SAWAHAN, METRO - Menyikapi
masalah ”krisis” solar yang menyebabkan terjadinya antrean solar sejak
diberlakukannya Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 1 Tahun 2013 tentang
Pengendalian Penggunaan Bahan Bakar Minyak Bersubsidi, Komisi II DPRD bersama
Dinas Perdagangan dan Perindustrian Pertambangan dan Energi (Disperindagtamben)
Padang melakukan dialog. Mereka bersepakat, mengadukan persoalan ini kepada
Gubernur Sumbar.
Dalam waktu dekat, Pemko-DPRD segera segera memberikan rekomendasi
kepada gubernur. Mereka berharap, ada kejelasan petunjuk teknis (juknis)
pelaksanaan Permen tersebut. Sehingga, dalam hal ini Pemko Padang bisa
menyiapkan segala kewajiban dan kewenangan yang akan dilakukan.
Kepala Disperindagtamben, Asril mengatakan, melihat kondisi
objektif yang ada di lapangan sejak diberlakukannya Permen ESDM No 1, harus
disikapi dengan segera. Dalam hal ini, pemko katanya, telah menyurati gubernur
untuk meminta kejelasan mengenai teknis pelaksanaan. Saat ini bisa dilihat
bersama antrean panjang mobil pengangkut barang di SPBU, karena kekosongan BBM
jenis solar. Selain itu, belum semua SPBU yang ada di Kota Padang yang
menyediakan BBM solar nonsubsidi.
”Tidak hanya itu, informasi mengenai harga solar nonsubsidi juga
belum kita terima. Operator yang ada di SPBU bahkan tidak konsisten untuk
mengisi mobil angkutan perkebunan, pertambangan, dan kehutanan dengan solar
nonsubsidi karena ancaman sopir. Mereka juga tidak bersedia mengisi solar
nonsubsidi, karena pemilik kendaraan tidak mengalokasikan biaya perjalanan
kepada sopir,” jelasnya pada saat rapat kerja Komisi II DPRD Padang dengan
Disperindagtamben Jumat (12/4).
Saat ini, lanjutnya, juga belum ada pembedaan mobil antara
angkutan barang hasil perkebunan, pertambangan dan kehutanan dengan mobil
angkutan lainnya. Hal ini karena pemasangan stiker belum dilakukan oleh tiga
jenis kendaraan tersebut. Bahkan, berdasarkan hasil monitoring di lapangan,
hanya ada enam SPBU yang menyediakan solar subsidi di pusat kota.
Asril mengaku tidak mengetahui kuota yang jelas yang diberikan
oleh Pertamina untuk SPBU yang ada di pusat kota. Berdasarkan hasil pengamatan
di lapangan, dengan melihat dan meneliti dan melakukan sampel di SPBU yang ada
di pusat kota, memang ada yang dikurangi. Bahkan menurutnya, tidak jelas
informasi jenis, jumlah, dan waktu pemasokan BBM pada SPBU.
”Pengurangan kuota solar subsidi dalam hal ini juga dilakukan
Pertamina di SPBU pusat kota. SPBU Jalan Adinegoro Lubukbuaya yang biasanya
dipasok 70.000 liter/minggu dikurangi menjadi 42.000 liter/minggu. Sementara
itu, untuk SPBU Jalan M H Thamrin Ranah yang biasanya 70.000 liter/minggu
dikurangi menjadi 14.000 liter/minggu,” jelasnya.
Dilema
Ketua Komsisi II Arnedi Yamen mengatakan, antrean yang terjadi
memang menjadi dilema saat ini. Pasalnya untuk di daerah sendiri belum adanya
petunjuk teknis pelaksanaan pemakaian solar bersubsidi dari Permen ESDM No 1
itu. Sehingga, Pemda dan Pemprov tidak bisa melakukan secara teknis bagaimana
penerapan dari kebijakan yang telah ditetapkan oleh mentri. Ini sudah menjadi
masalah di seluruh Indonesia.
”Dari jumlah kuota yang ada di Padang, data yang dikumpulkan oleh
Disperindagtamben ini memperlihatkan ada pengurangan jatah kuota. Ini akan
menjadi permasalahan karena kebutuhan akan solar selama ini daripada kendaraan
yang menggunakan solar tetap. Sementara pasokan yang diberikan atau kuotanya
berkurang. Hal ini akan menjadi masalah dengan terlihatnya antrean yang ada di
SPBU dan menimbulkan kemacetan,” ungkap kader PKS ini.
Selanjutnya untuk truk besar, yang biasanya tidak ada masuk kota
saat ini sudah masuk kota dan menambah permasalahan baru. untuk memenuhi
tuntutan kendaraan tanpa truk saja, kota Padang sudah mulai macet. Ditambah
lagi dengan kebradaan truk besar yang masuk kota, sehingga menimbulkan macet
yang berkepanjangan.
”Dalam hal ini, kita meyarankan agar aturan ini bisa disikapi
secara cepat oleh Pemko agar segera menanyakan kepada gubernur bagaimana
menyikapi masalah ini secara kongkret dan segera,” jelasnya.
*Pos Metro Padang
posted by @A.history
Post a Comment