Hari berganti hari, bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun, rentetan peristiwa penting tercatat dalam album sejarah bangsa Indonesia.
Hal paling mendasar yang patut menjadi
renungan kita semua adalah rangkaian bencana dan musibah yang silih
berganti menyambangi negeri ini.
Mulai dari puting beliung, banjir, tanah
longsor, kebakaran, gunung meletus dan musibah lainnya yang bukan
disebabkan faktor alam.
Ratusan bahkan mungkin ribuan jiwa menjadi korban dari berbagai musibah yang terjadi sepanjang tahun lalu.
Di penghujung tahun 2014 saja, musibah
banjir dan tanah longsor menjadi trending di beberapa media masa yang
ada di Indonesia. Ditambah tragedi jatuhnya pesawat Air Asia QZ8501
dengan rute penerbangan Surabaya – Singapura, menjadi musibah penutup
tahun yang memilukan yang tidak saja dirasakan keluarga korban, tetapi
boleh disebut duka nasional.
Bencana atau musibah biasanya diasumsikan
sebagai sesuatu yang mengerikan dan selalu menyisakan duka bagi mereka
yang ditimpa kemalangan.
Banyak orang yang kemudian berputus asa
setelah dirinya ditimpa musibah, namun tidak jarang juga yang menjadikan
musibah sebagai bahan instropeksi diri. Bahkan, mereka menghadapi
musibah dengan keyakinan dan tekad yang kuat untuk merubah diri menjadi
individu yang tegar dan kokoh.
Sebagai orang beriman, mestinya kita yakin
dan percaya akan setiap kejadian mengandung hikmah yang berharga.
Musibah yang terjadi di muka bumi ini boleh jadi merupakan azab Allah
Subhanahu Wata’ala terhadap hamba-hambaNya yang ingkar. Namun tidak
menutup kemungkinan musibah tersebut adalah bagian dari kecintaan Allah
yang ingin menguji manusia pilihan-Nya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam bersabda, “Sesungguhnya
jika Allah mencintai suatu kaum maka Dia akan menguji mereka. Barang
siapa yang ridho terhadap ujian tersebut maka baginya ridho Allah dan
barang siapa yang marah terhadap ujian tersebut maka baginya murka-Nya.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Hadis tersebut secara gamblang
menyampaikan bahwa metode ujian yang diberikan Allah kepada semua
manusia ciptaan-Nya adalah dengan musibah. Bagi mereka yang ikhlas dan
bijak menghadapi musibah sudah barang tentu ridho Allah akan selalu
menyertainya.
Wajar jika ada yang menyebutkan bahwa
manusia yang hebat tidak pernah lahir dari buaian kenikmatan, tetapi
merupakan hasil tempaan dari beragam ujian dan cobaan.
Pastinya semua manusia yang hidup di dunia
tidak akan luput dari berbagai macam ujian dan cobaan, baik berupa
musibah maupun kesenangan. Hal itu merupakan sunnatullah yang berlaku
bagi setiap insan sejak awal hingga akhir zaman, dan terjadi pada mereka
yang beriman maupun orang kafir. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman;
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُم بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Kami akan menguji kamu dengan
keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya), dan hanya
kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (QS: al-Anbiyaa [21]: 35).
Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa makna
ayat tersebut yaitu: Kami menguji kamu (wahai manusia), terkadang dengan
bencana dan terkadang dengan kesenangan, agar Kami melihat siapa yang
bersyukur dan siapa yang ingkar, serta siapa yang bersabar dan siapa
yang berputus asa.
Ayat tersebut juga telah menunjukkan jenis
ujian Allah kepada setiap hamba-Nya, ada ujian kesenangan dan ada
musibah. Ironisnya banyak manusia yang lupa diri dan meninggalkan
Tuhannya ketika dirinya mendapat kesenangan dunia. Sementara ketika
menghadapi musibah ia akan merengek-rengek meminta keadilan Tuhan. Dan
banyak yang kemudian menyalahkan takdir ketika dirinya terjerumus dalam
penderitaan karena musibah yang dialaminya.
Permasalahannya, seberat apa musibah yang
sedang dihadapinya? Sehingga dirinya menduakan Allah yang telah menjamin
hidup dan matinya kelak. Coba simak kisah disembelihnya nabi Yahya bin
Zakariya.
Kisah Abu Hanifah yang dipenjara sehingga
mati di dalam buih. Kisah Imam Malik yang dicambuk dan tangannya ditarik
sehingga lepaslah bahunya. Kisah Imam Ahmad yang disiksa hingga pingsan
dan kulitnya disayat dalam keadaan hidup.
Sungguh mulia hidup orang-orang yang
bersabar di jalan Allah meskipun musibah silih berganti menerpa
kehidupannya. Orang yang beriman senantiasa menghadapi bencana dan
musibah dunia fana ini tanpa mengeluh dan berputus asa. Keimanannya
kepada Allah mengantarkan dirinya yakin bahwa apapun ketetapan-Nya ada
kebaikan untuk kehidupannya di dunia dan kelak di akhirat.
Hikmah dalam Musibah
Sesungguhnya semua musibah yang menimpa
orang-orang yang beriman senantiasa disertai dengan pahala yang besar
dari Allah Subhanahu Wata’ala.
Kewajiban sesama Muslim terhadap sesamanya
yang terkena musibah selain berupaya meringankan beban juga memberi
motivasi untuk bersabar. Nasehat dan motivasi untuk tetap sabar harus
ditanamkan dalam diri setiap orang yang sedang ditimpa musibah, dengan
harapan mendapat kebaikan dari musibah yang dialaminya.
Keyakinan ada Allah di balik setiap
musibah merupakan modal dasar bagi seseorang yang ingin sukses lulus
dari ujian dan cobaan Allah. Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an,
مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَن يُؤْمِن بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Tidak ada sesuatu musibah pun yang
menimpa (seseorang) kecuali denga izin Allâh; barang siapa yang beriman
kepada Allâh, niscaya Dia akan memberi petunjuk ke (dalam) hatinya. Dan
Allâh Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS: At-Taghâbun [64]: 11).
Dari ayat Allah tersebut, siapa pun yang
ditimpa musibah harus meyakini bahwa musibah tersebut merupakan
ketentuan dan takdir Allah Subhanahu Wata’ala.
Maka bersabar dan mengharap petunjuk Allah
agar mampu menjalani dan meraih keberkahan dari musibah yang
dijalaninya. Selain itu, berserah diri kepada Allah semata-mata
mengharap Allah akan menggantikan apa yang hilang darinya dengan sesuatu
yang lebih baik lagi.
Beberapa hikmah yang dapat diambil dari setiap musibah yang terjadi pada diri seorang Muslim di antaranya:
Pertama, musibah
merupakan obat pembersih untuk mengeluarkan semua kotoran dan penyakit
hati yang ada pada diri manusia. Kotoran dan penyakit hati apabila tidak
dibersihkan dapat mencelakakan seseorang karena menjerumuskan dirinya
berbuat dosa.
Dengan adanya musibah orang yang
berpenyakit tersebut dapat sadar diri dan mendekat kepada Allah untuk
meraih pahala dan kedudukan yang tinggi di sisi Allah Subhanahu
Wata’ala.
Kedua, menjadikan musibah
sebagai tolak-ukur kepribadian seorang Muslim yang senantiasa
berprasangka baik terhadap takdir Allah, baik itu dalam keadaan senang
maupun susah.
Rasulullah bersabda, “Sungguh
mengagumkan keadaan seorang Mukmin, semua keadaannya (membawa) kebaikan
(untuk dirinya), dan ini hanya ada pada seorang Mukmin; jika dia
mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur, maka itu adalah kebaikan
baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu
adalah kebaikan baginya.” (HR. Muslim).
Ketiga, musibah merupakan peringatan kepada setiap manusia atas apa yang telah diperbuatnya di muka bumi ini.
Banjir yang melanda desa maupun kota boleh
jadi adalah teguran kepada pembuat kebijakan setempat yang mengatur
wilayahnya agar tidak merusak lingkungan. Longsor juga demikian,
mengingatkan manusia yang gemar menggunduli gunung untuk menghentikan
kebiasaannya. Dengan peringatan tersebut, manusia harus menghambil ibrah
bagaimana menjaga keseimbangan hidup dengan ekosistem apa adanya.
Dan masih banyak lagi hikmah yang
terkandung dalam setiap peristiwa terutama musibah dan bencana yang
pasti menyambangi perjalanan hidup anak manusia. Inilah alat yang
menjadi bahan pertimbangan Allah untuk mengangkat derajat manusia, jika
mereka sabar menghadapi musibah niscaya ada balasannya, sebaliknya jika
mereka kufur karena musibah maka penderitaannya tidak hanya di dunia
saja, tapi juga di akhirat kelak.
Semoga Allah menjadikan bumi Indonesia
lebih baik di masa yang akan datang dan dijauhkan dari segala musibah
yang di luar batas kemampuan rakyat Indonesia.
Dan bagi kita sebagai pemilik negeri ini,
marilah bersama tingkatkan kepedulian terhadap sesama dan lingkungan
tempat kita bermukim. Agar kehidupan yang harmonis dapat tercipta baik
di antara kita sebagai sesama manusia maupun antara kita dengan
lingkungan alam
Zainal Arifin
posted by @Adimin
Post a Comment