Oleh: Dr Adian Husaini
“Andaikan
penduduk suatu negeri mau beriman dan bertaqwa, maka pasti akan Kami
buka pintu-pintu barakah dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan
(ajaran-ajaran Allah), maka Kami azab mereka, karena perbuatan mereka
sendiri.” (QS: Al A’raf:96).
AL-QURAN Surat al-A’raf
ayat 96 tersebut dengan sangat gamblang memberi kabar gembira, bahwa
jika suatu bangsa mau mendapatkan kucuran rahmat dan dijauhkan dari
berbagai musibah, maka iman dan taqwa harus dijadikan sebagai nilai
tertinggi dalam pengambilan kebijakan dan keputusan. Tentu saja, itu
termasuk dalam penentuan pemimpin, baik pada tataran keluarga,
kelompok, atau pun pada tataran kenegaraan.
Pemimpin yang beriman dan bartaqwa
pasti bekerja sekuat tenaga menjalankan amanah yang diembannya;
mendahulukan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi dan
golongannya; bekerja keras untuk menjaga dan membina iman dan taqwa
bangsanya; bukan sekedar berkutat pada urusan dunia semata; bekerja
keras mencukupi kebutuhan-kebutuhan dasar rakyatnya; takut azab Allah di
dunia dan akhirat; takut mengambil hak rakyat; dan menangis jika rakyat
susah dan sengsara.
Pemimpin taqwa dan cinta al-Quran,
tidak mau munafik; malu kepada Allah, jika peduli rakyat demi
pencitraan di depan manusia; bukan karena cinta dan takut pada Allah
Subhanahu Wata’ala. Pemimpin taqwa takkan tinggalkan shalat demi
kampanye dan konser sia-sia. Pemimpin taqwa pun cinta bangsa karena
Tuhannya, bukan karena tanah subur semata. Pemimpin taqwa tak hambur
uang negara untuk pesta pora tiada guna, karena takut siksa neraka.
Bagi Muslim, memilih pemimpin berdimensi ibadah; dunia akhirat; bukan
sekedar itung-itungan rebutan kuasa dunia. Berpolitik adalah bagian
dari ibadah dan dakwah, bukan untuk berbangga-bangga akan banyaknya
golongan dan himpun harta benda dunia. Karena itu, pemimpin beriman dan
bertaqwa mustilah zuhud – tidak gila dunia – dan hidup bersahaja; tidak
pamer kemewahan di depan rakyat yang sebagian besarnya masih berkubang
dalam belitan kesulitan hidup.
Dalam Kitab as-Siyasah Syar’iyyah, Syaikhul Islam Ibn
Taimiyah mengutip hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam yang
memperingatkan kaum Muslimin agar berhati-hati dalam memilih pemimpin:
“Siapa yang mengangkat seseorang untuk mengelola urusan (memimpin)
kaum Muslimin, lalu ia mengangkatnya, sementara pada saat yang sama dia
mengetahui ada orang yang lebih layak dan sesuai (ashlah) daripada orang
yang dipilihnya, maka dia telah berkhianat kepada Allah dan
Rasul-Nya.” (HR Al-Hakim).
Jadi, kita tidak patut sembarangan tentukan pemimpin. Apalagi
pemimpin pada level kenegaraan. Ada tanggung jawab dunia akhirat. Jika
memilih pemimpin bukan yang terbaik menurut kriteria Islam, maka bisa
dikategorikan telah berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya; na’udzubillahi min dzalika.
Dalam Islam, pemimpin bukan sekedar mengurus masalah dunia. Ia akan
dimintai tanggung jawab di akhirat. Pemimpin bukan sekedar mengurus KTP,
pajak, dan administrasi kependudukan. Tapi, pemimpin akan dimintai
tanggung jawab apakah ia telah berusaha meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan rakyatnya, atau justru ia merusak keimanan rakyatnya.
Pemimpin dalam Islam wajib peduli, apakah rakyatnya menyembah Allah Subhanahu Wata’ala atau menyembah genderuwo;
ia akan sangat peduli, apakah rakyaknya lebih suka beribadah atau hobi
bermaksiat; ia pun berusaha keras untuk mencegah dan menutup pintu-pintu
zina. Sangat aneh, jika pemimpin yang secara formal memeluk agama
Islam, tetapi justru melarang rakyatnya menutup aurat. Sepatutnya,
pemmpin tidak berani menantang Tuhannya dengan melarang jilbab yang
justru diwajibkan Sang Pencipta. Jadi, kepemimpinan dalam Islam memiliki
dimensi ubudiyah dan dimensi akhirat. Jangan dianggap selesai urusannya
di dunia!
*****
Indonesia, negeri kita, kini merupakan negeri Muslim terbesar di
dunia. Dulunya, negeri-negeri di wilayah Nusantara ini 100% Hindu,
Budha, Animis, dan sebagainya. Lalu, datanglah para pejuang Islam yang
hebat dari berbagai negeri Muslim. Mereka bekerja keras, secara
sungguh-sungguh dan terencana untuk meng-Islamkan negeri ini. Mereka
rela meninggakan negeri dan keluarga mereka dengan tujuan mulia,
menyebarkan Islam ke seluruh pelosok dunia, sebagaimana diamanahkan oleh
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam.
Dengan rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh
keinginan luhur maka negeri ini menjadi hampir 100% muslim; bahkan
disebut sebagai negeri Muslim terbesar di dunia. Ini sebuah prestasi
dakwah yang amat sangat luar biasa. Secara pelan dan teratur, proses
Islamisasi pun terus berjalan, dengan segala hambatan dan tantangannya.
Para pejuang Islam itu terus berusaha meningkatkan kualitas keislaman
masyarakat muslim Indonesia, setahap demi setahap. Dakwah tidak pernah
berhenti. Laksana air, ia terus mengalir, mencari tempat-tempat yang
bisa diairi arusnya
posted by @Adimin
Post a Comment