Powered by Blogger.
Humas PKS Ikuti Worshop Jurnalistik Pada Rapat Koordinasi
Humas PKS se-Sumatera Barat melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor) yang berlangsung pada tanggal 4 - 6 November 2022 di Padang, Senin (5/11) ...
Search This Blog
Latest Post
March 08, 2013
Catatan Kaki buat PKS
Written By @Adimin on 08 March, 2013 | March 08, 2013
Sehari setelah mantan Presiden PKS ditahan, iseng saya bertanya
tanggapan teman sekantor-seorang kader PKS-tentang peristiwa ini.
“Fitnah akhir zaman. Kebenaran pasti menemukan jalannya,” begitu ucapnya
yakin. Padahal, jawaban ini terucap beberapa hari sebelum pidato
berapi-api Presiden Baru PKS, Anis Matta yang menyakini fitnah besar dan
konspirasi tengah manghantam partai dakwah ini. “Ini baru partai kader
yang solid” ucap saya dalam hati. Saya tidak perlu bertanya ke kader PKS
yang lain, karena jawabannya pasti sama.
Mungkin di lingkungan kita, baik kantor
maupun rumah sangat mudah mengidentifikasi keberadaan kader-kader partai
berlambang bulan sabit kembar dan padi ini. Mereka hadir di
tengah-tengah kita dan tanpa ragu menunjukkan identitasnya. Bahkan
bangga. Hal yang jarang atau mungkin tidak akan ditemui oleh kader-kader
partai lain. Coba Anda yang pekerja kantoran atau mahasiswa, apakah ada
teman-teman Anda yang terang-terangan baik verbal maupun nonverbal
mengatakan dirinya itu kader Demokrat, PDIP, PPP, apalagi Hanura? Saya
yakin tidak ada. Kalaupun ada, segelintir.
PKS adalah partai kader. Partai yang
dibangun di atas pemilih yang riil. Pemilih yang benar-benar ada, bukan
diada-adakan. Partai yang dengan sungguh mencetak kader dan
pemilih-pemilih yang militan. Jangan harap ini bisa ditemukan pada
partai-patai lain, termasuk partai pemenang pemilu. Inilah satu-satunya
partai yang mampu merengkuh banyak keluarga-keluarga di Indonesia
menjadi pemilihnya. Jamak kita dengar omongan di masyarakat kalau
keluarga si A atau si B itu PKS. Ini berarti mulai dari ayah, ibu,
anak-anak dan mungkin bayi yang masih dalam kandungan adalah milik
partai ini. Partai ini bukan hanya punya kader yang tetap, tetapi juga
punya banyak calon-calon kader di masa mendatang.
Jadi jangan heran, badai korupsi yang
menghantam PKS tidak akan punya pengaruh banyak terhadap militansi
kader. ‘Cobaan memalukan’ ini malah memperkuat mereka, menambah rapat
barisan mereka. Dua bukti baru saja terpampang. Dua jagoan mereka menang
beruntun di Pilkada Jabar dan Sumut dengan suara yang cukup
menyakinkan. Nada-nada optimisme para pengamat kalau PKS akan habis
adalah suatu tanda kedangkalan berpikir dan bentuk ketidakpahaman
seperti apa sebenarnya partai ini. Adalah salah besar mengganggap partai
ini sama dengan kebanyakan partai lainnya yang di bangun di atas
pondasi yang rapuh sehingga akan terberai walai badai hanya menyapu.
Fenomena PKS mengingatkan kita pada
partai-partai pemenang Pemilu 1955. Saat itu, orang sangat mudah
dikenali afiliasi politiknya. Tidak harus mengernyitkan dahi untuk tahu
si A kader PNI, Si B aktivitis Masyumi, atau si C anggota PKI. Rakyat
pada masa itu bangga berpartai dan tidak mudah pindah hati ke partai
lain. Diantara partai besar saat itu, PKI adalah partai yang paling
fenomenal. Bagaimana tidak, partai yang dicap ‘pengkhianat’ karena
memproklamirkan berdirinya negara baru, Negera Republik Soviet Indonesia
di Madiun (September 1948), tepat di saat bangsa ini sedang dihimpit
Perjanjian Renville. PKI dianggap ‘menggunting dalam lipatan, menusuk
dari belakang’ karena melemahkan perjuangan dengan mengadu
kesatuan-kesatuan di dalam tentara nasional. Pemberontakan yang dapat
ditumpas ini membuat nasib PKI diujung tanduk. Semua kebencian rakyat
tercurah kepada partai Muso ini.
Tetapi siapa sangka, tujuh tahun
kemudian, partai ini dipuja banyak rakyat miskin Indonesia. Perolehan
suaranya mengejutkan. Kerja keras dan strategi cerdas membuatnya menjadi
pemenang keempat setelah PNI, Masyumi, dan NU. Militansi kader-kadernya
ternyata tidak redup walau dihantam prahara yang sangat serius,
pemberontakan terhadap negara.
Jargon yang mereka tiupkan bahwa PKI
adalah partai-nya rakyat, PNI partainya priayi, Masyumi dan NU partainya
santri, bukan sekedar propaganda. PKI hadir di tengah-tengah masyarakat
miskin. Kader-kadernya turun langsung membangun jembatan dan irigasi di
desa-desa. Bahkan jika ada yang kehilangan sapi, kambing, bahkan ayam,
rakyat memilih melaporkannya ke posko-posko partai ini dari pada ke
polisi. Jika PNI, Masyumi, dan NU identik dengan partai massa dari pada
partai kader, maka PKI adalah keduanya. Dia tidak hanya mampu mencetak
kader-kader yang pintar tetapi juga mampu merengkuh rakyat menjadi
pemilih setia dan mengarahkan mereka berjuang bersama menuju Indonesia
tanpa kelas. Partai ini membentengi kader dan pemilihnya untuk tahan
terhadap agitasi dan ancaman partai lain.
Memang seperti itulah idealnya sebuah
partai politik dibangun. Partai yang mampu mencetak banyak orang yang
awalnya acuh kepada kesusahan rakyat menjadi peduli dan ikhlas berjuang
melalui partai untuk kemajuan bangsa, bukan semata mengejar kekuasaan.
Partai yang melahirkan ‘agitator-agitator’ ulung yang mampu memengaruhi
rakyat agar terus berpikir dan bertindak memajukan negara ini. Partai
seperti ini tetap akan terus bertahan, tidak akan tergilas zaman walau
diterjang badai sekencang apapun. Tetapi, partai seperti ini juga
sekejap akan ambruk jika ternyata keringat dan perjuangan para kader di
tingkat akar rumput dikhianati demi birahi para elite-nya. Seperti PKI
yang hancur lebur bersama keblingernya sebagian pimpinannya.
posted by Adimin
Label:
SEPUTAR PKS