Powered by Blogger.
Humas PKS Ikuti Worshop Jurnalistik Pada Rapat Koordinasi
Humas PKS se-Sumatera Barat melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor) yang berlangsung pada tanggal 4 - 6 November 2022 di Padang, Senin (5/11) ...
Search This Blog
Latest Post
December 26, 2014
SETIAP menjelang 25 Desember, propaganda ide toleransi umat beragama selalu nyaring terdengar, khususnya toleransi umat Islam terhadap kaum Nasrani, semisal semarak perayaan Natal bersama. Padahal, toleransi yang diwacanakan tersebut masih bias dan sarat kepentingan. Baik motif ekonomi demi meraup untung, motif politik, maupun motif penyebaran ide sinkretisme dan pluralisme agama.
Dalam masalah muamalah, Rasul Shallallahu ‘alaihi Wassallam pernah berbisnis dengan non-Muslim secara adil dan jujur, selama bukan jual-beli barang haram. An-Nawawi mengatakan, “Kaum Muslimin bersepakat bolehnya bermuamalah (jual beli, sewa, dll.) dengan non Muslim.” (Syarh Nawawi untuk Shahih Muslim, 10/218).
Rasulullah juga menjenguk tetangga non-Muslim beliau yang sakit (HR. Bukhari no. 2363 & Muslim no. 2244). Rasul juga bersikap dan berbuat baik kepada non-Muslim. Rasul Shallallhu ‘alaihi Wassallam bersabda:
posted by @Dd
posted by @Adimin
Inilah Hakekat Toleransi
Written By Sjam Deddy on 26 December, 2014 | December 26, 2014
Dengan demikian, umat Islam haram terlibat dalam peribadatan pemeluk agama lain
Gabriella Ayoub memberikan bunga para pengunjuk rasa yang menolak Islam dan syariah atas rencana pendirian masjid di Temlecula, California |
SETIAP menjelang 25 Desember, propaganda ide toleransi umat beragama selalu nyaring terdengar, khususnya toleransi umat Islam terhadap kaum Nasrani, semisal semarak perayaan Natal bersama. Padahal, toleransi yang diwacanakan tersebut masih bias dan sarat kepentingan. Baik motif ekonomi demi meraup untung, motif politik, maupun motif penyebaran ide sinkretisme dan pluralisme agama.
Dalam konteks politik, wajar jika kaum Nasharani ingin
unjuk kekuatan terkait dominasi mereka di negeri Muslim terbesar ini. Buktinya,
mereka mengadakan acara Natal bersama besar-besaran, mengundang penguasa dan
pejabat untuk menghadiri perayaan tersebut, tak peduli dengan agama penguasa
atau pejabat itu. Hal ini jelas menunjukan kuatnya pengaruh kaum Nasrani dan
lemahnya penguasa dan pejabat Muslim di hadapan mereka.
Dalam konteks ide, Natal juga dijadikan sebagai salah
satu cara menyebarkan virus pluralisme dan sinkretisme agama. Akibatnya, akidah
umat Islam secara perlahan terus dirusak. Ide pluralisme mengajarkan semua
agama sama dan mengajak umat Islam agar mengakui ‘kebenaran’ agama lain. Jika
virus pluralisme berhasil ditanamkan di tubuh umat Islam, maka berbagai
kemunkaran terkait masalah agama akan mudah masuk. Sebut saja ide pernikahan
beda agama.
Selain pluralisme, terdapat pula propaganda
sinkretisme, yakni pencampuradukan ajaran agama-agama. Spirit sinkretisme
adalah mengkompromikan hal-hal yang bertentangan. Dalam konteks ‘Natal Bersama
dan Tahun Baru’, sinkretisme terlihat jelas dalam seruan berpartisipasi
merayakan Natal dan Tahun Baru, termasuk mengucapkan selamat Natal. Padahal
dalam Islam batasan iman dan kafir, juga batasan halal dan haram, sudah sangat
jelas. (Al-Islam ed. 735, 19/12/2014).
Toleransi Yang Benar
Toleransi (tasamuh) artinya sikap membiarkan
(menghargai), lapang dada (Kamus Al-Munawir, hal. 702, cet. 14). Namun
toleransi tidak berarti seorang harus mengorbankan kepercayaan atau prinsip
yang dia anut (Ajad Sudrajat dkk, Din Al-Islam. UNY Press. 2009).
Islam memang mengajarkan sikap toleransi. Toleransi itu
membiarkan umat lain menjalankan ritual agamanya, termasuk perayaan agamanya.
Toleransi itu tidak memaksa umat lain untuk memeluk Islam.
Dalam masalah muamalah, Rasul Shallallahu ‘alaihi Wassallam pernah berbisnis dengan non-Muslim secara adil dan jujur, selama bukan jual-beli barang haram. An-Nawawi mengatakan, “Kaum Muslimin bersepakat bolehnya bermuamalah (jual beli, sewa, dll.) dengan non Muslim.” (Syarh Nawawi untuk Shahih Muslim, 10/218).
Rasulullah juga menjenguk tetangga non-Muslim beliau yang sakit (HR. Bukhari no. 2363 & Muslim no. 2244). Rasul juga bersikap dan berbuat baik kepada non-Muslim. Rasul Shallallhu ‘alaihi Wassallam bersabda:
“Barangsiapa
yang menyakiti kafir Dzimmi, maka aku berperkara dengannya, dan barangsiapa
berperkara denganku, maka aku akan memperkarakannya pada hari kiamat.”
(HR. As-Suyuthi, Al-Jâmi’ ash-Shagîr, no. 8270).
Toleransi yang dijalankan Islam ini, menjadi contoh
bagi masyarakat peradaban lain. Bahkan toleransi Islam, langgeng terasa hingga
era akhir Khilafah Utsmaniyah.
Seorang Orientalis Inggris, TW Arnold berkata: “The treatment of their Christian
subjects by the Ottoman emperors -at least for two centuries after their conquest
of Greece- exhibits a toleration such as was at that time quite unknown in the
rest of Europe…” [Perlakuan terhadap warga Kristen oleh
pemerintahan Khilafah Turki Utsmani –selama kurang lebih dua abad setelah
penaklukan Yunani– telah memberikan contoh toleransi keyakinan yang sebelumnya
tidak dikenal di daratan Eropa…] (The Preaching of Islam: A History of the
Propagation of the Muslim Faith, 1896, hal. 134).
Namun, toleransi Islam ini tidak bermakna menerima
keyakinan yang bertentangan dengan Islam. Imam asy-Syaukani dalam Tafsir Fath
al-Qadîr berkata: Abd ibn Humaid, Ibn al-Mundzir dan Ibn Mardawaih mengeluarkan
riwayat dari Ibn ‘Abbas bahwa orang Quraisy pernah meminta kepada Rasul
Shallallahu ‘alaihi Wassallam, “Andai engkau menerima tuhan-tuhan kami, niscaya
kami menyembah tuhanmu.” Menjawab itu, Allah Subhanahu Wata’ala menurunkan
firman-Nya, surat al-Kafirun, hingga ayat terakhir: “… Untuk kalian agama
kalian dan untukku agamaku.” (QS. al-Kafirun [109]: 6).
Ibn Jarir, Ibn Abi Hatim dan ath-Thabrani juga
mengeluarkan riwayat dari Ibn ‘Abbas, bahwa orang Quraisy pernah melobi
Rasulullah Shallahu ‘alaihi Wassallam sambil menawarkan tahta, harta dan
wanita. Agar Rasul berhenti menyebutkan tuhan-tuhan mereka dengan keburukan.
Mereka pun menawarkan diri untuk menyembah Tuhan Muhammad asal berikutnya Rasul
gantian menyembah tuhan mereka. Sebagai jawabannya, Allah Subhanahu Wata’ala
menurunkan surat al-Kafirun. (asy-Syaukani, Fath al-Qadîr, juz 5/685).
Dengan demikian, umat Islam haram terlibat dalam
peribadatan terhadap pemeluk agama lain. Umat Islam juga haram merayakan hari
raya agama lain, apapun bentuknya, karena termasuk bagian dari aktivitas
keagamaan dan identik dengan peribadatan. Wallahu
A’lam.
posted by @Dd
posted by @Adimin
Label:
TOPIK PILIHAN