Kedekatan dengan Penciptanya akan memudahkan semua hal yang dibutuhkan
dalam tumbuh kembangnya menjadi manusia yang kelak akan meninggikan
kalimat Allah Subhanahu Wata’ala dimuka bumi ini
DINI HARI, seorang anak
bangun dengan tubuh yang menggigil. Panas tinggi yang bersarang,
membuatnya merengek pada ibunya. Pertama minta diambikan minum, kemudian
minta dipijat karena badan bagian belakangnya sakit, kemudian minta
dielus-elus kepalanya. Beberapa saat kemudian, deru nafasnya sudah mulai
mereda dan matanya mulai mengatup. Si ibu pun mulai terlelap karena
kelelahan menjaga buah hatinya yang sedang demam tersebut.
Namun, lagi-lagi balita berumur empat
tahun itu terjaga, ia menarik jari ibunya yag masih menempel di
kepalanya. Sang ibu pun ikut terjaga, “Ada apa, Nak? Ibu kira kamu sudah
tidur.” Balita itu menjawab, “Aku belum bisa tidur, Bu. ‘Kan aku belum
berdoa.” Ibunya tersenyum dan menuntun balitanya itu berdoa sebelum
tidur. Tak lama, buah hatinya itu kembali terlelap.
Awal Kejayaan Umat
Berdoa mungkin menjadi bagian yang sudah
dibiasakan dalam kehidupan anak, bahkan tidak ada taman kanak-kanak
muslim yang lupa mengharuskan anak-anak didiknya menghapal doa
sehari-hari. Anak-anak kita yang cerdas, begitu cepat menghapal doa
sehari-hari yang diajarkan kita di rumah maupun gurunya di sekolah.
Namun, betapa banyak anak-anak kita yang juga sangat cepat melafalkan
doa tersebut dengan sekadarnya, manakala kita memintanya berdoa ketika
hendak melakukan sesuatu. Doa kepada Penciptanya meluncur deras dari
mulut mereka laksana hapalan rumus atau perkalian angka, tanpa bekas
yang mengakar dalam jiwa mereka.
Padahal doa sejatinya adalah sumsumnya
ibadah ummat ini. Begitu pula anak-anak yang kemudian tumbuh menjadi
manusia dewasa yang lebih percaya pada apa yang mampu dilakukannya,
dibandingkan kuasa Sang Pemilik Semesta untuk menetapkan apapun yang
akan terjadi. Termasuk hal yang tidak diharapkan. Meski mereka adalah
orang-orang yang mengenal iman sejak usia dini. Maka, berdoa pun kini
menjadi hak orang-orang yang dianggap pandai merangkai doa untuk
kemudian diamini.
Padahal kejayaan ummat ini berada dalam
untaian doa yang dihantarkan ke ‘Arsy tempat Allah Subhanahu Wata’ala
bertahta. Ingatlah Rasulullah Saw yang menghiba pada Allah Al-Malik
sebelum ia mengarungi peperangan Badar bersama para sahabat. Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wassallam berdoa, “Ya Allah, jika Engkau membinasakan kelompok ini (para sahabat) pada hari ini, Engkau tidak akan disembah.”
Rasulullah terus berdoa hingga Abu Bakar mengingatkan Rasulullah
Shallallahu ‘Alahi Wassallam bahwa Allah Subhanahu Wata’ala tidak akan
mengingkari janji-Nya. (Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam)
Padahal bagaimana mungkin Rasulullah Saw
ragu pada janji Allah Subhanahu Wata’ala? Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wassallam pun tak pernah meragukan loyalitas dan kualitas para sahabat
dalam menghadapi musuh. Apalagi Rasulullah pun seseorang yang memiliki
pengalaman berperang dan fisik yang kuat. Namun, Rasulullah terus
berdoa. Kejayaan ummat ini pun terletak pada tersambungnya doa
Rasulullah Saw yang demikian khawatir akan kekalahan Kaum Muslimin dan
harapnya pada pertolongan Allah Yang Mahaperkasa.
Poin ketakutan akan tak tersambungnya
ikhtiar dengan pertolongan Allah Subhanahu Wata’ala dan besarnya harapan
akan janji Allah Subhanahu Wata’ala yang tak pernah diingkari inilah
yang semakin memudar dalam jiwa anak-anak kita. Namun, disinilah
sejatinya perjuangan yang harus kita tempuh agar kelak kita tak hanya
mewariskan anak-anak yang kuat menggenggam dunia tetapi hatinya juga
selalu kokoh terikat dengan akhirat.
Anak akan merasa butuh untuk berdoa
manakala ia menyadari bahwa ada kekuatan yang Mahakuasa untuk
melindunginya dan memberikan yang terbaik padanya, lebih dari dirinya
bahkan melebihi apa yang selama ini dilakukan orangtuanya. Alangkah baik
untuk mengenalkan anak pada keperkasaan Allah Subhanahu Wata’ala
melalui hal-hal yang berada di luar jangkauan manusia untuk
mengendalikannya.
Seperti yang terjadi pada suatu sore
manakala hujan turun dengan lebatnya diiringi petir yang
menyambar-nyambar. Seorang anak menarik lengan ibunya yang tengah sibuk
membereskan apa-apa yang dikhawatirkan terkena bocor. Ibunya dikejutkan
oleh kata-kata sang anak, “Ibu, sini dulu. Beldoa dulu yuk sama Allah,
supaya lumah (rumah) kita nggak banjil (banjir),” demikianlah celoteh
cadel balita mungil itu yang membuat ibunya sejenak terperangah. Betapa
ia sibuk membereskan apa-apa yang mampu dijangkaunya tetapi si anak
justru mengajaknya memohon pada Robb-nya terlebih dahulu.
Dimulai dari Doa
Menanamkan keyakinan pada anak bahwa ada
kekuatan yang Mahaperkasa dibandingkan apa yang manusia mampu lakukan
adalah bagian dari menanamkan iman. Bahwa kekuatan manusia justru
terletak pada kepasrahannya pada Allah Subhanahu Wata’ala.
Memperlihatkan pada anak bahwa ada hal-hal yang terjadi dengan kekuatan
doa, seperti kisah-kisah Rasulullah dalam peperangan, akan menambah
keyakinannya bahwa doa untuk memperoleh pertolongan Allah Subhanahu
Wata’ala adalah kebutuhan yang tak dapat ditinggalkan.
Maka, alangkah indahnya, bila kita selalu
meyakinkan pada anak bahwa Allah Subhanahu Wata’ala selalu sayang
padanya. Kasih sayang Allah Subhanahu Wata’ala lebih besar dari apapun
yang mampu dilihat oleh panca indera kita. Karena itu, kita selalu bisa
melihat dan merasakan kasih sayang Allah Subhanahu Wata’ala, walau kita
tak dapat melihat Allah Subhanahu Wata’ala saat ini. Pemahaman-pemaham
inilah yang akan mendekatkan anak pada Allah Subhanahu Wata’ala, merasa
bahwa Allah Subhanahu Wata’ala disisinya dan selalu memperhatikannya.
Kedekatan dengan Pencipta akan memudahkan
semua hal yang dibutuhkan dalam tumbuh kembangnya menjadi manusia yang
kelak akan meninggikan kalimat Allah Subhanahu Wata’ala dimuka bumi ini.
Semakin lekat hati mereka dengan doa-doa yang selalu dipanjatkannya,
maka dengan izin-Nya akan semakin lembut hatinya untuk tunduk pada
titah-Nya. Hingga kalimat-kalimat-Nya pun akan semakin kokoh mengakar
dalam hatinya. Menjadi tolak ukur kebenaran, menjadi kompas kehidupan,
dan kelak ia akan benar-benar membaktikan dirinya sebagai orang-orang
yang membela agama Allah Subhanahu Wata’ala.
Semua bermula dari doa. Dari ketundukkan
hati yang membawanya pada kesalehan dan ketegapan untuk menjadi prajurit
Allah SWT. Layaknya generasi saleh diawal bersinarnya Islam, yang
berjalan tegap menghadapi berbagai kemusykilan dengan hanya berharap
pada pertolongan-Nya saja. Yang gagah menantang para penguasa dunia
dengan ketundukkan pada perintah Allah dan Rasul-Nya. Yang meninggikan
jiwa karena kebanggaannya menjadi hamba Allah dan bukan karena apa yang
digenggamnya.
Semua bermula dari doa. Dari permohonan
dan ketakutan tidak dipedulikannya iman dan pengorbanannya oleh Allah
Subhanahu Wata’ala. Maka, alangkah indahnya bila kita pun menjadi contoh
bagi anak-anak kita tentang bagaimana memasrahkan diri dalam doa.
Meminta bukan karena ingin menjadi mulia dimata manusia, melainkan
karena ingin diberi kesempatan untuk melakukan kebaikan dengan apa yang
diberi-Nya. Memulai dengan doa, bukan karena ingin berhasil dan diiringi
decak kagum manusia, tetapi karena yakin bahwa penentu akhir dari apa
yang kita usahkan hanyalah Allah saja.
Maka, marilah memulai dengan doa. Agar
anak-anak kita menjadi orang-orang yang saleh dan selalu melakukan
apapun dalam payungan doa. Karena, doa kitalah yang akan menuntun
hatinya untuk selalu berdoa.
Kartika Ummu Arina
posted by @Adimin
Post a Comment