Umat Islam adalah ummatur-risalah. Kita mendapatkan amanah dari Allah
Subhanahu Wata’ala. Kita kibarkan panji Tauhid, meski banyak yang enggan
melirik, bahan ada yang sinis dan mencibirnya
Lalu, datanglah penjajah kuffar. Misi mereka pun jelas: gold, gospel, glory.
Mereka merampok kekayaan alam negeri ini; berusaha memurtadkan kaum
Muslim. Indonesia dianggap sebagai negeri yang siap menerima misi
Injil. Dengan segala kekuatan dan cara, proses pengkristenan negeri ini
dilakukan oleh para penjajah dan kaum misionaris, tanpa pernah berhenti.
KM Panikkar menulis dalam bukunya Asia and Western Dominance:
“Yang mendorong bangsa Portugal (untuk menjajah di Asia adalah) strategi
besar melawan kekuatan politik Islam, melakukan Kristenisasi, dan
keinginan untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah.” Ketika berhasil
menduduki Malaka, D’albuquerqe berpidato, “Tugas besar yang harus kita
abdikan kepada Tuhan kita dalam mengusir orang-orang Moor (Muslim) dari
negara ini dan memadamkan api Sekte Muhammad sehingga ia tidak muncul
lagi sesudah ini…” (Prof. Bilveer Singh, Timor Timur, Indonesia dan Dunia, Mitos dan Kenyataan, (Jakarta: IPS, 1998)).
Adalah sesuatu yang juga luar biasa, berkat lindungan dan pertolongan
Allah Subhanahu Wata’ala, meskipun kuasa politik digenggam kaum kufar
penjajah, selama ratusan tahun, mayoritas penduduk negeri ini masih
tetap bertahan sebagai Muslim. Padahal, selama itu pula, proses
Kristenisasi dan sekularisasi secara konsisten dipaksakan kepada kaum
Muslim. Strategi merusak pemikiran dan aqidah umat Islam, juga devide et impera
– pecah belah dan adu domba — cukup sukses dalam melemahkan kekuatan
internal umat Islam. Sudah menjadi sunnatullah, akan selalu terjadi
benturan abadi antara perjuangan menegakkan misi kenabian (Tauhidullah)
dengan para pendukung kemusyrikan, sehingga Rasulullah saw
memerintahkan umatnya: Jaahidul musyrikiina bi-amwaalikum wa-anfusikum wa-alsinatikum! (Berjihadlah melawan orang-orang musyrik dengan hartamu, jiwamu dan dengan lidah-mu).
Alhamdulillah, usaha kemerdekaan untuk melepaskan diri dari penjajah
kuffar berhasil. Kaum Muslimin mendukung sepenuhnya usaha kemerdekaan
ini. Para ulama dan tokoh Islam melanjutkan perjuangan para ulama dan
muballigh untuk menjadikan negeri ini sebagai negeri Muslim yang
diridhoi Allah Subhanahu Wata’ala, menjadi baldatun thayyibatun wa-rabbun ghafur.
Itulah negara yang diatur dengan nilai-nilai Islam, sebagaimana dulu,
Rasulullah saw telah mewujudkan sebuah negara di Madinah dengan Piagam
Madinah yang disebut sebagai konstitusi negara tertulis pertama di dunia
(the first written constitution in the world).
Sepeninggal penjajah, kaum sekuler, kristen, komunis, dan sebagainya,
terus berjuang tiada henti untuk mewujudkan negara sesuai dengan
nilai-nilai yang mereka anut. Terjadilah pergulatan pemikiran dan
aspirasi yang terus-menerus hingga kini. Pasca Perang Dingin, dengan
dukungan kekuatan penguasa dunia dari peradaban Barat, kaum
liberal-sekuler semakin mendapat angin untuk memposisikan Indonesia
sebagai negara sekuler.
Mereka berhasil membajak pemahaman terhadap Pancasila dan memaksakan
penafsiran sekuler atas Pancasila, sehingga Pancasila diajarkan di
sekolah-sekolah sebagai “pandangan hidup” , “pedoman amal” dan sumber
dari segala sumber hukum, yang seharusnya merupakan wilayah Islam.
Anak-anak kaum muslim dipaksa berpikir dualistis dan terbelah sikap dan
pemikirannya. Sebab, anak-anak Muslim itu sudah diajar oleh para ulama,
ustad, dan guru-guru agana, bahwa Islam adalah pandangan hidup dan
sekaligus pedoman amal mereka. Pancasila dijadikan sebagai agama, atau
diletakkan sejajar dengan agama. Itu jelas keliru dalam pandangan Islam.
Panggung politik
Sejalan dengan dominannya pandangan hidup sekuler, dunia politik di
Indonesia pun tampaknya semakin didomnasi wacana politik sekuler.
Wacana-wacana duniawi, urusan ekonomi, janji-janji kesejahteraan
duniawi, menjadi sangat dominan. Wacana keimanan, akhlak, dan
pembangunan jiwa menjadi terpinggirkan; dianggap “tidak laku dijual”.
Panggung politik nyaris tak mendendangkan ‘nyanyian’ politisi Muslim
yang menyerukan secara terbuka pentingnya negara Indonesia ini hidup di
bawah naungan al-Quran, merumuskan perundang-undangan yang bersumberkan
syariat Islam, atau menolak perundang-undangan yang bertentangan dengan
syariat Allah Subhanahu Wata’ala.
Bukankah aneh, jika aturan penjajah lebih dijunjung tinggi dibandingkan dengan aturan Tuhan Yang Maha Esa
posted by @Adimin
Post a Comment