Sering menangis karena Allah merupakan sifat akhlak orang-orang Shalih |
Mengapa masih ada dusta yang menggores dalam cinta kita kepada Allah.
Mengapa kita masih hendak menipu atas pengakuan rindu kita kepada Allah. Adakah
hari-hari kita benar-benar telah tersibukkan dengan tautan kebaikan
CINTA adalah pembahasan yang tak pernah
kering dari lidah manusia. Bahkan boleh jadi cinta ada sejak awal manusia
diciptakan. Uniknya, meski cinta begitu manis untuk diucap dan dibayangkan.
Namun demikian, tak sedikit orang lalu kelabakan ketika ditanya tentang bukti
kecintaannya itu. Sebab ia memang tak semudah ketika diukir dalam lisan dahulu.
Bagi orang beriman, cinta tentu saja tak sekedar pesona
yang menjadikan hidup jadi terasa indah. Ia bukan semata pemanis bibir yang
membuat setiap ucapan menjadi puitis laksana seorang pujangga. Tapi cinta
hakiki adalah pernyataan iman seorang hamba kepada Sang Pencipta.
Dr. Aidh al-Qarni menggoreskan sebuah kalimat indah dalam
karyanya yang sangat populer, La
Tahzan (jangan bersedih). Jadilah orang-orang yang termasuk kekasih
Allah agar engkau merasakan kebahagiaan sejati. Sebab orang itu dikatakan
berbahagia ketika ia mencurahkan seluruh orientasi hidupnya untuk sesuatu yang
ia cintai. Tiada sesuatu yang paling mem-
bahagiakan seorang hamba kecuali ibadah yang ia persembahkan semata-mata
hanya kepada Allah Subhanahu Wata’ala semata.
Iya. Inilah kekuatan cinta sejati. Ia bisa berubah
menjadi kekuatan tersembunyi yang tak terhingga batasnya. Ia mampu menguatkan
di saat orang lain tak sanggup lagi bergerak. Sejenak, tengoklah ibunda kita
tersayang. Ialah ibunda yang telah bersusah payah melahirkan, mem- besarkan, dan
mendidik kita selaku anaknya. Semua itu tak lain sebagai buah cinta seorang ibu
terhadap belahan jiwanya.
Pun dengan apa yang dirasakan oleh para generasi sahabat
terdahulu. Sontak seorang Bilal mendapatkan energi baru dalam hidupnya. Bilal
langsung “lupa” akan ancaman cemeti Umayyah, sang majikan. Hanya karena ia
telah berasyik dengan lautan cinta yang sejati.
Duhai, alangkah malunya diri ini, sedang sebagian
orang-orang shalih terdahulu pernah berkata. Tidaklah aneh jika orang-orang
beriman lalu mencintai Allah, Sang Pencipta. Tapi yang ajaib adalah sebab Allah
pun mencintai mereka. Sedang Dia-lah yang menciptakan mereka.
Allah pula yang memberi rezeki, merawat, bahkan
menyediakan segala apa yang mereka butuhkan. Tapi yang ajaib adalah sebab Allah
tak pernah butuh dengan seluruh amalan yang dilakukan, namun Dia tetap saja
memper- mudah
hamba-hamba-Nya beribadah dan berbuat amal kebaikan. Allah berfirman;
يَأْتِي اللّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ
“…Allah mencintai mereka sedang mereka cinta kepada-Nya…” (QS:
al-Maidah [5]: 54).
Jika benar demikian, lalu mengapa masih ada dusta yang
menggores dalam cinta kita kepada Allah. Mengapa kita masih hendak menipu atas
pengakuan rindu kita kepada Allah. Adakah hari-hari kita benar-benar telah
tersibukkan dengan tautan kebaikan.
Ibarat kereta api yang disesaki dengan gerbong-gerbong
kebaikan yang saling bertaut tanpa henti. Ataukah justru waktu kita masih
banyak terisi dengan kesia-siaan. Sedang di saat yang sama, masih saja kita
mengaku sebagai orang yang cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.
Akhir kata, sejarah kehidupan manusia menjadi pijakan
kita saat ini. Ada pilihan dalam setiap pijakan. Di sana ada kisah Paman Nabi,
Hamzah bin Abdul Muththalib yang menjemput kematiannya di medan Uhud. Ia gugur
atas nama cinta dan penghambaan makhluk kepada Rabbnya. Layaknya Hanzhalah yang
rela meninggalkan dekapan istrinya di malam pernikahan. Sebab di sana ada
sesuatu yang lebih indah dari segalanya. Menikmati dekapan cinta sejati, Sang
Ilahi Rabbi.
Namun semoga kita juga tak lupa. Karena dalam sejarah
juga ada nama Firaun, yang berkalang tanah demi cinta kepada kekuasaan di
dunia. Pun ada Qarun, sebagai simbol orang-orang yang tamak dan berlebihan
dalam mencintai harta dunia. Sebagaimana, sejarah juga menggores pelajaran,
bahwa dahulu ada Qais dan Laila yang tergila-gila hanya gara-gara cinta
sepasang anak manusia
posted by @Adimin
Post a Comment