قَالَ اللهُ تَعَالٰى يَا اِبْنُ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِيْ وَرَجَوْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ عَلٰى مَا كَانَ فِيْكَ وَلاَ أُبَالِّي يَا اِبْنُ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوْبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ وَلاَ أُبَالِّي يَا اِبْنُ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ اْلأَرْضِ خَطَايًا ثُمَّ لِقَيْتَنِي لاَ تَشْرِكً ِبيْ شَيْئَا لأَتَيْتَكَ بِقَرَابِهَا مَغْفِرَةً .
“Allah berfirman: “Wahai anak Adam, sesungguhnya jika kamu bermohon kepada-Ku
dan berharap kepada-Ku, maka Aku mengampuni kepadamu atas apa yang ada padamu
dan Aku tidak perduli. Wahai anak Adam, kalaupun dosamu sampai kea wan di
langit, kemudian kamu memohon ampun kepada-Ku, maka Aku mengampunimu dan Aku
tidak perduli. Wahai anak Adam, sesungguhnya jika kamu datang kepada-Ku dengan
kesalahan seluas bumi, kemudian kamu menjumpai-Ku dimana kamu tidak menyekutukan
Aku dengan sesuatu, maka Aku akan datang kepadamu dengan ampunan seluas bumi
pula.”
Hadits ini diriwayatkan oleh
At-Tirmdizi (2/270), dari jalan Katrsir bin Faid yang memberitahukan: “Telah
bercerita kepadaku Sa’di bin Ubaid, dia berkata, “Aku mendengar Bakar bin
Abdullah Al-Muzni memberitahukan: “Telah bercerita kepadaku Anas bin Malik, dia
berkata. “Aku dengar Rasulullah r bersabda: (lalu dia menyebutkan hadits ini).”
Selanjutnya At-Tirmidzi berkata: “Hasan ini hasan gharib yang saya tidak
menemukannya kecuali dari jalur ini.”
Saya
melihat: Para perawinya adalah tsiqah, kecuali
Katsir bin Faid. Kepadanya tidak ada yang menilainya tsiqah kecuali Ibnu Hibban,
dimana dalam At-Targhib dia sebutkan bahwa ia adalah maqbul
(diterima haditsnya).
Saya
menilai: Hadits ini berstatus hasan, sebagaimana dikatakan oleh At-Tirmidzi.
Lebih-lebih karena hadits ini mempunyai syahid (hadits pendukung) dari
hadits Abu Dzar yang diriwayatkan oleh Syahr bin Hausyab dari Umar bin
Ma’dikariba dari Anas bin Malik secara mafru’, baik dengan mendahulukan maupun
dengan mengakhirkan perawinya.
Hadits
ini juga dikeluarkan oleh Ad-Darimi (2/322) dan Ahmad (5/172) dari jalan Ghirar
Ibnu Jarir dari Syahr tersebut.
Dalam
hal ini Abdul Hamid, yakni Ibnu Bahram, tidak sependapat. Dia berkata, :Telah
bercerita kepadaku Syahr dari Ibnu Ghanam yang mengatakan bahwa Abu Dzar telah
bercerita kepadanya.”
Hadits
ini dikeluarkan oleh Imam Ahmad (5/154). Sedang Syahr di sini dinilai lemah dari
segi hafalannya. Karena itu jalur yang pertama adalah lebih shahih kerena Ghilan
lebih tsiqah daripada Ibnu Bahram.
Hadits
ini juga mempunyai syahid (hadits pendukung) lain menurut Ath-Thabrani,
seperti disebutkan dalam beberapa Mujma’-nya, dari Ibnu Abbas, dimana
juga dikeluarkan dalam Ar-Raudl An-Nadhir (342).
Bahkan
hadits ini juga mempunyai jalan yang lain secara ringkas dari Abdu Dzar dengan
lafazh:
قَالَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالٰى الْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا أَوْ يَزِيْدُ
وَالسَّيِّئَةُ وَاحِدَةٌ أَوْ أَغْفِرُهَا وَلَوْ لَقَيْتَنِيْ بِقُرَابِ
اْلأَرْضِ خَطَايَا مَا لَمْ تُشْرِكْ بِيْ شَيْئَا لَقَيْتُكَ بِقُرَابِهَا
مَغْفِرَةً
“Allah
I berfirman: “Kebaikan itu (digandakan) dengan sepuluh
kali lipat atau lebih, sedang keburukan hanyalah satu atau Aku mengampuninya.
Dan kalau kamu menjumpai-Ku dengan kesalah seluas bumi, selama kamu tidak
menyekutukan Aku, maka aku akan mengampunimu dengan ampunan seluas
itu.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Hakim
(4/241) dan Ahmad (5/108) dari Ashim dari Al-Ma’ruf Ibnu Suwaid, bahwa Abu Dzar
menuturkan:
“Telah bercerita kepadaku orang yang
benar dan dibenarkan (Rasul r) tentang sesuatu yang diriwayatkan dari Tuhannya, bahwa
dia berfirman: “Kebaikan itu…”
Selanjutnya Al-Hakim menilai: “Hadits ini sanadnya shahih.” Penilaian ini
juga disepakati oleh Adz-Dzahabi.
Saya
menilai: Ashim atau Ibnu Bahdilah adalah bagus haditsnya. Sedangkan
perawi-perawi yang lain adalah tsiqah, yakni para perawi Bukhari-Muslim,
sehingga sanad-sanadnya dinilai hasan.
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللهُ بِمَا
آتَاهُ
“Sungguh beruntung orang yang menyerahkan diri (Islam) diberi rizki cukup dan
Allah membuatnya menerima segala yang telah Allah berikan
kepadanya.”
Hadits
ini diriwayatkan oleh Imam Muslim (3/102), At-Tirmidzi (2/56), Ahmad (2/168),
dan Al-Baihaqi (4/196) dari jalur Abdullah bin Yazid Al-Muqri yang
memberitahukan: “Telah bercerita kepadaku Sa’id bin Abi Ayub: “Telah bercerita
kepadaku Syarahbil bin Syarik, dari Abi Abdurrahman Al-Hibli, dari Abdullah Ibnu
Amr bin Al-Ash dengan marfu’ (disandarkan kepada Nabi).”
At-Tirmdizi mengatakan: “Hadits ini hasan
shahih.”
Hadits
ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah (4138) dari Ibnu Luhai’ah dari Ubaidillah
bin Abi Ja’far dan Hamid bin Hani’ Al-Khaulani, bahwa keduanya mendengar Abu
Abdurrahman Al-Hibli yang mengabarkan dari Abdullah Ibnu
Amr.
Mengenai
Ibnu Luhai’ah, dia buruk hafalannya. Tetapi dalam hadtis-hadits mutabi’at
(hadits-hadits pengikut) dia dinilia la ba’sa bih (tidak
mengapa).
Peringatan
Ash-Shuyuti dalam Ash-Shaghir dan Al-Kabir (2/95/1) menyandarkan hadits ini kepada Imam Muslim dan
orang-orang yang telah saya sebut selain Al-Baihaqi, sehingga Al-Manawi
mengomentari dengan penjelasannya:
“Dalam
hal ini penyadarannya mengikuti apa yang disebutkan oleh Abdul Haq. Dia berkata
dalam Al-Manar. Ini tidak disebutkan oleh Imam Muslim, tetapi hanya
menurut At-Tirmidzi….”
Saya
berpendapat: Ini adalah praduga dari penulis Al-Manar, kemudian juga
Al-Manawi. Jadi hadits itu kedudukannya tetap seperti yang saya
isyaratkan dari Imam Muslim dalam Kitabuz-Zakat.
Dalam
hadits ini ada tambahan kafaf
(الكفاف ) dan qana’ah ( والقناعة ), dan yang searti dengan itu adalah hadits berikut
ini:
“Ya
Allah, jadikanlah rizki keluarga Muhammad berupa makanan
pokok.”
Hadits
itu dikeluarkan oleh Imam Bukhari (4/222), Imam Muslim (2/103, 8/217) dan Imam
Ahmad (juz II, hal. 232) dari beberapa jalur yang berasal dari Muhammad bin
Fudhail dari bapaknya, dari Umara bin Al-Qa’qa dari Abu Zar’ah dari Abu Hurairah
yang menuturkan: “Telah bersabda Rasulullah r: (kemudian dia menyebutkan hadits itu). Adapun lafazh
itu adalah menurut Imam Muslim. Demikian pula Imam Ahmad. Hanya saja Imam Ahmad
menyebutkan: Baiti (keluarga rumahku) menggantikan ‘Muhammad’, sedangkah
lafazh Al-Bukhari adalah:
“Ya
Allah berilah rizki keluarga Muhammad berupa makanan
pokok.”
Lafazh
yang pertama dikeluarkan oleh Al-A’masy, dimana dia telah meriwayatkannya dari
Ammarah bin Al-Qa’qa’ah.
Hadits
ini dikeluarkan oleh Imam Muslim dan At-Tirmidzi (2/57-Buhaq), Ibnu Majah (4139)
dan Al-Baihaqi (7/46) dari beberapa jalur yang berasal dari Waqi’ yang
memberitahukan: “Telah bercerita kepadaku Al-A’masy.” At-Tirmidzi dalam hal ini
menilai: “Hadits ini hasan shahih.”
Imam
Muslim mengeluarkan hadits ini dari jalan Abi Usamah yang mengatakan: “Aku
mendengar Al-A’masy.” Hanya saja disini dia menyebutkan rizki yang memadai
sebagai ganti (makanan pokok).”
Demikian
pula hadits ini diriwayatkan oleh Al-Qasim As-Sirqisthi dalam Gharibul Hadits
(juz 2/5/2), dari Hammad bin Usamah, dia menuturkan: “Telah bercerita
kepadaku Al-A’masy…” Hanya saja dia menyebutkan:
“Rizki dan rizki keluarga Muhammad
kecukupan.”
Sungguh
ada perbedaan mengenai matan hadits yang dibawakan oleh Al-A’masy. Namun riwayat
pertama yang diriwayatkan oleh Imam Muslim menurut saya lebih tepat, karena ada
kesusaian dengan sebagian perawi lain yang juga dari Al-A’masy. Wallahu
a’lam.
Peringatan
Imam
As-Suyuthi memasukkan hadits dalam Al-Jami’ Ash-Shaghir dengan lafazh
Muslim, disertai tambahan ( فى
الدنيا ) (di dunia), dan dia menyandarkannya kepada Imam
Muslim, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah. Demikian pula dia menyebutkannya dalam
Al-Jami’ Al-Kabir (1/309) juga dari riwayat tiga orang tersbut. Begitu
juga Imam Ahmad, Abu Ya’la dan Al-Baihaqi, menurut mereka, tidak ada dasar
penambahan itu, kecuali menurut Abu Ya’la, dimana hal itu dianggap sebagai
sesuatu yang jauh, bahkan menurutnya jika tambahan itu memang ditetapkan, maka
akan merupakan tambahan yang asing, karena berbeda dengan riwayat perawi-perawi
lain yang tsiqah dan hafizh. Wallahu a’lam.
Kandungan Hadits
Hadits
ini dan yang sebelumnya menunjukkan keutamaan rizki yang ‘secukupnya’ saja,
mengambil dunia ala kadarnya dan zuhud terhadap segala yang lebih
daripada itu. Merangsang agar mengejar kenikmatan akhirat dan mementingkan yang
abadi darpada yang fana. Maka sudah seharusnya bagi umat Islam mencotoh
Rasulullah r. Dalam masalah ini Al-Qurthubi
menjelaskan:
“Makna
hadits ini adalah mencari ‘cukup’. Adapun makanan pokok adalah yang menguatkan
badan dan kemudian tidak memerlukan yang lain. Dalam kondisi yang demikian
diharapkan selamat dari bahaya kekayaan maupun kekafiran sekaligus.” Demikian
dalam Fathul Bari II/251-252).
Saya
berpendapat: Tidak diragukan lagi bahwa pengertian ‘cukup’ di sini adalah
berbeda menurut masing-masing orang, masa dan kondisi. Oleh karena itu bagi
orang yang bijak tentulah akan dapat mengambil langkah yang tepat. Tidak
terlilit kefakiran dan tidak pula tenggelam dalam kekayaan dan kemewahan.
Sungguh sedikit orang yang selamat dari bahaya menumpuk harta. Apalagi di zaman
sekarang, dimana penuh fitnah dan banyak macam-macam tawaran buat orang-orang
kaya. Semoga Allah I menghindarkan kita dari cobaan itu dan memberi kita
kehidupan secukupnya saja.
posted by @Adimin
Post a Comment