Powered by Blogger.
Humas PKS Ikuti Worshop Jurnalistik Pada Rapat Koordinasi
Humas PKS se-Sumatera Barat melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor) yang berlangsung pada tanggal 4 - 6 November 2022 di Padang, Senin (5/11) ...
Search This Blog
Latest Post
May 04, 2015
Kartika Ummu Arina
bersambung insyaALLAH . . . . .
posted by @Adimin
Mendengar, Resep Menguatkan Rumah Tangga [1]
Written By dBisnis on 04 May, 2015 | May 04, 2015
Mendapatkan pasangan empatik adalah dambaan. Pasangan tak hanya
bersedia memberikan “telinganya” untuk mendengarkan, juga memberikan
perhatian dan hatinya
SEPERTI tidak ada waktu
bersama. Sepulang kantor sang suami langsung mandi, makan, kemudian
kembali sibuk dengan hp-nya; entah baca berita, ber-whatsapp atau chatting dengan fasilitas Blackberry Messenger
(BBM). Ibunya anak-anak pun terbelit dengan pekerjaan rumah tangga dan
aneka permintaan dari ananda. Akhirnya aktivitas hari itupun ditutup
dengan alasan yang selalu sama, “ngantuk”.
Rasanya awal pernikahan dulu, pasangan
bagaikan teman setia yang selalu menyediakan waktu untuk bicara. Selalu
tersedia waktu untuk curhat dan selalu ada teman lucu untuk hunting yang
seru. Tapi itu dulu. Sekarang, bisa bicara berdua untuk hal yang
penting pun langka. Lebih enak “ngobrol” dengan teman-teman di Whatsapp atau di BBM. Atau, lebih baik tidur setelah seharian berjibaku dengan rutinitas.
Bertindak Membahagiakan
Tentu ini kondisi yang tidak diinginkan
oleh siapapun. Mendapatkan pasangan yang simpatik dan empatik tentu
adalah dambaan. Pasangan yang tak hanya bersedia memberikan “telinganya”
untuk mendengarkan apa yang kita katakan tetapi juga memberikan
perhatian dan hatinya untuk bisa membahagiakan. Seperti layaknya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dengan Siti Khadijah yang selalu
menjadi teman untuk saling mendengarkan dan membahagiakan.
Mari kita tengok dialog yang terjadi saat
Rasulullah menceritakan peristiwa di Gua Hira pada Khadijah ra, “Ketika
aku bertemu dengan Khadijah, aku duduk di pahanya dan bersandar padanya.
Khadijah kemudian bertanya, ‘Hai Abu Qasim, dimana engkau berada?
Sungguh aku telah mengutus orang-orangku untuk mencarimu hingga mereka
tiba di Makkah atas, kemudian pulang tanpa membawa hasil.’ Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wassallam menjawab pertanyaan tersebut dengan
menceritakan semua hal yang dialaminya di Gua Hira. Khadijah kemudian
berkata, ‘Saudara misanku, bergembiralah dan tegarlah. Demi Dzat yang
jiwaku berada di Tangan-Nya, sungguh aku berharap kiranya engkau menjadi
Nabi bagi umat ini.’” (Sirah Ibnu Hisyam: 198).
Kita dapat melihat tindakan yang luar
biasa dilakukan Khadijah manakala melihat suaminya pulang dalam keadaan
bergetar dan menanggung ketakutan. Ia menyediakan dirinya hingga
Rasulullah Shallallu ‘Alaihi Wassallam dapat duduk dipangkuannya dan
bersandar padanya. Layaknya seorang anak yang merapat pada ibunya saat
merasa ketakutan. Kata-kata yang diucapkannya juga menenangkan dan
menegaskan kesediaan untuk menjadi pendukung Rasulullah menghadapi hal
yang besar. Padahal bila yang mendengar hal tersebut bukan Khadijah ra,
maka bukan tak mungkin yang dihadapi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam adalah tuduhan mengada-ada atau saran untuk tidak terlalu
memikirkannya.
Namun, Khadijah ra memang pendamping
pilihan. Ia tidak demikian. Dengan simpatinya yang luar biasa, ia
menyediakan dirinya mendengar bahkan memberikan posisi yang nyaman bagi
suaminya. Kemudian, dengan empati yang dalam, ia menenangkan, menghibur
bahkan memberi dukungan bagi sang suami. Tak hanya sekadar simpati dan
empati, Khadijah ra pun bertindak dengan mengkonfirmasi berita yang
diterima dari suaminya pada seorang keluarganya, Waraqah bin Naufal,
untuk mengukuhkan kebenaran tersebut. Setelah kebenaran itu nyata,
Khadijah-lah yang pertama kali mengimani kerasulan suaminya.
Ibnu Ishaq menceritakan dalam sirah-nya,
“Dengan masuknya Khadijah, Allah Ta’ala meringankan beban Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam. Jika beliau mendengar perkataan yang tidak
disukainya; baik itu penolakan atau pendustaan yang membuat hatinya
sedih, maka Allah Subhanahu Wata’ala menghilangkan kesedihan beliau
dengan pulang ke rumah dan menjumpai Khadijah. Khadijah binti Khuwailid
menyemangati beliau, meringankan beban beliau, membenarkan beliau, dan
memandang remeh tanggapan manusia terhadap beliau
Kartika Ummu Arina
bersambung insyaALLAH . . . . .
posted by @Adimin
Label:
Keluarga,
TOPIK PILIHAN