Home » , » “Selamatkan Indonesia dengan al-Quran: Pilih Presiden Cinta al-Quran!” (2)

“Selamatkan Indonesia dengan al-Quran: Pilih Presiden Cinta al-Quran!” (2)

Written By Sjam Deddy on 04 April, 2014 | April 04, 2014

 

Umat Islam adalah ummatur-risalah. Kita mendapatkan amanah dari Allah Subhanahu Wata’ala. Kita kibarkan panji Tauhid, meski banyak yang enggan melirik, bahan ada yang sinis dan mencibirnya

Lalu, datanglah penjajah kuffar. Misi mereka pun jelas: gold, gospel, glory. Mereka merampok kekayaan alam negeri ini; berusaha memurtadkan kaum Muslim.  Indonesia dianggap sebagai negeri yang siap menerima misi Injil. Dengan segala kekuatan dan cara, proses pengkristenan negeri ini dilakukan oleh para penjajah dan kaum misionaris, tanpa pernah berhenti.

KM Panikkar menulis dalam bukunya Asia and Western Dominance: “Yang mendorong bangsa Portugal (untuk menjajah di Asia adalah) strategi besar melawan kekuatan politik Islam, melakukan Kristenisasi, dan keinginan untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah.” Ketika berhasil menduduki Malaka, D’albuquerqe berpidato, “Tugas besar yang harus kita abdikan kepada Tuhan kita dalam mengusir orang-orang Moor (Muslim) dari negara ini dan memadamkan api Sekte Muhammad sehingga ia tidak muncul lagi sesudah ini…” (Prof. Bilveer Singh, Timor Timur, Indonesia dan Dunia, Mitos dan Kenyataan, (Jakarta: IPS, 1998)).

Adalah sesuatu yang juga luar biasa, berkat lindungan dan pertolongan Allah Subhanahu Wata’ala,  meskipun kuasa politik digenggam kaum kufar penjajah, selama ratusan tahun, mayoritas penduduk negeri ini masih tetap bertahan sebagai Muslim. Padahal, selama itu pula, proses Kristenisasi dan sekularisasi secara konsisten dipaksakan kepada kaum Muslim. Strategi merusak pemikiran dan aqidah umat Islam, juga devide et impera – pecah belah dan adu domba — cukup sukses dalam melemahkan kekuatan internal umat Islam.  Sudah menjadi sunnatullah, akan selalu terjadi benturan abadi  antara perjuangan menegakkan misi kenabian (Tauhidullah) dengan para pendukung kemusyrikan, sehingga Rasulullah saw memerintahkan umatnya: Jaahidul musyrikiina bi-amwaalikum wa-anfusikum wa-alsinatikum! (Berjihadlah melawan orang-orang musyrik dengan hartamu, jiwamu dan dengan lidah-mu).

Alhamdulillah, usaha kemerdekaan untuk melepaskan diri dari penjajah kuffar berhasil. Kaum Muslimin mendukung sepenuhnya usaha kemerdekaan ini. Para ulama dan tokoh Islam melanjutkan perjuangan para ulama dan muballigh untuk menjadikan negeri ini sebagai negeri Muslim yang diridhoi Allah Subhanahu Wata’ala, menjadi baldatun thayyibatun wa-rabbun ghafur.  Itulah negara yang diatur dengan nilai-nilai Islam, sebagaimana dulu, Rasulullah saw telah mewujudkan sebuah negara di Madinah dengan Piagam Madinah yang disebut sebagai konstitusi negara tertulis pertama di dunia (the first written constitution in the world).

Sepeninggal penjajah, kaum sekuler, kristen, komunis, dan sebagainya, terus berjuang tiada henti untuk mewujudkan negara sesuai dengan nilai-nilai yang mereka anut. Terjadilah pergulatan pemikiran dan aspirasi yang terus-menerus hingga kini. Pasca Perang Dingin, dengan dukungan kekuatan penguasa dunia dari peradaban Barat, kaum liberal-sekuler semakin mendapat angin untuk memposisikan Indonesia sebagai negara sekuler.

Mereka berhasil membajak pemahaman terhadap Pancasila dan memaksakan penafsiran sekuler atas Pancasila, sehingga Pancasila diajarkan di sekolah-sekolah sebagai “pandangan hidup” ,  “pedoman amal” dan sumber dari segala sumber hukum,  yang seharusnya merupakan wilayah Islam. Anak-anak kaum muslim dipaksa berpikir dualistis dan terbelah sikap dan pemikirannya. Sebab, anak-anak Muslim itu sudah diajar oleh para ulama, ustad, dan guru-guru agana, bahwa Islam adalah pandangan hidup dan sekaligus pedoman amal mereka. Pancasila dijadikan sebagai agama, atau diletakkan sejajar dengan agama. Itu jelas keliru dalam pandangan Islam.

Panggung politik

Sejalan dengan dominannya pandangan hidup sekuler,  dunia politik di Indonesia pun tampaknya semakin didomnasi wacana politik sekuler.  Wacana-wacana duniawi, urusan ekonomi, janji-janji kesejahteraan duniawi, menjadi sangat dominan. Wacana keimanan, akhlak, dan pembangunan jiwa menjadi terpinggirkan; dianggap “tidak laku dijual”. Panggung politik nyaris tak mendendangkan ‘nyanyian’ politisi Muslim  yang menyerukan secara terbuka pentingnya negara Indonesia ini hidup di bawah naungan al-Quran, merumuskan perundang-undangan yang bersumberkan syariat Islam, atau menolak perundang-undangan yang bertentangan dengan syariat Allah Subhanahu Wata’ala.
 Bukankah aneh, jika aturan penjajah lebih dijunjung tinggi dibandingkan dengan aturan Tuhan Yang Maha Esa

bersambung ke

posted by @Adimin
Share this article :

Post a Comment

 
Support : Creating Web | PKS Padang | Mas Temp
Copyright © 2011. PKS KOTA PADANG - All Rights Reserved
Template Created by PKS Padang Published by Mas Temp
Proudly powered by Blogger