Kedua, seorang pemimpin dikenal pula sebagai khalifah (pengganti).
Maka, seorang pemimpin dituntut menyiapkan penerus dan pelanjut perjuangannya.
Jadi, standar keberhasilan seorang pemimpin diantaranya ditentukan dalam
ketrampilannya dalam mencetak kader yang berkualitas. Dalam kamus Bahasa
Indonesia Oleh Purwodarminta kader adalah seseorang yang disiapkan sedemikian
rupa untuk memikul tugas-tugas penting kepemimpinan dalam keluarga, institusi,
partai dan negara.
Ketiga, seorang pemimpin dituntut memiliki
ketegasan dalam memberikan intruksi (amir). Sebab, bagaimanapun kepandaian
seorang pemimpin tetapi komando kebawah mengalami disfungsi, maka
sebenarnya keberadaannya tidak efektif.
Dua prajurit yang saling bekerjasama lebih baik
daripada dua jendral yang saling berseberangan. Karena, kemampuan dalam
membangun team work yang kompak, indikator keberhasilan kepemimpinan.
Keempat, seorang pemimpin adalah pengembala
dan pelayan yang dipimpinnya (ra’in dan khadim). Dia dicintai oleh
yang dipimpinnya jika ia benar-benar mendengar dan melayani mereka. Sebagaimana
perkataan Umar bin Khathab yang terkenal; “Sayyidul Qaumi Khadimuhum”
(penghulu suatu kaum adalah yang dapat melayani mereka). Kualitas kepemimpinan
seseorang tidak ditentukan oleh banyaknya berorasi (katsratur riwayah),
tetapi banyaknya mendengar dan melayani (katsratul istima’ war ri’ayah).
Kelima, seorang pemimpin adalah yang dengan senang
hati mengurus urusan yang dipimpinnya (waliyyul amr). Karena, ketika ia
menjadi pemimpin bukanlah ia hanya milik keluarga dan kelompoknya, tetapi ia
adalah milik umat. Oleh karena itu ia dituntut berjiwa besar (menampung segala
karakter manusia). Ia dituntut berjiwa permadani (menampung berbagai watak
manusia). Ia tidak berfikir duntuk kepentingan orang-orang terdekatnya saja,
tetapi mengutamakan orang banyak, utamanya kaum lemah. Dimana kaum lemah adalah
berjumlah mayoritas di mana pun dan kapan pun.
Kelima kriteria tersebut jika dilaksanakan dalam proses kepemimpinan,
maka akan menjadi pemimpin yang legal dan legitimed. Ia pandai meletakkan
dirinya, menyikapi dirinya, memandang dan mempersepsikan orang lain dalam
sebuah komunitas. Ketika berada di depan dapat dijadikan teladan dan rujukan
(ing ngarso sung tuladha), berada di tengah dapat membangun kelompok kerja (ing
madya mangun karso), berada di belakang dapat memberikan motivasi (tut wuri
handayani)
Shalih Hasyim
posted by @Adimin
Post a Comment