Kita sepertinya nyaris tak mendengar lagi politisi muslim yang secara
terbuka mengupas kebobrokan pemikiran dan sistem kehidupan sekuler;
yang menyatakan akan berjuang sekuat tenaga dalam menegakkan Islam dalam
kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat dan negara, jika mereka
menduduki pos-pos kekuasaan. Jika politik semakin kehilangan wacana
ideologis keislaman, maka dikhawatirkan, aspek-aspek pragmatisme akan
semakin mendominasi. Jiwa pengorbanan akan sirna sejalan dengan
merebaknya penyakit gila dunia.
Pada saat yang sama, kekuatan
politik internal umat Islam, kini diwarnai dengan fragmentasi antar
pegiat dakwah, dengan maraknya pendapat-pendapat yang mengharamkan
keterlibatan kaum Muslimin ke dalam sistem parlemen bahkan pemerintahan,
karena sistem ini dinilai sebagai sistem kufur. Di era Partai Islam
Masyumi dulu, pendapat semacam ini tidak muncul. Para tokoh Islam
bersepakat “demokrasi” bukan merupakan sistem yang ideal. Tetapi,
mereka menempuh cara-cara konstitusional untuk mengubah secara gradual
sistem yang tidak ideal; dari sistem demokrasi sekuler menuju sistem
dan kehidupan masyarakat yang lebih Islami.
Tujuannya sangat jelas: bagaimana
mewujudkan tujuan perjuangan, yakni menjadikan Indonesia sebagai negeri
Muslim yang menerapkan ajaran Islam dalam tataran individu, masyarakat,
dan negara. Inilah yang dulu ditegaskan dalam tujuan perjuangan politik
Partai Islam Masyumi, yakni: ”Terlaksananya ajaran dan hukum Islam, di
dalam kehidupan orang seorang , masyarakat dan negara Republik
Indonesia, menuju keridhaan Ilahi.” (Anggaran Dasar Partai Masjumi, Pasal III).
Sebagai bagian kewajiban melakukan
amar ma’ruf nahi munkar dan taushiyah sesama Muslim, maka kita perlu
mengimbangi dominasi wacana politik sekuler dengan menggelorakan
terus-menerus wacana politik berbasis al-Quran. Wacana politik sekuler
yang hanya menekankan aspek materi dan duniawi, akan semakin menjauhkan
bangsa muslim terbesar ini dari nilai-nilai dan ajaran Ilahi yang
mengutamakan pembangunan iman dan taqwa. Padahal, Al-Quran sudah dengan
tegas memberi kabar kepada bangsa kita semua, bahwa jika penduduk suatu
negeri beriman dan bertaqwa, maka pasti akan dikucurkan barakah Allah
dari langit dan bumi.
Kita perlu mengoreksi konsep dan aplikasi pembangunan nasional yang
terlalu dominan menekankan aspek dunia dan meteri serta mengabaikan
pembangunan jiwa. Padahal, perintah Allah sangat jelas: “Sungguh beruntung manusia yang mensucikan jiwanya dan sungguh celaka, manusia yang mengotori jiwanya!”
(QS: 91:9-10). Pembangunan jiwa berdasarkan iman dan taqwa inilah yang
seharusnya menjadi program utama pembangunan manusia Indonesia, sehingga
tidak menjadikan manusia Indonesia sebagai manusia yang serakah dan
sombong, yang dengan beraninya menolak konsep-konsep kehidupan yang
bersumberkan pada wahyu Allah Subhanahu Wata’ala. Misi Ilahi inilah yang
perlu digaungkan sekuat-kuatnya oleh para politisi Muslim dan partai
Islam.
Karena itu, dengan niat beribadah karena Allah, dalam rangka
kecintaan kita kepada negeri amanah Allah ini, agar tidak mendapatkan
murka dan azab dari Allah Subhanahu Wata’ala — karena mengingkari asas
iman dan taqwa – maka tidak berlebihan kiranya jika kita berusaha
sekuat tenaga untuk meneguhkan komitmen kita bersama, melanjutkan
amanah perjuangan menegakkan misi kenabian; berusaha menyadarkan diri,
keluarga, dan bangsa kita agar bersedia hidup DI BAWAH NAUNGAN AL-QURAN,
menjunjung tinggi prinsip iman dan taqwa dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Kita dicipta Allah dan kini ada di Indonesia, bukan tanpa makna. Kita
dicipta untuk melanjutkan amanah risalah Sang Nabi tercinta. Kita
hanyalah satu mata rantai dari serangkaian derap langkah panjangnya para
Nabi utusan Yang Maha Kuasa. Kita tatap dengan semangat dan penuh
optimis masa depan perjuangan Islam di Indonesia. Kita arahkan pandangan
kita ke ufuk cakrawala yang jauh, tanpa mengabaikan realitas kondisi
dan sitausi yang terjadi. Realitas penting untuk menjadi pertimbangan
kita. Tetapi, misi abadi kenabian, penegakan kalimah Tauhid dan menebar
rahmat ke seluruh alam, tidak boleh tenggelam oleh kepentingan pragmatis
kekuasaan semata.
“Dialah Allah yang mengutus Rasul-Nya
dengan petunjuk dan ad-Din yang Haq untuk dimenangkan atas berbagai
agama lainnya, walaupun kaum musyrik membencinya.” (QS: ash-Shaf:9).
Ibrahim (a.s.) memang diusir dan
dibakar oleh sang penguasa. Tapi, al-Quran lebih membela Ibrahim, dan
sama sekali tidak bersimpati kepada raja yang musyrik dan zalim.
Meskipun Firaun jauh lebih kuat dari Musa (a.s.), tapi al-Quran tidak
pernah sedikit pun memberikan pujian untuk Fir’aun. Ketika kecil dan
ketika kuat, Daud a.s. tetap dipuji karena keteguhannya memperjuangkan
kalimah Tauhid.
Jika tidak ingin dimusuhi kaumnya
yang musyrik, logikanya, lebih aman dan nyaman, jika Nabi Muhammad
Shallahu ‘alaihi Wassalam tidak mendahulukan seruan tauhidnya dan
mengkritisi kemusyrikan yang telah menjadi tradisi bangsanya. Meskipun
ditentang keras, dimusuhi, diboikot, diancam dibunuh, dan sebagainya,
Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassallam tetap mengajak kaumnya untuk
meninggalkan agama mereka yang syirik dan memeluk Islam, mengakui Allah
sebagaisatu-satunya Tuhan dan mengakui Muhammad saw sebagai utusan-Nya
yang terakhir.
Mungkin, jika ingin dakwahnya
diterima secara luas, tidak dimusuhi kaum dan keluarganya sendiri, dan
bisa hidup lebih nyaman, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassalam
hanya akan mengangkat isu-isu ekonomi dan kesejahteraan, dengan –
misalnya — membentuk semacam koperasi atau Perseroan Terbatas. Bangsa
Arab akan menerima ajakan itu, karena Rasulullah saw juga pedagang yang
sukses dan manusia terpercaya. Meski pun al-Quran memerintahkan
kepedulian sosial yang tinggi sejak dakwah di periode awal di Makkah,
tetapi seruan untuk menegakkan Tauhid adalah isu utama dalam dakwah
Nabi.
Dan umat manusia menjadi saksi, di
tengah ancaman, makian, hujatan, dan kesulitan hidup, Nabi Shallalu
‘alaihi Wassallam tetap tegar dalam menggaungkan tegaknya Tauhid. Sebab,
hanya dengan semata-mata menghambakan diri kepada Allah Subhanahu
Wata’ala itulah, maka manusia akan bisa hidup bahagia dunia dan akhirat;
bebas dari penindasan antar sesama; bebas dari belenggu perbudakan
setan. Memberantas korupsi itu sangat penting! Tetapi, memberantas
kemusyrikan lebih penting lagi! Cukup sandang pangan dan papan itu
harus, tetapi selamat iman, wajib lebih dipentingkan. Sebab, tanpa
iman, amal tiada nilainya, laksana fatamorgana yang tiada berharga. (QS
24:39).
Kita camkan benar peringatan al-Quran:
وَلاَ تَهِنُوا وَلاَ تَحْزَنُوا وَأَنتُمُ الأَعْلَوْنَ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
“Jangan merasa hina dan jangan berduka! Sesungguhnya kalian adalah orang-orang yang paling tinggi derajatnya, jika kalian mukmin!” (QS ali Imron [3]:139).
Umat Islam adalah ummatur-risalah. Kita
mendapatkan amanah dari Allah Subhanahu Wata’ala. Kita kibarkan panji
Tauhid, meski banyak yang enggan melirik, bahan ada yang sinis dan
mencibirnya. Kita pilih pemimpin terbaik, yang kita percayai memiliki
ilmu dan pribadi unggul yang mampu memimpin dan membawa negeri ini
kepada keberkahan Ilahi; pemimpin yang tawadhu’, tidak angkuh, tidak
jumawa, ikhlas panca indera dan akalnya dipadukan dengan panduan wahyu
Allah Subhanahu Wata’ala.
Perjuangan mengemban misi suci tidak pernah terlambat. Kita mulai
melangkah di tahun 2014 ini. Kita percaya, para politisi dan partai
Islam juga merindukan dan mencitakan hal yang sama dengan kita semua.
Kita mencitakan negeri kita menjadi negeri aman sejahtera, adil dan
makmur, di bawah naungan ridha Ilahi.
Karena itu, bismillahirrahmanirrahim... dengan berusaha
sekuat-kuatnya mengikhlaskan niat karena ibadah kepada Allah, kita
bersihkan hati kita… kita gaungkan sekeras-kerasnya dalam hati, dan
kita pancarkan gelombang kebenaran abadi sekuat-kuatnya melalui lisan
kita: SELAMATKAN INDONESIA DENGAN AL-QURAN! Semoga dengan itu negeri
kita berhak mendapatkan kucuran berkah Allah dan dijauhkan dari azab dan
bencana. Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!*
/Depok, 26 Maret 2014
Penulis adalah Ketua Program Magister dan Doktor Pendidikan
Islam—Universitas Ibn Khaldun Bogor. Catatan Akhir Pekan (CAP) hasil
kerjasama Radio Dakta 107 FM dan hidayatullah
posted by @Adimin
Post a Comment