Powered by Blogger.
Humas PKS Ikuti Worshop Jurnalistik Pada Rapat Koordinasi
Humas PKS se-Sumatera Barat melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor) yang berlangsung pada tanggal 4 - 6 November 2022 di Padang, Senin (5/11) ...
Search This Blog
Latest Post
March 22, 2013
posted by Adimin
Hati hatilah wahai penuntut ilmu
Written By @Adimin on 22 March, 2013 | March 22, 2013
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassalam
“Orang yang pertama sekali dinyalakan api neraka dengan mereka ada tiga: salah satu diantara mereka adalah seorang yang menuntut ilmu dan membaca Al Quran, maka ia dipanggil dan diperkenalkan kepadanya tentang nikmat Allah, maka iapun mengakuinya, lalu Allah bertanya kepadanya: apa yang ia lakukan terhadap nikmat tersebut?, ia menjawab: aku pergunakan untuk menuntut ilmu dan mengajarkannya serta untuk membaca Al Quran pada Mu, Allah menimpali jawaabnya: kamu telah berdusta, tetapi engkau menuntut ilmu supaya mendapat (sanjungan) supaya dikatakan sebagai seorang alim, dan engkau membaca Al Quran supaya dikatakan orang sebagai seorang Qari’, sungguh telah terbukti demikian, kemudian ia diusung diatas mukanya sampai ia dilemparkan kedalam neraka.” (HR. Muslim no: 1905).
Ibnu Baththal berkata, “Barangsiapa yang mempelajari hadits demi memalingkan wajah-wajah manusia kepada dirinya maka kelak di akherat Allah akan memalingkan wajahnya menuju neraka.” (Syarh Shahih al-Bukhari karya Ibnu Baththal, 1/136)
“Orang yang pertama sekali dinyalakan api neraka dengan mereka ada tiga: salah satu diantara mereka adalah seorang yang menuntut ilmu dan membaca Al Quran, maka ia dipanggil dan diperkenalkan kepadanya tentang nikmat Allah, maka iapun mengakuinya, lalu Allah bertanya kepadanya: apa yang ia lakukan terhadap nikmat tersebut?, ia menjawab: aku pergunakan untuk menuntut ilmu dan mengajarkannya serta untuk membaca Al Quran pada Mu, Allah menimpali jawaabnya: kamu telah berdusta, tetapi engkau menuntut ilmu supaya mendapat (sanjungan) supaya dikatakan sebagai seorang alim, dan engkau membaca Al Quran supaya dikatakan orang sebagai seorang Qari’, sungguh telah terbukti demikian, kemudian ia diusung diatas mukanya sampai ia dilemparkan kedalam neraka.” (HR. Muslim no: 1905).
Ibnu Baththal berkata, “Barangsiapa yang mempelajari hadits demi memalingkan wajah-wajah manusia kepada dirinya maka kelak di akherat Allah akan memalingkan wajahnya menuju neraka.” (Syarh Shahih al-Bukhari karya Ibnu Baththal, 1/136)
posted by Adimin
Label:
HADIST
March 22, 2013
DONNY SYOFYAN
sumber : harian haluan
posted by Adimin
Survivalitas PKS
Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
betul-betul menjadi balon dalam lanskap perpolitikan Tanah Air dewasa
ini. Makin ditekan dan dipojokkan justru PKS makin kuat, solid, dan
terbang dengan kekuatannya. Layaknya karet, semakin partai ini ditekan
semakin kuat dorongan untuk memantul. Pasca ditetapkannya Luthfi Hasan
Ishaq (LHI), mantan Presiden PKS sebagai tersangka KPK, PKS justru
mendulang kemenangan dalam sejumlah pilkada.
Dalam pilkada Jawa Barat dan Sumatera Utara jago PKS yang ikut
bertanding memenangi pertempuran. Hingga saat ini, segenap komentar,
prediksi, atau hujatan publik dan media terhadap PKS menjadi terjun
bebas (fall free).
Bagi kalangan internal PKS sendiri, kemenangan dalam dua pilkada
tersebut telah mewujud sebagai tambahan darah segar bagi perjuangan
mereka untuk membalikkan serangan yang membabi buta, argumen-argumen
kasar dan keterlaluan yang secara terus-menerus menghajar partai dakwah
tersebut.
Boleh saja banyak pihak berdalih bahwa kemenangan dua pilkada
tersebut sepenuhnya bukanlah kemenangan PKS. Ada yang menganggap bahwa
kemenangan dua pilkada itu adalah kemenangan kolektif sejumlah partai
karena pasangan yang diusung adalah kolaborasi beberapa partai. Pihak
lain juga menilai bahwa kemenangan pada dua pilkada tersebut sejatinya
adalah kemenangan golput. Jumlah golput di Jabar dan Sumut dikabarkan
sekitar lima puluh persen dari totalitas pemilih. Analisa demikian
tentu sah-sah saja meskipun dalam banyak hal mulai terlihat galau dan
tidak rancak dalam mengakui sebuah objektivitas.
Hanya saja, menyalahkan kemenangan PKS dalam dua pilkada di atas
sebagai kebangunan golput juga sesuatu yang juga berlebihan. Mereka
yang tidak memilih bisa jadi memiliki banyak alasan yang berbeda. Ada
yang tidak memilih karena menganggap berdemokrasi itu haram. Ada pula
yang tidak memilih karena sedang dirawat di rumah sakit. Ada yang
mendapat musibah pada hari pencoblosan, sehingga tidak bisa memilih.
Ada yang sudah bersikap apatis kepada semua parpol, ada yang tidak
apatis pada parpol, namun tidak menemukan satu kandidat pun yang
dianggapnya cocok untuk dipilih. Mungkin ada juga yang dulunya
habis-habisan mendukung kandidat tertentu, namun apa dinyana kandidat
yang didukungnya tidak diloloskan oleh KPU. Karena itu, ia memutuskan
untuk tidak memilih saja. Ada juga yang secara kebetulan sudah memiliki
agenda lain yang sudah dipastikan sejak jauh-jauh hari, dan kebetulan
agenda itu jatuh pada hari pencoblosan, sehingga ia tidak bisa memilih.
Hemat saya, kemenangan PKS pada pilkada Jawa Barat dan Sumatera Utara
sesungguhnya merupakan cermin survivalitas—daya untuk tetap bertahan
PKS—terhadap tekanan dari segenap penjuru mata angin yang berdiri kokoh
pada tiga kekuatan utama.
Pertama, soliditas kader. Kekuatan utama PKS, bahkan sejak masih
Partai Keadilan (PK), terletak pada sistem kaderisasinya yang terbangun
kuat lewat proses tarbiyah (pembinaan) secara ketat dan
gradual. Sarana tarbiyah bukanlah sekadar alat homogenisasi atau
uniformitas pemikiran dan derap langkah yang berujung pada proses cuci
otak alias indoktrinisasi yang selama ini kerap dituduhkan banyak pihak,
melainkan sebagai wasilah pemberian gizi jiwa yang melahirkan
kader-kader PKS yang militan dan terdidik.
Terpaan media yang secara terus menerus menggerus citra PKS dalam
banyak kasus tanpa menyisakan sedikit ruang pun bagi politisi PKS untuk
membela diri dan menyajikan pandangan alternatif tidak membangun tren
kutu loncat besar-besaran bagi kader PKS untuk meninggalkan kendaraan
politiknya. Padahal kesempatan ini sangat memungkinkan dan memiliki
basis rasionalitas dan legitimasi yang kuat bagi kader partai untuk
pindah haluan.
Militansi kader berbasis tarbiyah demikian membuat serangan ‘jurnalisme su’uzhan’
balik kanan seperti melempar bola ke tembok. Inilah yang membuat kader
PKS memiliki daya tahan terhadap pemberitaan yang tak berimbang, daya
tangkal terhadap tekanan isolasi sosial, maupun daya seleksi tarik
menarik opini publik yang dalam banyak hal cenderung mengikuti arus agenda setting kebanyakan media massa. Kader PKS sadar betul bahwa media massa bukanlah sarana tarbiyah.
Kedua, manajemen isu yang luar biasa. Banyak yang meyakini bahwa
penahanan LHI oleh KPK menjadi awal rontoknya PKS bukan saja disebabkan
dekatnya pemilu legislatif dan Pilpres 2014 tapi juga agenda pilkada
yang bakal berserakan di banyak daerah. Namun PKS dengan sigap membangun
kuda-kuda untuk bertahan menyahut keniscayaan ancaman dengan mengganti
pucuk pimpinan, yakni Anis Matta sebagai Presiden PKS yang baru.
Transformasi kepemimpinan ini memberikan efek ganda—defensif untuk
menjaga keutuhan kader sebagai modal politik primer dari tsunami
politik dan ekspansif untuk mengonsolidasikan kader-kader terbaik partai
guna menghadapi sejumlah pesta demokrasi di daerah. Anis Matta,
setidaknya hingga saat ini, sukses menjalankan strategi ‘kusir bendi’
dalam menggerakkan mesin politik PKS; seorang kusir lazimnya mengobrol
dengan penumpangnya sambil mengendarai kudanya. Artinya, PKS di bawah
kepemimpinan Anis Matta tetap berjalan fokus ke depan seraya pada saat
yang sama dengan cerdas melakukan counter sana sini terhadap sinisme elit dan pengamat lewat kerja-kerja nyata.
Alih-alih menghabiskan energi dengan teori konspirasi yang sempat
membuat PKS berjalan di tempat, Anis membawa PKS menjalani ‘quantum
leap’ dengan mengalihkan energi kader kepada pilkada sebagai target
terdekat.
Ketiga, kepemimpinan kolektif yang konsisten. Sungguhpun Anis Matta
dianggap kontributif mendongkak elektabilitas partai dengan
kapabilitas yang dimilikinya—orator, kemampuan manajerial, penulis,
dan ahli lobi—kebangunan PKS lebih terletak kepada kualifikasi
kepemiminan jamaah, yakni majelis syura.
Kolektivitas kepemimpinan ini semakin mengukuhkan PKS sebagai
partai kader yang tidak terperangkap pada figuritas kepemimpinan,
semisal Partai Demokrat atau PDI-P. Tak kalah krusialnya, kolektivitas
kepemimpinan tersebut fungsional mencegah terjadinya kecenderungan
saling menyalahkan atau mencari kambing hitam (blame game) di
antara elit atau kader PKS. Akhirnya harus diakui bahwa kepemimpinan
kolektif menjadikan fungsi kontrol dan terobosan-terobosan progresif
dari mesin politik dalam tubuh PKS melaju dengan kecepatan maksimum. (*)
DONNY SYOFYAN
sumber : harian haluan
posted by Adimin
Label:
Bingkai Berita,
TOPIK PILIHAN