salah satunya,
perusahaan importir kertas baru, Inter Kertas, yang setengah dari
sahamnya dimiliki oleh Sidik Djojosukarto. Menteri Iskaq berbuat
seperti ini, bukan tanpa alasan. Tampaknya PNI mengejar persiapan untuk
pemilu tahun 1955. Bahkan mengambil kebijaksanaan untuk menyokong dana
partai. Bersama Ong Eng Die (keduanya dari PNI), mereka memerintahkan
dana kementerian untuk disimpan di Bank Umum Nasional, suatu bank PNI.
Mereka juga merombak personalia dan administrasi kementerian terutama
yang berhubungan dengan perdagangan dan perindustrian. Menteri Iskaq
juga pernah membatalkan Koperasi Batik Indonesia sebagai satu-satunya
importir cambrics, dan member lisensi ini kepada beberapa importir tak
berpengalaman.Selain itu dia juga memberikan izin impor kertas untuk
pemilu kepada suatu perusahaan yang sahamnya dimiliki orang-orang PNI.
Kebijakan-kebijakan seperti ini mendapat tentangan keras dari partai
Masyumi. Ketua Seksi Ekonomi dari parlemen, KH Tjikwan dari Majelis
Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) mengajukan mosi di parlemen untuk
interpelasi, guna mempertanyakan kebijakan Menteri tersebut. Mosi untuk
interpelasi diterima dengan suara bulat. Namun mosi tak percaya berakhir
dengan kegagalan. Kegagalan ini lebih bersifat politis, yaitu pemihakan
kekuatan antara oposisi dan partai yang ikut dalam kabinet. Walaupun
begitu, Partai NU yang ikut serta dalam kabinet turut mengirimkan nota
politik yang berisi kekhawatiran tentang masalah ekonomi. Begitu pula
PSII yang juga ikut dalam kabinet menyatakan tidak bertanggungjawab atas
kelanjutan kebijakan menteri-menteri dari PNI itu.
Kabinet Ali Sastroamidjojo menyerahkan kekuasaannya kepada
Boerhanoeddin Harahap pada 12 Agustus 1955.Di sinilah kemudian Kabinet
Boerhanoeddin yang berasal dari Masyumi membuktikan dirinya melawan
korupsi dengan lantang.Kabinet Boerhanoeddin langsung melancarkan
kampanye anti korupsi. Pasal lima dari program kabinet ini adalah
memberantas korupsi. Kabinet ini langsung menyikat orang-orang yang
terindikasi korupsi. Beberapa hari setelah dilantik, Mr. Djodi
Gondokusumo, bekas Menteri Kehakiman ditangkap. Begitu pula Menteri
Keuangan Ong Eng Die. Rumah Iskaq Tjokroahadisurjo digeledah. Saat itu
Iskaq sendiri sedang berada di luar negeri. Ia berkali-kali dipanggil
pulang.Tetapi perjalanannya di luar negeri di perpanjang.
Dalam biografinya, ia mengakui, sebetulnya ia hendak pulang, tetapi
di Singapura ia dijemput Lim Kay, yang diutus pimpinan pusat PNI.( Boerhanoeddin Harahap. Pilar Demokrasi.
Busyairi, Badruzzaman Bulan Bintang, 1989, Jakarta). Iskaq sendiri
tahun 1960 divonis bersalah oleh pengadilan, namun kemudian diselamatkan
Soekarno dengan grasinya.Daftar orang-orang yang ditahan termasuk
beberapa orang di badan penyelidik negara, pejabat kantor impor, serta
pengusaha (importir).
Penangkapan merebak di mana-mana. Bandung, Surabaya, Sumatera tengah,
Jawa tengah hingga Penang.Termasuk di Singapura, Konsul Jenderal Arsad
Astra juga dipanggil pulang dan ditahan.
Delapan hari setelah dilantik, Perdana Menteri Boerhanoeddin Harahap –
yang saat dilantik baru berusia 38 tahun- menjelaskan kebijakannya
melawan korupsi, “Untuk memperbaiki kembali keadaan yang tak sehat
dalam masyarakat, dan juga di dalam kalangan pemerintahan sebagai akibat
dari tindakan-tindakan korup oleh berbagai orang, maka pemerintah
menganggap perlu untuk menjalankan tindakan-tindakan yang keras dan
tegas.”
Ia juga menegaskan tak pandang bulu membasmi korupsi, tanpa peduli
partai, golongan atau agamanya. Ia kemudian juga menggencarakan
perlawanan dengan memperluas kekuasaan Jaksa Agung. Ia membebaskan Jaksa
Agung dari tiap pembatasan sehingga dapat bertindak terhadap siapa saja
atas dasar hukum.
TIPIKOR Bukan organisasi pertama
Gebrakan yang lebih keras dari kabinet beliau adalah, saat kabinetnya
mengeluarkan RUU Anti Korupsi yang memuat suatu exorbitant-recht. RUU
itu mewajibkan kepada pegawai negeri atau orang lain untuk memberikan
bukti-bukti yang menerangkan asal-usul harta benda (kekayaan) yang
dimilikinya, yang biasa diistilahkan de bewijslast-omkeren.
RUU anti korupsi itu terdiri dari dua bagian.
Pertama, mengatur berbagai tindakan di dalamperadilan yang
ketentuannya berlainan dengan peradilan biasa. Yaitu mengadakan
pengadilan tersendiri-seperti juga untuk tindakan pidana ekonomi- dan
terdakwa harus dapat menjawab dengan sejujurnya terhadap berbagai
tuduhan kepadanya.
Bagian kedua, dari RUU tersebut adalah mengatur berbagai
tindakan di luar peradilan. Bagian ini memungkinkan penyelidikan harta
benda seseorang oleh Biro Penilik Harta Benda, untuk menyelidik besarnya
harta dan kelegalan kepemilikan harta tersebut. Suatu praktek
pencegahan korupsi yang akhirnya baru dimulai beberapa waktu belakangan
ini. Di mana hari Pengadilan Tindak Pidana Korupski (TIPIKOR) dan
lahirnya KPK.
RUU ini pun dibawa ke parlemen. Namun sayangnya RUU ini kandas
setelah tidak mendapatkan dukungan memadai dari partai berpengaruh
seperti Partai NU. Boerhanoeddin sendiri tidak mengetahui sebab
penolakan itu oleh Partai NU. Rangkaian usaha cabinet ini memberantas
korupsi, seringkali dituduh sebagai aksi balas dendam, termasuk oleh
PNI. Namun Perdana Menteri Boerhanoeddin Harahap menolaknya, ia
menegaskan pemberantasan korupsi dilakukan secara, obyektif, hati-hati
dan tidak asal tangkap.
*/bersambung ke Masyumi dan korupsi
posted by @Adimin
Label:
MUHASABAH,
REFLEKSI,
Sejarah,
TOPIK PILIHAN